Asosiasi ajak PR hindari "spin doctor" politik

id Asosiasi perusahaan public relation,Spin doctor

Tak jarang `spin doctors` digunakan oleh praktisi PR tidak hanya untuk sebuah brand, korporasi, bahkan sudah meluas ke entitas politik dalam upaya menaikkan citra
Batam (Antaranews Kepri) - Asosiasi Perusahaan Public Relation Indonesia (APPRI) mengajak seluruh PR untuk menghindari praktik "spin doctor", terutama di tahun politik, demi menjaga kesatuan dan persatuan bangsa.

"Demi keutuhan NKRI maka mari kita berkomitmen untuk tidak melakukan `spin doctor` demi kepentingan pihak-pihak tertentu dan demi keuntungan semata," ajak Ketua Umum Asosiasi Perusahaan PR Indonesia (APPRI) Suharjo Nugroho, Sabtu.

"Spin Doctor" adalah individu yang memiliki kemampuan menguasai publik, menggerakkan massa dan menguasai media sekaligus sebagai konseptor politik yang bertujuan mempengaruhi massa.

Orang yang melakukan propaganda atau "spin doctor", berpotensi menyebarkan hoax yang berisiko memecah belah persatuan, dan tidak jarang bahkan hingga memicu perselisihan, terlebih lagi di tahun politik.

"Tak jarang `spin doctors` digunakan oleh praktisi PR tidak hanya untuk sebuah brand, korporasi, bahkan sudah meluas ke entitas politik dalam upaya menaikkan citra," kata dia.

Menurut dia, "spin doctor" yang sering digunakan dunia PR beda dengan model pencitraan tradisional yang selalu menghadirkan data dan fakta yang sebenarnya. "Spin Doctor", selain menggunakan fakta juga menggunakan data yang dimanipulasi, sehingga selain digunakan untuk menaikkan citra seseorang, juga digunakan melemahkan citra seseorang.

Karenanya ia meminta praktisi PR bersama-sama memerangi hoax dan tidak melakukan "spin doctor", meski PR bertugas untuk membangun kredibilitas, pencitraan dan kepercayaan publik kepada sebuah perusahaan atau orang tertentu.

"Bila PR tidak berkomitmen untuk memerangi hoax, maka sama saja membiarkan terjadinya perpecahan bangsa. Mulai tahun ini setelah pilkada berlalu, situasi bakal makin memanas jelang Pemilihan Presiden dan Anggota Legislatif 2019, karena semua berlomba-lomba melakukan pencitraan," kata dia.

Dalam tugasnya, praktisi atau konsultan humas ada yang bekerja membela satu pihak, sementara yang lain membela pihak lawan, karenanya perlu berpedoman pada etika PR yang membatasi.

"Agar tidak terjadi perang hoax dengan segala jurus tanpa ada batasan," kata dia.

Ia mengatakan praktik "spin doctor" di era digital adalah keniscayaan. Sering, dalam setiap peristiwa politik, selain pencitraan masyarakat disuguhkan oleh isu liar dan black campaign.

Sebelumnya, dalam forum diskusi yang digagas Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas), dengan Tema Public Relations Dalam Tahun Politik, Karo Multimedia Divhumas Polri, Brigjen Rikwanto mengajak praktisi PR untuk memerangi hoax. Sebab, hoax bisa memecah belah masyarakat.

"Polri meminta PR tidak hanya bisa melempar informasi semata kepada masyarakat. PR juga harus terbuka, apabila dimintai keterangan oleh masyarakat atau pihak tertentu terkait informasi yang sudah dipublikasikan," katanya.

Brigjen Rikwanto mengungkapkan, Polri mempunyai tim khusus untuk memberantas hoax. Jika dinilai bisa membahayakan, langsung dilakukan penyelidikan dan penindakan terhadap penyebar hoax.

"Apabila di situ sudah ada melanggar unsur pidana undang-undang ITE, pasal 27, 28, pasal 45 dan sebagainya nanti kita bisa telusuri terus, akhirnya dengan kemampuan penyidik kita kebanyakan bisa ditemukan," katanya.

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE