Ranai (ANTARA) - Komunitas Natuna Sastra mengadakan pangung seni budaya daerah untuk menghibur warga sekaligus melestarikan budaya tempatan dan menjawab klaim China terhadap Laut Natuna Utara. Kegiatan diselenggarakan di Pantai Piwang, Ranai, Natuna, Sabtu malam.
"Menguatkan budaya daerah untuk melawan klaim China atas wilayah Natuna, kita interpensi melalui seni budaya," kata Destriyadi Imam Nuryaddin, Koordinator Komunitas Natuna Sastra kepada Antara disela acara panggung budaya tradisional, Sabtu malam.
Ia juga mengatakan kegiatan di ikuti berbagai komunitas, diantaranya Benua, Sangar Taramaya, Dina Mahkota, dan Kelompok Seni Topeng.
"Kegiatan kita didukung oleh Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Natuna serta Perkim untuk fasilitas tempat, tetapi untuk kegiatan kita swadaya teman-teman," kata dia.
Selain mempertegas posisi Natuna atas klaim China kegiatan tersebut juga akan dilaksanakan secara rutin untuk melestarikan budaya tradisional, khususnya budaya tempatan.
"Disamping mempertegas dan interpensi masalah itu, tujuan kita ini sebenarnya lebih pada melestarikan tradisi, membangkitkan budaya lokal yang kami liat lambat laun akan punah, jika tidak ada tindakan nyata seperti ini," jelasnya.
Sementara itu, dari berbagai peserta kelompok topeng salah satu tampilan klasik yang menjadi perhatian para penonton.
Kelompok yang terdiri dari 8 orang itu adalah bagian satu kesatuan dengan Lang Lang Buana yang dipimpin oleh Anuar, sedangkan Seni Topeng dipimpin oleh Darmawan dari Kampung Kelanga.
"Seni ini tidak sama dengan Mendu, beda walaupun hampir mirip, bedanya kalau Mendu mengisahkan tentang kehidupan di bumi, kalau Lang Lang Buana hingga kayangan," kata Anuar.
Sedangkan kesenian topeng mengisahkan tentang sekelompok kesatria sakti dari para 7 Raja Indra Buana menguasai bumi hingga kayangan.
"Kalau topeng mengisahkan si anak raja yang sakit, lalu ada seorang nujum yang dapat menyembuhkan anak raja tersebut, hanya melalui hiburan rakyat," kata Darmawan.
Maka, lanjut dia, turunlah perintah raja kepada kesatria topeng untuk mengobati sang anak raja dan anak raja tersebut sembuh.
"Kenapa pakai topeng? karena mereka malu mereka orang kampung, orang gunung, orang yang tinggal dihutan Pulau Bunguran, mereka tidak mau dikenal," kata Darmawan.
Ia juga mengatakan cerita ini sudah turun temurun dari nenek moyang mereka yang telah menjadi legenda.
" Cuma kalau seni ini jadi suatu hiburan dimulai sejak kepemimpinan Wan Datuk Kaya, dan kami ini generasi ke tiga," jelasnya.
Ia juga mengatakan karena legenda itu lah membuat masyarakatnya yakin Pulau Natuna tidak mudah dikuasai oleh pihak manapun, karena memiliki kekuatan manusia yang menyatu dengan alam setempat.
Selanjutnya, Kasi Kesenian Adat dan Tradisi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Natuna, Juli Putrawan, mengatakan dinas terkait memberikan dukungan karena ingin acara yang berhubungan dengan kebudayaan tetap lestari.
"Ini potensi, terlihat dapat menyedot perhatian ratusan warga sekitar yang menyaksikan, seperti terlihat pada malam hari ini," kata Putrawan.
Berita Terkait
KPU Kepri tetapkan caleg terpilih DPRD Natuna, ini daftarnya
Jumat, 3 Mei 2024 15:31 Wib
Politeknik Imigrasi sosialisasikan kampus pada siswa SMA di Natuna
Jumat, 3 Mei 2024 7:47 Wib
Pemkab Natuna berikan fasilitas mobil untuk dokter spesialis di RSUD
Kamis, 2 Mei 2024 17:24 Wib
Pemkab akan tanggung biaya kelebihan bagasi jamaah haji Natuna
Kamis, 2 Mei 2024 16:14 Wib
Pemkab Natuna Kepri gelar pelatihan kerja berbasis kompetensi secara gratis
Kamis, 2 Mei 2024 14:01 Wib
Pelni Tanjungpinang hentikan sementara pelayaran Bintan-Natuna
Rabu, 1 Mei 2024 18:15 Wib
Bawaslu Natuna Kepri lakukan evaluasi kinerja panwaslu kecamatan
Rabu, 1 Mei 2024 16:18 Wib
China gunakan meriam air usir kapal Filipina di perairan Laut China Selatan
Rabu, 1 Mei 2024 9:27 Wib
Komentar