Pengalaman Berharga Dikirim ke Jerman

id Pengalaman Berharga Dikirim ke Jerman

Pengalaman Berharga Dikirim ke Jerman

Herlina Dwi Kurnia (Foto: Larno)

sistem pendidikan di Jerman sudah sangat maju dan terintegrasi meskipun masih menggunakan papan tulis dengan kapur tulis
Tak pernah terbesit dalam benak Herlina Dwi Kurnia, seorang guru SMKN 2 Batam yang memperoleh kesempatan langka bisa dikirim dalam program pertukaran guru ke Jerman pada akhir 2013.

Wanita asal Tanjung Uban, Pulau Bintan yang menjadi tenaga pengajar di SMKN 2 Batam sejak 2009 tersebut sempat tidak percaya saat dipanggil Kepala Sekolah untuk mewakili Batam dalam program itu.

"Semapat tidak percaya, perasaan campur aduk. Karena ada suami yang harus ditinggal dan bahasa yang belum dikuasai," kata wanita berkacamata tersebut saat ditemui di SMKN 2 Batam, Kamis (21/7).

Namun dia akhirnya setuju untuk mengambil kesempatan tersebut bersama dua orang lain yang berangkat bersama-sama ke Jerman meskipun beda penempatan.

"Waktu itu September sampai akhir Desember 2013. Jadi sekitar tiga bulan disana," kata wanita lulusan SMKN 1 Tanjungpinang.

Sebelum berangkat, kata dia, ada persiapan sekitar tiga bulan termasuk untuk belajar bahasa Jerman, mengurus segala hal yang dibutuhkan untuk ke Jerman.

"Awalnya hampir batal, karena saat di Kementerian Luar Negeri disampaikan paspor yang ada hanya paspor dinas kepresidenan. Padahal kami sudah membeli tiket untuk penerbangan hari berikutnya, akhirnya hangus karena permasalahan tersebut," kata dia.

Lulusan terbaik STIEPAR Yapari-Aktripa Bandung 2007 tersebut akhirnya berangkat dari Batam menuju Singapura transit di Qatar sebelum sampai di Jerman.

"Untungnya saya sempat dijemput dengan teman yang lebih dulu disana. Jadi tidak begitu binggung lagi," kata wanita kelahiran 1983 tersebut.

Saat pertama datang ke sekolah SMK berbasis pariwisata di Jerman yang menjadi tujuan, hal pertama yang dilihat adalah siswa-siswa SMK di Jerman usianya rata-rata sudah diatas 18 tahun.

"Jadi siswa SMK disana itu juga bekerja. Mereka bekerja dengan gaji sekitar 60 Euro setiap bulan dan disekolahkan gratis oleh pemerintah. Jadi bukan sekolah sambil bekerja, namun bekerja dan wajib sekolah," kata dia.

Wanita yang nampak ceria tersebut mengatakan, sistem pendidikan di Jerman sudah sangat maju dan terintegrasi meskipun masih menggunakan papan tulis dengan kapur tulis. Siswa di Jerman juga sangat aktif bertanya, beda dengan murid-murid di Indonesia.

Ia mengatakan sempat kaget karena pada negara semaju itu masih menggunakan papan tulis hitam dengan kapur tulis layaknya pada sekolah-sekolah di Indonesia.

"Sistem pendidikannya terpusat. Jadi ada program pemerintah disampaikan ke sekolah. Selanjutnya guru-guru mempelajari dan menyampaikannya pada murid. Jadi tidak usah membuat RPP sendiri-sendidi seperti di Indonesia. Sekolah disana menjalankan program pemerintah," kata dia.

Ia mengatakan, salah satu hal yang saat ini diterapkan di SMKN 2 Batam, ialah pengelolaan MICE dalam membuat suatu kegiatan.

"Pengelolaan MICE tersebut salah satunya mengajari siswa bagaimana menyusun program kegiatan untuk sebuah pertunjukan layaknya EO. Dalam dua tahun terakhir siswa-siswa kami bisa menyusun program dan membuat kegiatan sendiri. Hasilnya sangat bagus," kata wanita berhijab itu.

Hal lain yang ia pelajari adalah budaya masyarakat Jerman yang sangat tertib, saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

"Awalnya mereka mengetahui Indonesia hanya Bali saja. Makanya dalam beberapa kesempatan saya memaparkan mengenai Indonesia secara keseluruhan hingga kebudayaan yang ada di Indonesia. Tujuannya agar masyarakat Jerman tahu bahwa Indonesia tersebut besar dan memiliki adat dan budaya yang beraneka ragam. Indonesia bukan Bali saja," kata Herlina.

Ia mengatakan salah satu penghargaan yang luar biasa adalah saat shalat Idul Fitri. Di Jerman shalat di masjid hanya dilakukan oleh laki-laki.

"Saya wanita sendiri di sana. Akhirnya mereka membuatkan sekat agar saya tetap bisa shalat. Mereka juga menjamu saya setelahnya. Jadi itu sebuah bentuk toleransi yang luar biasa bagi saya," kata dia.

Pada sela-sela kegiatan yang dilaksanakan di Jerman, wanita asli Bintan tersebut juga menyempatkan diri mengunjungi beberapa negara lain di Eropa termasuk dua kali ke Paris, Perancis. (Antara)

Editor: Evy R. Syamsir


Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE