Perkembangan teknologi membawa perubahan cara berpikir dan perilaku yang berdampak terhadap perubahan pola kerja yang berbasis digital. Perubahan pola kerja ini berlaku baik untuk instansi swasta maupun Instansi Pemerintah. Instansi Pemerintah yang terkenal dengan birokrasi yang berbelit dituntut untuk semakin membenahi organisasinya dalam memberikan pelayanannya kepada masyarakat.
Mengawali perubahan ini, Kementerian Keuangan menyadari pentingnya new thinking of working sebagai bagian dari upaya penguatan budaya organisasi. New thinking of Working berarti mewujudkan budaya kerja yang adaptif, berbasis digital dan berintegritas guna meningkatkan produktivitas dan kinerja Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Untuk mendukung konsep new thinking of working tersebut Kemenkeu menerapkan collaborative working environment melalui activity based workplace. Collaborative working environment adalah pengaturan ruang kerja yang memungkinkan pegawai untuk dapat bekerja bersama dengan mengoptimalkan ruang dan tanpa sekat. Transformasi strategi dalam bekerja ini diwujudkan melalui Activity Based Workplace (ABW) yang memberi pilihan pengaturan ruangan untuk berbagai aktivitas/proses bisnis dan karakteristik (demografi) pegawai. Jadi setiap orang tidak dipaksa untuk melakukan semua pekerjaan dalam satu layout ruangan tetap atau sistem cubicle. Melainkan dapat dipenuhi dengan ruang kerja bersama, ruang kerja mandiri, ruang kolaborasi, ruang pembelajaran, ruang sosialisasi dan ruang penyegaran.
Selain untuk menjawab kebutuhan pegawai dalam pemenuhan aktivitasnya, penerapan ABW bertujuan untuk mendorong terjadinya perubahan budaya seperti:
1. Mengubah budaya kantor yang sektoral atau silo-silo (sistem cubicle) menjadi kolaboratif dengan menghilangkan sekat-sekat antar unit/bagian;
2. Ruangan ABW yang open space dapat mendorong komunikasi vertikal yang lebih cair dengan menghilangkan sekat antara staf dan pimpinan;
3. Mendorong daya kreasi, ide dan inovasi dengan memberikan ruang yang lebih nyaman untuk berdiskusi dan bertukar ide. Hal ini diharapkan dapat semakin meningkatkan produktivitas;
4. Mendorong efisiensi penggunaan space kantor;
5. Meningkatkan retensi pegawai dan meningkatkan competitive advantage.
6. Menyediakan ruangan yang memadai sesuai kebutuhan dalam bekerja.
Dalam menerapkan konsep ABW tersebut, tentu terdapat beberapa aturan main yang berbeda dari konsep sebelumnya yaitu First come, first serve; No littering; Moderating voice. First come, first serve berarti pegawai tidak berhak memonopoli okupansi area tertentu. Hal ini dapat menumbuhkan/membantu lebih efisien dalam kebutuhan ruang. Selain itu dapat membantu memberikan solusi untuk kebutuhan ruang yang agile, fluid, dan liquid. No littering maksudnya pekerja harus membersihkan area kerjanya di akhir jam kerja. Hal ini membiasakan budaya disiplin, baik dalam menyelesaikan tanggung jawab pekerjaan, maupun menjaga kebersihan area kerjanya. Moderating voice berarti adanya penyesuaian tingkat kebisingan terutama di area-area ruang kerja bersama atau kolaborasi.
Secara keseluruhan konsep ABW mampu membangun atmosfir yang positif untuk berpikir kreatif dan menggali ide-ide baru, memberikan mobilitas dan fleksibilitas yang dicari pegawai, sehingga tertarik atau betah di kantor.
PENERAPAN ABW PADA KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA (KPPN) SESUAI TUSINYA
Penerapan ABW diinisiasi oleh Central Transformation Office (CTO) Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Penerapannya di KPPN membutuhkan beberapa penyesuaian.
Berdasarkan PMK Nomor 262/PMK.01/2016 tentang Organisasi dan Tata kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan, tugas KPPN adalah melaksanakan kewenangan perbendaharaan dan Bendahara Umum Negara, penyaluran pembiayaan atas beban anggaran melalui dan dari kas Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, KPPN Batam sebagai KPPN tipe A terdiri dari Subbagian Umum, Seksi Pencairan Dana (PD), Seksi Manajemen Satker dan Kepatuhan Internal (MSKI), Seksi Bank, dan Seksi Verifikasi dan Akuntansi (Vera).
