Akademisi minta Bawaslu mitigasi pelanggaran netralitas ASN

id Netralitas ASN,Bawaslu, politik, pemilu, pilpres, pilpres 2024

Akademisi minta Bawaslu mitigasi pelanggaran netralitas ASN

Ilustrasi - Pelantikan ASN di lingkungan Pemprov Kepri tahun 2022. (Ogen)

Tanjungpinang (ANTARA) - Akademisi Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Suryadi, meminta Badan Pengawas Pemilu(Bawaslu) melakukan upaya mitigasi secara konkret untuk mencegah pelanggaran netralitas aparatur sipil negara(ASN) di Pemilu dan Pilkada 2024.

Menurutnya meskipun Kepri tidak masuk dalam daftar daerah paling rawan pelanggaran netralitas ASN secara nasional, namun persoalan itu tetap harus diantisipasi oleh penyelenggara Pemilu, terutama Bawaslu.

"Tak ada salahnya, Bawaslu melibatkan partisipasi perguruan tinggi guna melakukan mitigasi bagaimana kondisi netralitas ASN di Kepri," kata Suryadi di Tanjungpinang, Senin.

Suryadi mengatakan pelanggaran netralitas ASN masih mengkhawatirkan sekaligus menjadi kerisauan secara nasional jelang Pemilu dan Pilkada 2024.

Hal itu berkaca pada data Bawaslu di Pemilu 2019, dari total 999 kasus yang melibatkan netralitas ASN, sekitar 89 persen direkomendasikan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Berikutnya di Pilkada 2020, dari total 1.536 kasus netralitas ASN yang diproses Bawaslu, sekitar 91 persen direkomendasikan ke KASN.

"Artinya dari jumlah kasus netralitas ASN yang ditangani Bawaslu, 89 persen di Pemilu dan 91 persen di Pilkada, terbukti bersalah," ujarnya.

Menurutnya angka pelanggaran netralitas ASN tersebut sangat tinggi, yang mana trennya lebih mengkhawatirkan pada saat Pilkada, karena barangkali dipengaruhi faktor kedekatan ASN dengan calon kepala daerah incumbent lebih intensif dibandingkan Pemilu.

Padahal, kata Suryadi, regulasi yang mengatur terkait netralitas ASN di Indonesia sudah komplit, antara lain Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, lalu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, dan Undang-Undang Nomor 7 2017 tentang Pemilu.

Bahkan, belum lama ini pemerintah kembali menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait bagaimana seharusnya sikap seorang ASN dalam menghadapi pesta demokrasi.

Ia juga mendorong agar sanksi bagi ASN melanggar netralitas Pemilu maupun Pilkada ke depan lebih dipertegas agar timbul kesadaran secara nasional bahwa ASN harus menjunjung tinggi nilai-nilai demokratisasi.

Selain itu, ia menekankan pentingnya upaya preventif secara masif yang perlu disampaikan Bawaslu kepada ASN, bahwa etika dan moral ASN dipertaruhkan ketika tak netral dalam pesta demokrasi.

Dia pun meminta Bawaslu mengingatkan kontestan yang maju pada Pemilu atau Pilkada 2024 supaya tidak melibatkan ASN, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendukung mereka.

Justru kontestan harus menunjukkan kalau mereka tidak membutuhkan dukungan dari ASN, tapi bagaimana meyakinkan ASN bahwa mereka akan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat.

"Dari beberapa kali dialog dengan ASN khususnya pejabat eselon II, yang menjadi kekhawatiran kenapa mereka tidak netral, yaitu takut tersisih dari gerbong kepemimpinan si A atau si B," ungkap Suryadi.

Lebih lanjut Suryadi menyarankan Bawalsu lebih intensi melakukan sosialisasi netralitas kepada ASN, sebab tidak sedikit dari mereka yang buta terhadap aturan ragu boleh dan tidak boleh dalam mengaktualisasikan regulasi ASN dalam perhelatan Pemilu.

Bawaslu perlu membuat buku saku ataupun memperbanyak flyer yang menjelaskan tentang potensi pelanggaran netralitas ASN beserta sanksinya, sehingga akan menambah khazanah pengetahuan ASN secara kolektif dan kesadaran.

"Dengan begitu, mudah-mudahan tingginya angka pelanggaran netralitas ASN di Pemilu sebelumnya, mengalami penurunan pada Pemilu 2024," demikian Suryadi.

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE