Menko Polhukam ungkap "penyakit" saat pemilu yang harus diantisipasi

id Mahfud MD,Kementerian Polhukam Ri,Pemilu 2024,Politik Uang,Menko Polhukam

Menko Polhukam ungkap "penyakit" saat pemilu yang harus diantisipasi

Tangkapan layar - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam Forum Diskusi Sentra Gakkumdu dipantau melalui kanal YouTube Kemenko Polhukam RI, Jakarta, Selasa (8/8/2023). ANTARA/Narda Margaretha Sinambela

Jakarta (ANTARA) -
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan sejumlah penyakit saat pemilu yang harus diantisipasi dari sekarang.
 
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum UII itu, penyakit pertama adalah politik uang dengan membeli dukungan suara yang dapat dibeli secara borongan maupun eceran.
 
"Politik uang adalah upaya memenangkan pemilu melalui pembelian dukungan," ujar Mahfud MD dalam Forum Diskusi Sentra Gakkumdu, sebagaimana dipantau secara daring melalui kanal YouTube Kemenko Polhukam RI, Jakarta, Selasa.
 
Ia mengatakan pembelian suara secara borongan dapat melalui botoh ataupun pejabat di desa, kecamatan hingga KPU. Walaupun KPU merupakan lembaga independen, sambung dia, anggotanya berada sampai ke daerah.
 
"Banyak di KPU meski sudah independen, karena KPU bukan hanya di Jakarta. Itu ada sampai ke daerah bahkan tingkat TPS itu orang KPU semuanya," jelasnya.

Baca juga: RRI dan KPU Batam sosialisasi gerakan cerdas memilih ke pekerja
 
Sementara itu, pembelian suara secara eceran biasanya disebut sebagai serangan fajar. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan KPK ditemukan peningkatan volume terjadinya korupsi itu selalu sejalan dengan pelaksanaan pemilu dan pilkada.
 
"Kalau berdasarkan hasil penelitian itu, korupsi-korupsi itu terjadi pada tahun 2003 dan 2004, kemudian 2008 dan 2009, itu menjelang pemilu. 2014, 2018, 2019, dan mudah-mudahan ini menurun tahun 2023 dan 2024," harap dia.
 
Ia menilai ketika pemilu dan pilkada belum serentak, maka tampak jelas peningkatan korupsi. Sebab, pemilu selalu diiringi dengan terjadinya upaya korupsi atas keuangan negara.
 
"Di situlah sebabnya penangkapan-penangkapan banyak terjadi menjelang pemilu," ucap Mahfud.
 
Lalu, penyakit kedua ialah hoaks atau berita bohong yang isinya menimbulkan perpecahan. Padahal, lanjut Mahfud, pemilu adalah ekspresi demokrasi dan demokrasi akan menjadi liar serta merusak masyarakat kalau tidak ada nomokrasi.
 
"Kami akan tegakkan, siapa yang memain-mainkan demokrasi maka nomokrasi akan ditegakkan kepadanya. Tidak bisa atas nama demokrasi orang memecah-belah kehidupan bangsa dan negara kita," tegasnya.

Baca juga: Mahfud MD menegaskan bahwa pelaksanaan Pemilu 2024 dilaksanakan sesuai jadwal

Sementara itu di berita sebelumnya, diungkapkan bahwa Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menilai Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dapat mengantisipasi pelanggaran yang terjadi dalam Pemilu 2024.
"Kita harus antisipasi agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang bisa membatalkan dan menodai pelaksanaan pemilu. Oleh sebab itu, perangkat hukum kita menentukan perlu adanya penegakan hukum secara terpadu," ujar Mahfud MD dalam Forum Diskusi Sentra Gakkumdu, sebagaimana dipantau secara daring melalui kanal YouTube Kemenko Polhukam RI, Jakarta, Selasa.
 
Menurut dia, Gakkumdu dan instrumen hukum yang lain diperlukan dalam pelaksanaan pemilu untuk mengawal demokrasi dan nomokrasi. Ia menjelaskan demokrasi adalah proses mencari kemenangan, sedangkan nomokrasi adalah proses mencari benar.

"Demokrasi itu menang-menangan, nomokrasi penegakan kebenaran atas yang menang," jelasnya.
Mahfud menegaskan pemilu merupakan salah satu implementasi paling penting dalam pelaksanaan demokrasi. Adapun tujuannya untuk memberikan dan menjamin penggunaan hak konstitusional setiap warga negara agar menggunakan hak-haknya dalam kehidupan bernegara.
 
"Dalam konstitusi RI itu, UUD 1945 begitu penting soal pemilu ini sehingga diatur dengan sekurang-kurangnya di dalam 4 pasal," tambah dia.
 
Ia menyebutkan bahwa Pasal 22 E ayat (1) mengatakan bahwa "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali". Kemudian, Pasal 22 E ayat (5) berbunyi "Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri".
 
Guru Besar Fakultas Hukum UII itu mengungkapkan aturan baru tersebut berbeda dari konstitusi yang lama. Sebab, konstitusi lama tidak menyebutkan Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
 
"Dulu (hanya) ada kata langsung, umum, bebas, rahasia, tetapi tidak jujur dan adil. Sehingga, dimasukkan sekarang langsung, umum, bebas dan rahasia harus ada dalam konstitusi dan harus dilaksanakan secara jujur dan adil," tegas Mahfud.
 
Untuk itu, dibentuk suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) di luar struktur pemerintahan atau lembaga eksekutif yang dipimpin oleh presiden. Menurut Mahkamah Konstitusi, KPU bersama Bawaslu dan DKPP adalah institusi negara yang dipimpin lembaga eksekutif, tapi bukan bagian dari lembaga yang dipimpin presiden.
 
Apabila ada kesalahan dalam pemilu yang digugat ialah KPU, karena pemerintah hanya memfasilitasi pemilu. Hal ini juga agar KPU menjadi lembaga independen.
 
"Bahkan ada dalam pasal 24 C UUD 1945 tentang adanya MK, jika pemilu sudah dilaksanakan kok masih ada kecurangan tentang hasilnya. Karena proses yang tidak benar, maka negara menyediakan sebuah mahkamah bernama MK yang dulu tidak pernah ada," katanya.

Baca juga: Mahfud MD menegaskan bahwa pelaksanaan Pemilu 2024 dilaksanakan sesuai jadwal


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mahfud MD ungkap "penyakit" saat pemilu

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE