Marsetio : Laut China Selatan Berpotensi Konflik

id Marsetio,Laut,China,Selatan,potensi,seminar,tanjungpinang,Konflik

Sebab Laut China Selatan adalah pootensi konflik yang paling mungkin dihadapi negara-negara di dunia, terkait disana ada keinginan dari China menguasai kos angkut untuk mengimbangi hegemoni Amerika Serikat di kasawan Asia Pasifik
Tanjungpinang (Antara Kepri) - Laksamana TNI (Purn) Dr. Marsetio, MM mengatakan dalam setiap seminar bertaraf internasional di seluruh negara pasti mengangkat situasi Laut China Selatan yang kerap berpotensi terjadinya konflik.

"Sebab Laut China Selatan adalah pootensi konflik yang paling mungkin dihadapi negara-negara di dunia, terkait disana ada keinginan dari China menguasai kos angkut untuk mengimbangi hegemoni Amerika Serikat di kasawan Asia Pasifik," kata Marsetio saat seminar bilateral bertajuk Penegakan Hukum di perairan Zona Ekonomi Eklusif dan Kepulauan, di Hotel Aston, Tanjungpinang, Kamis.

Untuk itu, lanjut Marsetio, dengan diadakannya seminar yang dikemas didalam "Focus Group Discussion" antara beberapa negara tetangga Indonesia seperti Singapura, Malaysia, Philipina bersama Kedutaan Besar (Kedubes) Perancis di Jakarta yang dilaksanakan Universitas Maritim Raja Ali haji Tanjungpinang akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah nantinya.

"Konsen dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Philiphina, ini adalah salah satu konsen negara-negara kawasan, pengembangan situasi terhadap kondisi Laut Cina Selatan dari geo politik, geo ekonomi dan geo maritim yang ada dimana kemudian dikemas menjadi maritime good governance," ujarnya.

Ia menjelaskan Indonesia adalah salah satu negara maritim terbesar di dunia, dengan luas wilayah laut 5,8 juta kilometer persegi, sedangkan wilayah daratnya hanya 1,9 juta kilometer persegi. Garis pantai Indonesia panjangnya 92 ribu kilometer, membuatnya terpanjang kedua setelah Kanada.

Negara ini adalah negara kepulauan terbesar di dunia, karena sekitar 70 persen dari total wilayahnya adalah perairan, dan memiliki 17.480 pulau.

Lebih jauh, doktor lulusan Universitas Gajah Mada itu menjelaskan kondisi konflik Laut Cina Selatan yang menjadi pantauan semua kalangan dunia, yakni adalah sisi geo ekonomi. Amerika ingin menjaga, melanggeng hegemoni di kawasan pasifik dengan pendekatan militer, China dengan pendekatan ekonomi. 

"Maka hasil dari FGD, tulisan ini adalah sebuah rekomendasi nantinya tidak hanya ke pemerintah disetiap negara, akan tetapi juga ke ASEAN. Apa peran ASEAN terhadap menjaga stabilitas di kawasan Laut China selatan," ujarnya.

Ia menjelaskan, sikap hegemoni China dapat dilihat sepanjang tahun 2013 hingga 2017, China terus mendeklarasikan Laut China Selatan sebagai zona ekonomi eklusif. China juga mendapatkan dukungan dari 27 negara termasuk Indonesia, situasi tersebut menjadi pembahasan dalam FGD tersebut.

"Apapun masukan dalam FGD ini nantinya terpenting tentang masalah maritim, dari akademesi, cosguard malaysia, kedepan ketika kita menghadapi masalah yang cukup serius soal ZEE, kondisi hukum ZEE didasari Unclos China sudah meratifikasi belum meratifikasi United Nations Convention on the Law of the Sea 85," ujarnya. (Antara)

Editor: Rusdianto

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE