Tanjungpinang (ANTARA) - Ribuan pengunjung memadati Vihara Dharma Sasana yang kini sudah berusia sekitar 300 tahun di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), pada hari raya Imlek 2576 tahun 2025.
Vihara tersebut berada persis di kawasan pesisir Kelurahan Senggarang, Kecamatan Tanjungpinang Kota.
Dari pusat kota menuju vihara itu bisa ditempuh melalui jalur darat dan laut, masing-masing memakan waktu sekitar 30 menit dan 10 menit saja.
"Hari ini pengunjung kurang lebih 1.000 orang, mayoritas warga Tionghoa yang melaksanakan sembahyang Imlek," kata salah seorang petugas jaga Vihara Dharma Sasana Petrus, Rabu.
Jumlah pengunjung diprediksi akan terus bertambah hingga dua hari berikutnya, karena sembahyang Imlek di vihara ini digelar selama tiga hari, mulai tanggal 29 hingga 31 Januari 2025.
Pihak Vihara Dharma Sasana juga tidak membatasi jumlah warga Tionghoa yang hendak melaksanakan sembahyang Imlek di vihara tersebut.
Demikian pula dengan warga selain keturunan Tionghoa yang ingin berkunjung ke vihara tertua di Tanjungpinang itu, misalnya umat Muslim yang datang sekadar untuk mengisi hari libur Imlek.
"Dari dulu, siapapun boleh datang ke sini. Tak hanya saat perayaan Imlek, hari-hari biasa pun ramai pengunjung kemari untuk berekreasi," ujar Petrus.
Pengunjung yang datang ke Vihara Dharma Sasana tidak dikenakan biaya, namun diimbau tetap harus menjaga ketertiban dan keamanan bersama dengan tidak membuang sampah sembarangan, karena vihara tersebut sangat dijaga dan dirawat dengan baik oleh pihak pengurus.
Pada perayaan Imlek, pihak vihara turut menyediakan fasilitas penunjang bagi warga Tionghoa yang akan melakukan sembahyang Imlek, seperti dupa yang dibakar pada saat sembahyang.
"Pengunjung Tionghoa bisa menggunakan dupa di vihara untuk sembahyang, lalu menyumbangkan uang seikhlasnya untuk kebutuhan operasional vihara," ucap Petrus.
Ramainya pengunjung di Vihara Dharma Sasana pada hari raya pertama Imlek 2025, juga dimanfaatkan oleh para pedagang kaki lima (PKL) untuk berjualan di area vihara menggunakan meja dan tenda seadanya. Mereka menjual aneka jenis kuliner, minuman, hingga permainan anak-anak.
Secara terpisah, Dedi Arman selaku Peneliti Pusat Riset Kewilayahan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan Vihara Dharma Sasana diyakini sebagai vihara tertua di Tanjungpinang.
Vihara itu dibangun sekitar abad ke-18 atau 300-an tahun silam, semasa Yang Dipertuan Muda Riau (YMDR) II (Daeng Celak, 1728-1748).
Vihara ini menampilkan arsitektur kolonial dan ragam hias China dengan atap berbentuk pelana. Keberadaan klenteng ini merupakan bukti eksistensi warga Tonghoa di daerah ini sejak zaman Kerajaan Riau dulu.
Komplek vihara tersebut memiliki empat bangunan utama. Tiga di antaranya merupakan kelenteng dan merupakan bangunan awal, berada pada bagian depan kompleks menghadap ke laut.
Bangunan yang keempat berada di bagian belakang klenteng pada tanah lebih tinggi. Tiga bangunan klenteng pada bagian depan diperuntukkan bagi dewa-dewa China.
Nama ketiga klenteng tersebut antara lain, klenteng Fu De Zheng Shen, dewa yang terdapat pada klenteng ini adalah Dewa Phe Kong yaitu dewa bagi keselamatan di daratan, dalam hal ini bagi wilayah Senggarang.
Klenteng yang kedua adalah Tian Hou Sheng Mu yang terdapat tiga buah dewa, berada di tengah adalah dewa Ma Chou yaitu dewa untuk keselamatan dalam perjalanan di laut, di kiri dan kanan adalah dewa Phe Kong dengan sebutan Lou Wei Sheng (berada di kanan diperuntukkan bagi keselamatan orang yang sudah mati) dan To Po Kong (di kiri diperuntukkan bagi keselamatan mereka yang di darat).
Klenteng ketiga adalah klenteng Yuan Tien Shang Di, di dalamnya juga terdapat dewa Phe Kong.
"Sedangkan bangunan pada bagian belakang diperuntukkan bagi Sang Buddha Amitabbha, merupakan bangunan baru," kata Dedi Arman.
Komentar