Berdasarkan tusinya tersebut, penerapan ABW di KPPN perlu memperhatikan beberapa pertimbangan umum, antara lain:
1. Memperhatikan aspek efisiensi penggunaan anggaran.
Semangat ABW melalui disain ruang kerja yang baru bukan berarti harus melakukan renovasi ruangan atau mengganti semua furniture menjadi baru. Perlu dipikirkan juga optimalisasi dan pengalihan furniture Barang Milik Negara (BMN) yang lama;
2. Mengedepankan prinsip keselamatan, kesehatan dan kenyamanan kerja, ramah lingkungan serta memiliki karakteristik sebagai kantor pemerintah;
3. Mempertimbangkan keamanan BMN dan informasi data yang bersifat rahasia, serta kebutuhan ruang kerja berdasarkan jumlah pegawai;
4. Setelah menganalisis dengan cermat, kemudian menuangkan semua kebutuhan dalam anggaran.
Sementara pertimbangan khusus juga perlu diperhatikan dengan menyesuaikan pada karakteristik pekerjaan di KPPN, seperti:
1. Penyesuaian terhadap pemahaman proses bisnis unit dan karakteristik organisasi;
2. Mencari pemahaman atas karakteristik/demografi pegawai, bisa dilakukan melalui :
a. Melalui diskusi dan brainstorming untuk menampung aspirasi pegawai, misal pegawai membutuhkan area kerja mandiri pada waktu-waktu tertentu.
b. Melakukan pengecekan resources yang ada terutama komputer atau laptop, yang sudah dilengkapi dengan jaringan wifi dan LAN yang memadai.
c. Perlunya area rejuvenation/rekreasi singkat sehingga dapat memiliki downtime tanpa harus meninggalkan kantor.
3. Ada fleksibilitas penggunaan ruang;
4. Pembagian alokasi ruangan berdasarkan aktivitas, meliputi:
a. Zona Utama
i. Ruang kerja Kepala Kantor (close room)
ii. Ruang admin, FO, sekretaris es 2, staf pengelola keuangan
iii. Ruang kerja bersama sesuai jumlah pegawai
b. Zona Pendukung
i. Ruang kolaborasi, (ruang rapat kecil, ruang rapat besar, perangkat pendukung vidcon)
ii. Ruang bersama, meliputi quiet room, leisure area, care room, area penyimpanan (loker)
5. Adanya kemudahan dalam pemeliharaan;
6. Mengedepankan collaborative environment;
7. Pegawai tidak memiliki tempat khusus (dedicated seat) kecuali bagi pegawai yang antara lain bertugas sebagai front office, customer service, dan pengelola keuangan;
8. Penerapan kebijakan clean desk;
9. Mobile locker dan/atau pivate locker (untuk penyimpanan barang-barang pribadi);
10. Ruang arsip/penyimpanan persediaan.
Project Management Office (PMO) DJPb dan Bagian Organisasi Tata Laksana (OTL) telah melakukan survey terhadap penerapan ABW di beberapa tempat di Ditjen Perbendaharaan. Hasil survey tersebut menunjukkan adanya cultural gap, sebagai berikut:
1. Adanya penolakan dedicated seat dengan berbagai alasan seperti meja kerja tetap dapat mempermudah distribusi surat dan disposisi, serta mempercepat dalam mencari pegawai. Selain itu, meja kerja merupakan teritori pegawai, tidak hanya untuk kerja, makan, namun juga untuk menyimpan barang.
2. Dokumen dalam bentuk hard copy masih diperlukan untuk mempermudah pekerjaan.
3. Penggunaan cloud database dapat membantu mengurangi kebutuhan tempat penyimpanan berkas. Namun perlu memperhitungkan keamanan penyimpanan data yang bersifat rahasia.
4. Terjadi kebisingan suara, masih kurangnya kesadaran pegawai untuk menyesuaikan volume suara.
5. Konsep laci dan loker dalam menyimpan barang-barang milik pegawai.
Selama ini pegawai menyimpan barang-barangnya dalam laci yang terletak di bawah meja masing-masing. Namun, dengan konsep ABW yang menggunakan loker, maka pegawai hanya dapat membawa barang pribadi yang benar-benar diperlukan (seperti HP atau botol air minum) yang dapat diletakkan di meja kerjanya.
Sehubungan dengan beberapa pertimbangan yang bersifat umum dan khusus diatas, maka analisis mengenai penerapan ABW pada KPPN Batam dapat dilakukan melalui gap analysis. Gap Analysis digunakan untuk menentukan langkah-langkah apa yang perlu diambil dalam mengurangi kesenjangan dari kondisi saat ini ke keadaan masa depan atau kondisi yang diinginkan.
GAP ANALYSIS PENERAPAN AWB DI KPPN BATAM
Secara garis besar, dari perumusan gap analysis tersebut dapat terlihat 2 (dua) permasalahan utama dalam menerapkan ABW di KPPN Batam yaitu :
1. Tujuan dari penerapan ABW salah satunya adalah mendorong efisiensi. Namun pada prakteknya, transformasi ruang kerja ini membutuhkan biaya tambahan yang tidak sedikit untuk merenovasi layout ruangan ataupun mengganti furniture-nya.
2. ABW merupakan salah satu cara yang diimplementasikan Kemenkeu untuk menciptakan new thinking of working sebagai upaya penguatan budaya Kemenkeu. Namun apakah dengan merubah layout ruangan, maka serta merta dapat merubah budaya kerja pegawai?
Dengan mengolah hasil dari gap analysis maka KPPN Batam perlu melakukan beberapa hal berikut untuk bisa menjawab permasalahan diatas:
1. Yang masih harus dipenuhi pada KPPN Batam untuk penerapan ABW mencakup perubahan disain layout ruangan, penggantian furniture, penambahan beberapa alat maupun ruangan yang sebelumnya tidak ada (ruang kolaborasi). Oleh karena itu, perhitungan mengenai konsep desain ABW yang akan diterapkan harus dilakukan dengan cermat. Sehingga dapat menuangkan semua kebutuhan dalam anggaran yang ada. Jika memungkinkan, disain yang akan diterapkan pun tetap harus memikirkan penggunaan furniture yang lama.
2. Dalam rangka penguatan budaya, maka perlu dilakukan suatu gerakan change management kepada pegawai berupa sosialisasi mengenai latar belakang, tujuan serta aturan main ABW kepada pegawai, sehingga tujuan penerapan ABW dapat tercapai. Dalam melakukan sosialisasi, change agent bisa bekerja sama dengan Duta Transformasi Kelembagaan KPPN.
3. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan ABW, dengan mengukur aspek-aspek di bawah ini secara berkala:
a. Indeks efisiensi penggunaan ruang kantor
b. Perubahan budaya
c. Perubahan inovasi
d. Tingkat produktivitas
e. Tingkat kepuasan pegawai
Hasil monitoring dan evaluasi ini dapat menjadi masukan untuk change agent dalam mengukur keberhasilan penerapan ABW serta sebagai dasar penyusunan strategi langkah yang dapat dilakukan dalam merubah budaya pegawai sehingga produktivitas dan kinerja Kementerian Keuangan semakin meningkat dalam memberikan pelayanan.
*) Penulis adalah ASN pada Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara Batam
Sumber:
1. PMK 262/PMK.01/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
2. SE-9/MK.1/2019 tentang Pelaksanaan piloting Activity Based Workplace Tahun 2019 di Lingkungan Kementerian Keuangan.
3. ND-2739/PB.1/2019 tentang Petunjuk Teknis Desain dan Layout Ruangan Kantor Vertikal DJPb sesuai Konsep Activity Based Workplace.
4. PPK BLU SMART OFFICE CONCEPT
5. Beraksi edisi V tahun 2019 https://www.kemenkeu.go.id/transformasi-kelembagaan/berita-aktual-transformasi/beraksi-edisi-v-2019/
6. https://www.wework.com/ideas/aecom-activity-based-working
8. https://www.kemenkeu.go.id/media/12395/buletin-kinerja-edisi-xxxix-2019.pdf
9. sis.binus.ac.id
Keterangan : Isi dan maksud tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis, bukan tanggung jawab redaksi
Komentar