Tanjungpinang (ANTARA) - Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IV meliputi Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dan Riau Jumahri mengatakan kolaborasi dengan berbagai pihak akan memudahkan penanganan cagar budaya di daerah tersebut.
"Penanganan cagar budaya merupakan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010. Dalam pelaksanaannya tidak dapat dilakukan satu-dua pihak saja, tapi butuh kolaborasi dari berbagai pihak, baik pemerintah daerah dan pusat, komunitas, serta budayawan atau pelaku budaya," kata Jumhari di Tanjungpinang, Rabu.
Jumhari menyatakan BPK Wilayah IV sebagai kepanjangan tangan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) mempunyai tugas satu satunya adalah menangani cagar budaya.
Jumhari mencontohkan di Provinsi Kepri, terdapat Pulau Penyengat di Kota Tanjungpinang yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional.
Ia berharap ke depan di kompleks cagar budaya tersebut diisi dengan berbagai kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan objek pemajuan kebudayaan (OPK). Keberadaan kegiatan OPK dapat menjadi ruh yang menghidupkan dari cagar budaya itu sendiri.
"Contohnya keberadaan Kota Tua di Bogor dan Semarang yang sekarang lebih tertata dan hidup," ujar Mantan Kepala BPNB Provinsi Jawa Barat tersebut.
Menurutnya untuk menghidupkan cagar budaya itu juga dibutuhkan peran-peran aktif dari komunitas setempat guna menggiatkan dan menghidupkan kawasan-kawasan tersebut. Sebab, tanpa peran aktif komunitas cukup sulit mewujudkannya.
Ia melanjutkan sejak beberapa tahun yang lalu pemerintah pusat telah menyediakan berbagai bantuan untuk kegiatan-kegiatan kebudayaan. Antara lain, fasilitasi bidang kebudayaan (FBK) dan dana Indonesiana. Komunitas budaya perlu menjoloknya melalui proposal kegiatan kebudayaan.
“Di BPK Wilayah IV sendiri juga ada program kemitraan dan fasilitasi yang diarahkan untuk komunitas budaya di Provinsi Kepri dan Riau," ungkapnya.
Lanjutnya mengutaraka ke depan kegiatan-kegiatan yang difasilitasi BPK Wilayah IV bukan hanya pertunjukan-pertunjukan, melainkan dapat berupa lokakarya, penulisan, sosialisasi, dan sebagainya. Sehingga kegiatannya lebih beragam dan dapat diakses oleh berbagai komunitas.
"Penanganan cagar budaya merupakan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010. Dalam pelaksanaannya tidak dapat dilakukan satu-dua pihak saja, tapi butuh kolaborasi dari berbagai pihak, baik pemerintah daerah dan pusat, komunitas, serta budayawan atau pelaku budaya," kata Jumhari di Tanjungpinang, Rabu.
Jumhari menyatakan BPK Wilayah IV sebagai kepanjangan tangan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) mempunyai tugas satu satunya adalah menangani cagar budaya.
Jumhari mencontohkan di Provinsi Kepri, terdapat Pulau Penyengat di Kota Tanjungpinang yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional.
Ia berharap ke depan di kompleks cagar budaya tersebut diisi dengan berbagai kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan objek pemajuan kebudayaan (OPK). Keberadaan kegiatan OPK dapat menjadi ruh yang menghidupkan dari cagar budaya itu sendiri.
"Contohnya keberadaan Kota Tua di Bogor dan Semarang yang sekarang lebih tertata dan hidup," ujar Mantan Kepala BPNB Provinsi Jawa Barat tersebut.
Menurutnya untuk menghidupkan cagar budaya itu juga dibutuhkan peran-peran aktif dari komunitas setempat guna menggiatkan dan menghidupkan kawasan-kawasan tersebut. Sebab, tanpa peran aktif komunitas cukup sulit mewujudkannya.
Ia melanjutkan sejak beberapa tahun yang lalu pemerintah pusat telah menyediakan berbagai bantuan untuk kegiatan-kegiatan kebudayaan. Antara lain, fasilitasi bidang kebudayaan (FBK) dan dana Indonesiana. Komunitas budaya perlu menjoloknya melalui proposal kegiatan kebudayaan.
“Di BPK Wilayah IV sendiri juga ada program kemitraan dan fasilitasi yang diarahkan untuk komunitas budaya di Provinsi Kepri dan Riau," ungkapnya.
Lanjutnya mengutaraka ke depan kegiatan-kegiatan yang difasilitasi BPK Wilayah IV bukan hanya pertunjukan-pertunjukan, melainkan dapat berupa lokakarya, penulisan, sosialisasi, dan sebagainya. Sehingga kegiatannya lebih beragam dan dapat diakses oleh berbagai komunitas.