Jakarta (ANTARA) - Amnesty Internasional Indonesia mengingatkan pemerintah agar benar-benar memberikan perlindungan kepada tenaga kesehatan yang menangani COVID-18 di lapangan dan tidak hanya dalam pernyataan.

"Kematian akibat corona sangat tinggi. Tidak cukup pernyataan di depan layar media, tapi pelaksanaan lapangan. Instruksi perlindungan harus sampai ke unit-unit terkecil layanan kesehatan di tiap daerah. Hingga kini hak-hak mereka belum terpenuhi," kata Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.



Meskipun Presiden RI Joko Widodo pada 19 Maret 2020 telah memerintahkan dilakukan perlindungan maksimal kepada para pekerja kesehatan yang melayani pasien positif COVID-19, Usman mengatakan para tenaga medis belum memperoleh kejelasan dan kepastian perlindungan.

Selain itu, yang menjadi keprihatinannya adalah kebijakan soal tes massal untuk COVID-19 yang diumumkan Presiden, di saat pekerja kesehatan belum mendapat perlindungan.

Untuk itu, Amnesty International Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) mengajak masyarakat untuk menandatangani petisi untuk melindungi hak-hak para tenaga medis yang menangani COVID-19.

Hingga kini, hampir 2.000 warga menandatangani petisi mendesak Presiden Joko Widodo untuk memberi perlindungan memadai untuk tenaga medis.

Usman mengatakan para pendukung petisi berasal dari berbagai daerah dan berbagai kalangan termasuk tenaga medis.

Menurut dia, hal itu menunjukkan tenaga medis menilai pemerintah belum mendengar tenaga medis yang hak-haknya terabaikan.

"Pemenuhan hak asasi pekerja kesehatan adalah langkah penting bagi keselamatan bersama dari wabah yang menelan 25 korban meninggal dunia di Indonesia dan tampaknya masih akan bertambah itu," kata dia.



Pewarta : Dyah Dwi Astuti
Editor : Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2024