Anies Baswedan: Negara jangan perhitungan dengan rakyat
Semarang (ANTARA) - Calon presiden nomor urut 01 Anies Baswedan menegaskan, negara jangan perhitungan dengan rakyatnya sendiri, apalagi terkait pengembangan pendidikan dan SDM.
"Saya menemukan salah satu faktor kita ini mengelola negara dan berhadapan dengan rakyat sering 'itung-itungan' (perhitungan)," kata Anies di Semarang, Senin.
Hal tersebut disampaikannya saat "Kumpul Bersama Unissula dan Capres Anies Rasyid Baswedan" di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang.
"Makanya, saya bilang negara itu tidak boleh berdagang dengan rakyatnya, negara tidak boleh 'itung-itungan' dengan rakyatnya," katanya.
Baca juga: 20 ribu pengusaha kompak menangkan Prabowo-Gibran
Ia menganalogikan hubungan negara dan rakyat seperti orang tua dengan anaknya yang tentunya tidak akan perhitungan dalam menyiapkan investasi masa depan bagi anak-anaknya.
"Coba, ada tidak ayah ibu yang 'itung-itungan' dengan anaknya? Enggak ada. Yang ada cinta kasih. Apapun akan dikeluarkan demi anak-anaknya," katanya.
Dari perjalanan keliling daerah yang dilakukannya, Anies sempat merenung untuk mencari tahu apa sebenarnya sesuatu yang hilang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Kami merenung apa sesungguhnya yang 'missing' di republik ini. Yang 'missing' adalah rasa cinta tanpa syarat kepada Republik Indonesia. Ada (orang tua, red.) yang cinta pakai syarat dengan anaknya? Tidak kan," katanya.
Menurut dia, rasa cinta tanpa syarat kepada Republik Indonesia itu mesti ada karena konsekuensi turunannya akan banyak sekali, misalnya bahwa pendidikan akan dipandang sebagai investasi, bukan "cost" atau biaya pengeluaran.
Baca juga: Mahfud Md ingatkan PTUN jangan main-main kabulkan gugatan Anwar Usman
"Semua orang tua melihat biaya pendidikan anak-anaknya ada yang 'itungan'? Republik ini punya kekayaan alam yang dahsyat untuk membangun kekuatan manusia," katanya.
Karena itu, Anies menyampaikan perlunya perubahan, dan untuk melakukan perubahan yang dibutuhkan adalah wewenang atau kewenangan (otority).
"Wewenang, bukan kekuasaan. Kekuasaan itu di tangan Allah SWT. Kekuasaan diturunkan lewat keputusan publik. Tanggal 14 (Februari) besok akan diputuskan kepada siapa kewenangan akan diberikan," katanya.
Sememtata itu, Anies Baswedan menilai bahwa Revolusi Mental yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo (Joko Widodo) sebagai gagasan yang baik, tetapi sejauh ini belum terlaksana dengan baik.
Baca juga: Survei ARCHI sebut elektabilitas AMIN naik, Prabowo-Gibran turun
"Revolusi Mental ramai dibahas di 2014, dan ada artikel yang ditulis oleh Pak Jokowi tanggal 10 Mei 2014," kata Anies, saat acara "Desak Anies", di Semarang, Jawa Tengah, Senin malam.
Dilansir dari situs resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika, gagasan Revolusi Mental sebenarnya pertama kali dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1956, karena melihat revolusi nasional Indonesia saat itu sedang mandek.
Anies menyampaikan banyak poin-poin gagasan baik yang disampaikan Presiden Jokowi pada artikel di sebuah surat kabar itu, seperti kemandirian dan reformasi ekonomi, kemudian kebijakan investasi luar negeri sumber daya alam (SDA) agar tidak dijarah perusahaan asing.
"Kemudian, birokrasi harusnya menggunakan sistem politik yang bebas KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Artinya, tidak ada 'ordal' (orang dalam). Kita semua melihat sekarang masih banyak (fenomena, Red.) 'ordal'," katanya lagi.
Bahkan, kata dia pula, baru saja ramai soal uang kuliah tunggal (UKT) yang mahal dan ada mahasiswa yang jika tidak bisa membayar UKT dianjurkan untuk memanfaatkan layanan pinjaman "online" (pinjol).
"Akhir-akhir ini, temen-temen inget UKT? Ada yang tidak bayar UKT dianjurkan pinjam 'online'. Itu melesetnya jauh sekali dari 'spirit' yang ada di Revolusi Mental," katanya.
