Jakarta (ANTARA) - Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Suharyanto, mengungkapkan bahwa regulasi teranyar Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2022 memberikan manfaat bagi Kabupaten Natuna, yang berbatasan dengan sejumlah negara.
Menurut dia, peraturan itu memberi dampak positif terhadap aspek keamanan, ekonomi, dan keberlanjutan lingkungan di Natuna.
“Saya bersyukur karena kita sudah bekerja sama (dengan kementerian/lembaga terkait), di antaranya sudah punya Perpres Nomor 41 Tahun 2022,” ucapnya dalam Bincang Bahari “Strategi Pemanfaatan Ruang Laut di Perairan Natuna” yang dipantau secara virtual di Jakarta, Selasa.
Kata dia, pemanfaatan ruang laut bisa dilakukan di dasar, permukaan, dan kolom laut.
Ia mengemukakan, di permukaan laut, dapat dimanfaatkan untuk pelayaran, budi daya keramba jaring apung, penangkapan ikan dengan pancing, dan jalur pelayaran rakyat.
Kemudian, ada pula yang mengambil keuntungan di kolom laut untuk penangkapan ikan dengan pancing, rehabilitasi terumbu karang, dan wisata bahari.
Pada dasar laut juga bisa dipakai untuk kegiatan pemasangan pipa kabel, deep sea bailing (tambang tailing ke dalam laut) non B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), rehabilitasi terumbu karang, wisata bahari (snorkling), pemanfaatan pasir laut, dan migas.
Untuk latihan pertahanan, lanjutnya, juga dapat dilaksanakan di dasar, permukaan, dan kolom laut.
Menurut dia, jika kawasan antar wilayah laut Natuna tidak diatur, maka pemanfaatan ruang laut akan saling tumpang tindih dan berbagai manfaat yang diperoleh takkan optimal.
“Yang ekonomi tidak akan jadi produktif, yang Bakamla (Badan Keamanan Laut) juga mungkin mendapatkan banyak gangguan, yang konservasi juga mungkin mengalami degradasi,” ungkap Suharyanto.
Dengan demikian, lanjut dia, wilayah yang diperebutkan oleh pihak eksternal/negara di luar teritori Indonesia secara hukum maupun secara pengelolaan laut dapat diamankan melalui Perpres Nomor 41 Tahun 2022.
“Dari sisi eksternal, orang luar sudah mengkaveling-kaveling. Jadi kalau kita tidak progresif untuk okupansi secara riil eksisting di lapangan atau secara peraturan, maka Indonesia dianggap diam-diam saja,” kata dia.