Tanjungpinang (ANTARA) - Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) memberikan dua opsi saran kepada dinas pendidikan terkait polemik penumpukan siswa baru di sekolah favorit pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun.
"Dari hasil pengawasan kami, masih banyak orang tua memaksakan anaknya bersekolah di tempat yang diinginkan (favorit) padahal sudah diterima di sekolah lain, sehingga kami memberikan dua opsi terkait persoalan ini," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri Lagat Siadari dihubungi dari Tanjungpinang, Sabtu.
Lagat menyampaikan opsi pertama, yaitu menetapkan siswa yang diterima sesuai rombongan belajar atau rombel dan rencana daya tampung sekolah berdasarkan petunjuk teknis yang berlaku.
Kemudian, mengalihkan siswa yang belum tertampung ke sekolah lain meski dengan konsekuensi jauh, lalu tidak menerima/menambah kelas shifting dan online.
"Selanjutnya, tidak menambah siswa untuk kelas yang belum layak (tidak memadai sarana dan prasarananya), serta tidak menambah siswa dengan menggunakan laboratorium sebagai kelas," ungkap Lagat.
Sedangkan opsi kedua, yakni mengoptimalkan penerimaan siswa dengan memaksimalkan daya tampung kelas meski melebihi ketentuan di atas 36 orang, dengan memperhatikan kelayakan maksimal 44 orang per kelas.
Berikutnya, menegosiasikan siswa yang belum tertampung ke sekolah swasta dengan pembiayaan yang lebih ringan.
Terakhir, Lagat menegaskan bahwa Ombudsman Kepri akan terus memantau perkembangan di lapangan dan siap mengambil tindakan yang tegas terhadap perbuatan maladministrasi yang terjadi dalam PPDB ini.
“Kami akan merekomendasikan pemberian sanksi kepada pihak-pihak yang terbukti melakukan penyimpangan,” ujar Lagat.
Secara terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kepri Andi Agung mengatakan PPDB di Kepri berjalan aman dan lancar, namun di beberapa sekolah tingkat SMA/SMK masih terjadi penumpukan siswa baru, terutama di Kota Batam.
Sekolah setingkat SMK Negeri di Batam, misalnya di SMKN 1, SMKN 5, SMKN 6, dan SMKN 7 mengalami penumpukan siswa baru, sehingga kemungkinan akan dilakukan opsi pemadatan siswa per kelas yang mencapai 36 sampai 40 orang.
"Namun, kami masih memetakan data kelebihan siswa di sekolah tersebut, karena bisa saja siswa baru yang tidak tertampung di sekolah itu dialihkan ke sekolah lainnya," ujar Andi.
Penumpukan pendaftar siswa baru di empat SMK Negeri itu dipicu pola pikir orangtua yang kukuh memaksakan kehendak mereka agar anak-anaknya bisa bersekolah di sekolah tersebut sebab dianggap sebagai sekolah favorit.
Kondisi berbeda kemudian dialami beberapa sekolah tingkat SMA Negeri di Batam karena masih kekurangan pendaftar siswa baru, seperti di SMAN 26 tersisa 97 kursi kosong. Hal ini disebabkan lebih banyak siswa baru yang mendaftar di SMAN 3.
Kemudian di SMAN 24 masih menyisakan 136 kursi kosong, karena siswa baru dominan mendaftar di SMAN 1. Demikian pula dengan SMAN 4 dan SMAN 15, yang masing-masing mengalami kekurangan 30 dan 15 siswa baru.
Padahal fasilitas penunjang di empat SMA Negeri tersebut sudah memadai, namun tetap saja ada orang tua yang tidak ingin mendaftarkan anaknya di sekolah tersebut.
"Permasalahan ini perlu menjadi bahan evaluasi PPDB tahun berikutnya supaya siswa baru tidak hanya menumpuk di sekolah-sekolah tertentu," kata dia.
Terlepas dari persoalan yang ada, Andi memastikan seluruh anak tetap bersekolah, artinya tak ada yang tidak tertampung di SMA/SMK yang menjadi kewenangan mereka.
Dinas pendidikan juga mengapresiasi orangtua yang tidak memaksakan anaknya bersekolah di sekolah tertentu yang dianggap sebagai sekolah favorit.