Baca juga: Anies: Kampus Merdeka bukan berarti "merdeka" naikkan uang kuliah
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Anies: Negara jangan perhitungan dengan rakyatnya
"Saya menemukan salah satu faktor kita ini mengelola negara dan berhadapan dengan rakyat sering 'itung-itungan' (perhitungan)," kata Anies di Semarang, Senin.
Hal tersebut disampaikannya saat "Kumpul Bersama Unissula dan Capres Anies Rasyid Baswedan" di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang.
"Makanya, saya bilang negara itu tidak boleh berdagang dengan rakyatnya, negara tidak boleh 'itung-itungan' dengan rakyatnya," katanya.
Baca juga: 20 ribu pengusaha kompak menangkan Prabowo-Gibran
Ia menganalogikan hubungan negara dan rakyat seperti orang tua dengan anaknya yang tentunya tidak akan perhitungan dalam menyiapkan investasi masa depan bagi anak-anaknya.
"Coba, ada tidak ayah ibu yang 'itung-itungan' dengan anaknya? Enggak ada. Yang ada cinta kasih. Apapun akan dikeluarkan demi anak-anaknya," katanya.
Dari perjalanan keliling daerah yang dilakukannya, Anies sempat merenung untuk mencari tahu apa sebenarnya sesuatu yang hilang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Kami merenung apa sesungguhnya yang 'missing' di republik ini. Yang 'missing' adalah rasa cinta tanpa syarat kepada Republik Indonesia. Ada (orang tua, red.) yang cinta pakai syarat dengan anaknya? Tidak kan," katanya.
Menurut dia, rasa cinta tanpa syarat kepada Republik Indonesia itu mesti ada karena konsekuensi turunannya akan banyak sekali, misalnya bahwa pendidikan akan dipandang sebagai investasi, bukan "cost" atau biaya pengeluaran.
Baca juga: Mahfud Md ingatkan PTUN jangan main-main kabulkan gugatan Anwar Usman
"Semua orang tua melihat biaya pendidikan anak-anaknya ada yang 'itungan'? Republik ini punya kekayaan alam yang dahsyat untuk membangun kekuatan manusia," katanya.
Karena itu, Anies menyampaikan perlunya perubahan, dan untuk melakukan perubahan yang dibutuhkan adalah wewenang atau kewenangan (otority).
"Wewenang, bukan kekuasaan. Kekuasaan itu di tangan Allah SWT. Kekuasaan diturunkan lewat keputusan publik. Tanggal 14 (Februari) besok akan diputuskan kepada siapa kewenangan akan diberikan," katanya.
Sememtata itu, Anies Baswedan menilai bahwa Revolusi Mental yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo (Joko Widodo) sebagai gagasan yang baik, tetapi sejauh ini belum terlaksana dengan baik.
Baca juga: Survei ARCHI sebut elektabilitas AMIN naik, Prabowo-Gibran turun
"Revolusi Mental ramai dibahas di 2014, dan ada artikel yang ditulis oleh Pak Jokowi tanggal 10 Mei 2014," kata Anies, saat acara "Desak Anies", di Semarang, Jawa Tengah, Senin malam.
Dilansir dari situs resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika, gagasan Revolusi Mental sebenarnya pertama kali dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1956, karena melihat revolusi nasional Indonesia saat itu sedang mandek.
Anies menyampaikan banyak poin-poin gagasan baik yang disampaikan Presiden Jokowi pada artikel di sebuah surat kabar itu, seperti kemandirian dan reformasi ekonomi, kemudian kebijakan investasi luar negeri sumber daya alam (SDA) agar tidak dijarah perusahaan asing.
"Kemudian, birokrasi harusnya menggunakan sistem politik yang bebas KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Artinya, tidak ada 'ordal' (orang dalam). Kita semua melihat sekarang masih banyak (fenomena, Red.) 'ordal'," katanya lagi.
Bahkan, kata dia pula, baru saja ramai soal uang kuliah tunggal (UKT) yang mahal dan ada mahasiswa yang jika tidak bisa membayar UKT dianjurkan untuk memanfaatkan layanan pinjaman "online" (pinjol).
"Akhir-akhir ini, temen-temen inget UKT? Ada yang tidak bayar UKT dianjurkan pinjam 'online'. Itu melesetnya jauh sekali dari 'spirit' yang ada di Revolusi Mental," katanya.
Baca juga: Anies: Kampus Merdeka bukan berarti "merdeka" naikkan uang kuliah
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Anies: Negara jangan perhitungan dengan rakyatnya
Komentar