Banda Aceh (ANTARA) - Sejumlah warga Gampong Jeulingke, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh mengusir 152 pengungsi Rohingya dari depan kantor Kemenkumham Aceh pada Kamis malam.
"Karena batas waktu diberikan hingga magrib, jika tidak warga akan mengambil tindakan. Saya sudah berkoordinasi dengan keuchik (kepala desa)," kata Ketua Pemuda Gampong Jeulingke, Fauzan.
Sebanyak 152 pengungsi Rohingya terkatung-katung di depan kantor Kemenkumham Aceh setelah dibawa dari Kabupaten Aceh Selatan menuju Kota Banda Aceh. Hingga kini pemerintah setempat belum menetapkan tempat penampungan pengungsi Rohingya, sehingga mereka sudah empat kali direlokasi sejak Rabu (6/11) kemarin.
Rohingya tersebut angkut menggunakan empat truk masyarakat dan satu mobil patroli Satpol PP dan WH Aceh Selatan.
Mereka awalnya direlokasi dari Kecamatan Labuhan Haji ke lapangan alun-alun Kota Tapak Tuan Aceh Selatan dan pada Rabu malam (6/11) sekitar pukul 23.30 WIB direlokasi ke Banda Aceh. Setelah menempuh 10 jam perjalanan darat, mereka tiba di kantor Kemenkumham Aceh hari ini sekitar pukul 09.40 WIB.
Karena hingga malam belum ada kepastian penempatan sementara para pengungsi tersebut dan bertahan di kantor Kemenkumham Aceh, akhirnya warga setempat mengusir paksa mereka.
Fauzan mengatakan, jika para pengungsi tersebut berada di dalam pagar kantor Kemenkumham Aceh, warga tidak mempermasalahkan. Tetapi warga resah karena pengungsi tersebut berada di pinggir jalan.
"Kalau di jalan terjadi kemacetan warga juga resah dengan keberadaan mereka. Alasannya karena mengganggu pengguna jalan sehingga terjadi kemacetan, warga resah dan tidak nyaman juga," ujarnya.
Ia menambahkan, pada dasarnya warga juga prihatin jika dilihat dari sisi kemanusiaan, tetapi permasalahannya adalah karena ada yang bermain terkait kedatangan mereka ke Aceh.
"Secara kemanusiaan kami sayang juga. Tetapi yang tidak disukai karena di balik kedatangan mereka ini ada oknum yang bermain," kata Fauzan.
Setelah diusir warga dari depan kantor Kemenkumham Aceh, supir truk membawa 152 Rohingya tersebut ke kawasan Simpang Mesra Banda Aceh.
Perdagangan orang...
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh, Azhari Cage, mengingatkan semua pihak tidak menjadikan Aceh sebagai tempat transit tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam hal ini pengungsi Rohingya yang terus terjadi.
"Kita tidak mengharapkan Aceh menjadi tempat transit dari pada perdagangan orang," kata Azhari Cage, di Banda Aceh, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan Azhari Cage merespons isu kedatangan pengungsi Rohingya yang secara terus menerus ke Aceh, serta terungkapnya tindak pidana perdagangan orang yang sedang diproses oleh Polda Aceh.
Secara kemanusiaan, para pengungsi Rohingya itu harus dibantu karena mereka sudah masuk ke perairan Aceh. Tetapi, permasalahan ini tidak boleh terus berulang setiap tahunnya.
"Ini (kedatangan Rohingya) tidak boleh berlanjut. Karena kejadian ini sudah ada pemainnya, sehingga mereka terus datang ke Aceh dan ada perdagangan orang seperti yang sudah diungkap Polda Aceh," ujarnya.
Terkait kasus TPPO ini, kata Azhari, diminta kepada Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota di Aceh dapat mengantisipasi kedatangan pengungsi Rohingya kembali di Aceh.
Dirinya juga meminta adanya pengawasan ketat di wilayah perairan Aceh. Diharapkan kepada Polairud, dan TNI Angkatan Laut (AL) untuk benar-benar mengoptimalkan pengawasan.
"Karena batas waktu diberikan hingga magrib, jika tidak warga akan mengambil tindakan. Saya sudah berkoordinasi dengan keuchik (kepala desa)," kata Ketua Pemuda Gampong Jeulingke, Fauzan.
Sebanyak 152 pengungsi Rohingya terkatung-katung di depan kantor Kemenkumham Aceh setelah dibawa dari Kabupaten Aceh Selatan menuju Kota Banda Aceh. Hingga kini pemerintah setempat belum menetapkan tempat penampungan pengungsi Rohingya, sehingga mereka sudah empat kali direlokasi sejak Rabu (6/11) kemarin.
Rohingya tersebut angkut menggunakan empat truk masyarakat dan satu mobil patroli Satpol PP dan WH Aceh Selatan.
Mereka awalnya direlokasi dari Kecamatan Labuhan Haji ke lapangan alun-alun Kota Tapak Tuan Aceh Selatan dan pada Rabu malam (6/11) sekitar pukul 23.30 WIB direlokasi ke Banda Aceh. Setelah menempuh 10 jam perjalanan darat, mereka tiba di kantor Kemenkumham Aceh hari ini sekitar pukul 09.40 WIB.
Karena hingga malam belum ada kepastian penempatan sementara para pengungsi tersebut dan bertahan di kantor Kemenkumham Aceh, akhirnya warga setempat mengusir paksa mereka.
Fauzan mengatakan, jika para pengungsi tersebut berada di dalam pagar kantor Kemenkumham Aceh, warga tidak mempermasalahkan. Tetapi warga resah karena pengungsi tersebut berada di pinggir jalan.
"Kalau di jalan terjadi kemacetan warga juga resah dengan keberadaan mereka. Alasannya karena mengganggu pengguna jalan sehingga terjadi kemacetan, warga resah dan tidak nyaman juga," ujarnya.
Ia menambahkan, pada dasarnya warga juga prihatin jika dilihat dari sisi kemanusiaan, tetapi permasalahannya adalah karena ada yang bermain terkait kedatangan mereka ke Aceh.
"Secara kemanusiaan kami sayang juga. Tetapi yang tidak disukai karena di balik kedatangan mereka ini ada oknum yang bermain," kata Fauzan.
Setelah diusir warga dari depan kantor Kemenkumham Aceh, supir truk membawa 152 Rohingya tersebut ke kawasan Simpang Mesra Banda Aceh.
Perdagangan orang...
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh, Azhari Cage, mengingatkan semua pihak tidak menjadikan Aceh sebagai tempat transit tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam hal ini pengungsi Rohingya yang terus terjadi.
"Kita tidak mengharapkan Aceh menjadi tempat transit dari pada perdagangan orang," kata Azhari Cage, di Banda Aceh, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan Azhari Cage merespons isu kedatangan pengungsi Rohingya yang secara terus menerus ke Aceh, serta terungkapnya tindak pidana perdagangan orang yang sedang diproses oleh Polda Aceh.
Secara kemanusiaan, para pengungsi Rohingya itu harus dibantu karena mereka sudah masuk ke perairan Aceh. Tetapi, permasalahan ini tidak boleh terus berulang setiap tahunnya.
"Ini (kedatangan Rohingya) tidak boleh berlanjut. Karena kejadian ini sudah ada pemainnya, sehingga mereka terus datang ke Aceh dan ada perdagangan orang seperti yang sudah diungkap Polda Aceh," ujarnya.
Terkait kasus TPPO ini, kata Azhari, diminta kepada Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota di Aceh dapat mengantisipasi kedatangan pengungsi Rohingya kembali di Aceh.
Dirinya juga meminta adanya pengawasan ketat di wilayah perairan Aceh. Diharapkan kepada Polairud, dan TNI Angkatan Laut (AL) untuk benar-benar mengoptimalkan pengawasan.