"Sekarang tak ada lagi istilah sekolah favorit, karena semua sekolah sama saja dengan fasilitas dan sarana prasarana pendidikan yang merata," katanya pula.*
"Dari hasil pengawasan kami, masih banyak orang tua memaksakan anaknya bersekolah di tempat yang diinginkan (favorit) padahal sudah diterima di sekolah lain, sehingga kami memberikan dua opsi terkait persoalan ini," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri Lagat Siadari dihubungi dari Tanjungpinang, Sabtu.
Lagat menyampaikan opsi pertama, yaitu menetapkan siswa yang diterima sesuai rombongan belajar atau rombel dan rencana daya tampung sekolah berdasarkan petunjuk teknis yang berlaku.
Kemudian, mengalihkan siswa yang belum tertampung ke sekolah lain meski dengan konsekuensi jauh, lalu tidak menerima/menambah kelas shifting dan online.
"Selanjutnya, tidak menambah siswa untuk kelas yang belum layak (tidak memadai sarana dan prasarananya), serta tidak menambah siswa dengan menggunakan laboratorium sebagai kelas," ungkap Lagat.
Sedangkan opsi kedua, yakni mengoptimalkan penerimaan siswa dengan memaksimalkan daya tampung kelas meski melebihi ketentuan di atas 36 orang, dengan memperhatikan kelayakan maksimal 44 orang per kelas.
Berikutnya, menegosiasikan siswa yang belum tertampung ke sekolah swasta dengan pembiayaan yang lebih ringan.
Terakhir, Lagat menegaskan bahwa Ombudsman Kepri akan terus memantau perkembangan di lapangan dan siap mengambil tindakan yang tegas terhadap perbuatan maladministrasi yang terjadi dalam PPDB ini.
“Kami akan merekomendasikan pemberian sanksi kepada pihak-pihak yang terbukti melakukan penyimpangan,” ujar Lagat.
Secara terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kepri Andi Agung mengatakan PPDB di Kepri berjalan aman dan lancar, namun di beberapa sekolah tingkat SMA/SMK masih terjadi penumpukan siswa baru, terutama di Kota Batam.
Sekolah setingkat SMK Negeri di Batam, misalnya di SMKN 1, SMKN 5, SMKN 6, dan SMKN 7 mengalami penumpukan siswa baru, sehingga kemungkinan akan dilakukan opsi pemadatan siswa per kelas yang mencapai 36 sampai 40 orang.
"Namun, kami masih memetakan data kelebihan siswa di sekolah tersebut, karena bisa saja siswa baru yang tidak tertampung di sekolah itu dialihkan ke sekolah lainnya," ujar Andi.
Penumpukan pendaftar siswa baru di empat SMK Negeri itu dipicu pola pikir orangtua yang kukuh memaksakan kehendak mereka agar anak-anaknya bisa bersekolah di sekolah tersebut sebab dianggap sebagai sekolah favorit.
Kondisi berbeda kemudian dialami beberapa sekolah tingkat SMA Negeri di Batam karena masih kekurangan pendaftar siswa baru, seperti di SMAN 26 tersisa 97 kursi kosong. Hal ini disebabkan lebih banyak siswa baru yang mendaftar di SMAN 3.
Kemudian di SMAN 24 masih menyisakan 136 kursi kosong, karena siswa baru dominan mendaftar di SMAN 1. Demikian pula dengan SMAN 4 dan SMAN 15, yang masing-masing mengalami kekurangan 30 dan 15 siswa baru.
Padahal fasilitas penunjang di empat SMA Negeri tersebut sudah memadai, namun tetap saja ada orang tua yang tidak ingin mendaftarkan anaknya di sekolah tersebut.
"Permasalahan ini perlu menjadi bahan evaluasi PPDB tahun berikutnya supaya siswa baru tidak hanya menumpuk di sekolah-sekolah tertentu," kata dia.
Terlepas dari persoalan yang ada, Andi memastikan seluruh anak tetap bersekolah, artinya tak ada yang tidak tertampung di SMA/SMK yang menjadi kewenangan mereka.
Dinas pendidikan juga mengapresiasi orangtua yang tidak memaksakan anaknya bersekolah di sekolah tertentu yang dianggap sebagai sekolah favorit.
"Sekarang tak ada lagi istilah sekolah favorit, karena semua sekolah sama saja dengan fasilitas dan sarana prasarana pendidikan yang merata," katanya pula.*