Karimun (Antaranews Kepri) - Legislator dari Partai Golkar, Muhamad Asyura mempertanyakan langkah 27 anggota DPRD Karimun yang mengadukan dirinya ke Badan Kehormatan terkait pelanggaran disiplin kedinasan.

"Saya menilai mereka tidak mengerti hukum karena permasalahan ini menyangkut proses hukum yang saya tempuh sejak 2016," kata Muhamad Asyura di Tanjung Balai Karimun, Selasa.

Muhamad Asyura mengatakan pengaduan 27 anggota DPRD Karimun ke BK tersebut tidak punya dasar. Dia juga menyebutkan ketidakhadirannya secara fisik dalam rapat-rapat paripurna tidak bisa disebut pelanggaran disiplin kedinasan, karena ada sebab akibat yang harus dirunut dari awal.

Baca juga: 27 anggota DPRD adukan Asyura ke BK

"Saya memang mengisi absen kehadiran rapat paripurna, tapi saya duduk di belakang atau berada di luar. Ini saya lakukan karena gugatan ke PTUN belum putus. Makanya, dalam absen saya tulis, saya masih dalam proses hukum atau menunggu kasasi," kata Asyura.

Dia menjelaskan, gugatan yang diajukannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara terkait pemberhentian dirinya sebagai Ketua DPRD Karimun, berdasarkan SK Gubernur Kepri No 1768 tertanggal 4 Mei 2016 yang ditandatangani Nurdin Basirun yang saat itu menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Kepri.

"Di satu sisi proses hukum saya belum selesai. Di sisi lain, saya tidak diizinkan memimpin rapat-rapat layaknya seorang ketua, bahkan kantor saya dikunci dari luar," katanya.

Sejak SK pemberhentian dirinya sebagai Ketua DPRD Karimun terbit, Asyura mengaku tidak boleh memimpin rapat paripurna, namun dia tetap mengisi absensi sebagai bukti bahwa dirinya masih melaksanakan tugas-tugas kedinasan sebagai wakil rakyat.

"Kalau saya hadir dan duduk bersama anggota dewan yang lain, sama saja menjilat ludah sendiri karena saya menggugat ke PTUN terkait pemberhentian saya sebagai pimpinan," kata dia.

Asyura mengaku dizalimi dengan mosi tidak percaya 21 anggota DPRD Karimun pada 2015, yang menjadi pemicu terbitnya SK pemberhentian dirinya oleh Gubernur Kepri. Menurut dia, mosi tidak percaya tersebut tidak diatur dalam UU MD3, dan tidak bisa dijadikan dasar pemberhentian unsur pimpinan dewan.

"Kalau mau berpolitik, berpolitik santun lah. Coba kalau terjadi pada mereka, apa tidak malu anak-anak dan istri mereka? Inilah yang saya alami, istri dan anak saya merasa malu dan tertekan dengan masalah ini," tuturnya.

Kuasa hukum Muhamad Asyura, Jefrianto TM Simanjuntak mengatakan, pelanggaran kedisiplinan yang dituduhkan kepada kliennya tidak punya dasar.

"Selama dua tahun itu, proses hukum sedang berjalan. Secara hukum, ketika prosesnya sedang bergulir, maka secara otomatis status a quo. Klien kami tetap ketua dewan, sambil menunggu keputusan akhir," kata dia.

Dia mengatakan sesuatu yang tepat jika kliennya mengisi absensi kehadiran namun tidak menghadiri rapat paripurna atau rapat-rapat alat kelengkapan dewan lain.

"Sikap klien kami merupakan sikap menghormati hukum. Seharusnya pimpinan dewan juga menghormati hukum, karena klien saat ini mengajukan gugatan ke PTUN," kata dia.

Pewarta : Rusdianto
Editor : Kabiro kepri
Copyright © ANTARA 2024