Batam (Antara Kepri) - Real Estat Indonesia Batam mempertanyakan insentif yang diberikan kepada industri properti dalam pelaksanaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), setelah Batam bertransformasi dari Kawasan Perdagangan Bebas Pelabuhan Bebas menjadi KEK.
"Yang dibicarakan adalah KEK, sedangkan pemukiman bukan KEK, terus terang ini menjadi pertanyaan," kata Ketua REI Khusus Batam Djaja Roeslim di Batam Kepulauan Riau, Selasa.
Selama ini dalam pelaksanaan Kawasan Perdagangan Bebas Pelabuhan Bebas Batam, pengembang mendapatkan fasilitas bebas bea masuk untuk material bangunan. Namun, dalam pelaksanaan KEK, belum ada kepastian insentif yang sama.
Bila industri properti tidak mendapatkan fasilitas bebas bea masuk, maka dipastikan harga rumah di Batam akan melonjak, mengingat banyak bahan material yang diimpor dari Singapura.
"Besi masih impor, material lain ada yang dari lokal seperti batu granit, tapi bersaing dengan Singapura," katanya.
"Itu makanya harga properti di Batam sangat bergantung dengan kurs Singapura," ujar Djaja menambahkan.
Ia berharap pemerintah tidak mengubah fasilitas PBPB untuk pemukiman, meski nantinya kebijakan KEK berlaku sepenuhnya. Karena yang berkembang di Batam tidak hanya industri manufaktur yang berkembang di kawasan industri.
"Kami harap sebenarnya minimal kondisi ini tidak berubah, bebas pajak, bebas PPnBM dan bea masuk. Status FTZ Batam," katanya.
Sementara itu, Dewan Pertimbangan REI Khusus Batam, Onward Siahaan menyatakan pelaksanaan KEK membuat status pemukiman di Batam sama dengan daerah lain di Indonesia.
KEK, kata dia, hanya memberikan kekhususan untuk industri yang berada di kawasan itu.
"Untuk pemukiman, jadi sama dengan pemukiman lain di Indonesia. Ketika mendatangkan barang, akan sama, tidak akan ada fasilitas lain seperi PBPB," kata dia. (Antara)
Editor: Rusdianto
Komentar