Karimun (Antara Kepri) - Kontak Tani Nelayan Andalan meminta pemerintah pusat mengevaluasi peraturan maupun kebijakan Kawasan Perdagangan Bebas atau Free Trade Zone (FTZ) di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, agar berdampak positif nyata bagi masyarakat.
"Pemberlakuan FTZ sudah bagus, tapi sejumlah aturan dan kebijakan di kawasan itu harus dievaluasi atau ditinjau ulang agar kemajuan industri di kawasan tidak hanya menjadi milik pengusaha atau investor," kata Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Karimun Amirullah di Tanjung Balai Karimun, Jumat.
Amirullah memaparkan pemberlakuan FTZ di sebagian wilayah Pulau Karimun Besar tidak berdampak signifikan bagi perekonomian masyarakat, terutama petani dan nelayan.
Kebijakan pemerintah yang membebaskan bea impor untuk kawasan FTZ, menurut dia merugikan petani karena kebanyakan perusahaan di FTZ lebih memilih mengonsumsi pangan impor seperti sayuran, daging daripada produksi petani lokal.
"Padahal, petani sangat berharap pendapatan mereka meningkat dengan keberadaan perusahaan-perusahaan besar yang membutuhkan sayur-mayur, daging atau pangan lainnya untuk karyawannya," kata dia.
Ia berpendapat bahwa pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang prorakyat, bukan memihak pengusaha agar ketimpangan kesejahteraan antara masyarakat menengah ke bawah dengan kalangan mampu tidak makin lebar.
"Setidaknya harus ada semacam kebijakan yang mewajibkan perusahaan di FTZ untuk membeli produk lokal. Kalau memang produksi petani lokal dinilai tidak memenuhi standar, maka sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk melakukan pembinaan dan pendampingan," kata dia.
Lebih lanjut ia menilai, kebijakan di FTZ juga tidak memihak nelayan, apalagi hampir seluruh wilayah pesisir pantai diplot sebagai kawasan industri galangan kapal.
Nelayan tradisional, menurut dia kehilangan wilayah tangkapnya akibat aktivitas perusahaan galangan kapal yang membangun pelabuhan dan reklamasi untuk kepentingan usahanya.
"Kesempatan bekerja di FTZ bagi tenaga kerja lokal sangat kecil. Yang banyak justru tenaga kerja dari luar, sedangkan tenaga kerja lokal hanya buruh kasar. Seharusnya, ada prioritas bagi tenaga kerja lokal karena tujuan investasi di FTZ adalah untuk kemajuan daerah," katanya.
Ia juga mengatakan, manfaat yang dirasakan daerah dari pemberlakuan FTZ hanya berupa program tanggung jawab sosial perusahaan, itupun, kata dia, belum maksimal.
"Kita tahu bahwa pajak perusahaan di FTZ disetor ke pusat. Daerah tentu tidak ingin hanya merasakan dampak yang ditimbulkan setelah perusahaan yang beroperasi tutup atau tidak lagi memperpanjang penyewaan lahan," ucapnya. (Antara)
Editor: Jo Seng Bie
Berita Terkait
BPJAMSOSTEK serahkan santunan untuk empat ahli waris nelayan Anambas
Minggu, 5 Mei 2024 19:51 Wib
DP3AP2KB Natuna sosialisasikan bahaya dari seks bebas ke Desa Pengadah
Minggu, 5 Mei 2024 13:53 Wib
PT Timah lepas 4.000 kepiting bakau di Kundur, Karimun
Minggu, 5 Mei 2024 11:16 Wib
Riau pecahkan rekor Muri lagi, dengan tampilan 10.000 penari
Minggu, 5 Mei 2024 10:27 Wib
Pemerintah anggarkan DAK Rp18 miliar untuk Dinkes Kabupaten Natuna
Sabtu, 4 Mei 2024 15:12 Wib
Israel beri waktu satu minggu untuk Hamas setujui kesepakatan gencatan senjata
Sabtu, 4 Mei 2024 14:05 Wib
Pemprov Kepri minta nelayan lebih berhati-hati melaut di perbatasan
Sabtu, 4 Mei 2024 7:25 Wib
Kelompok pemberontak Myanmar diduga culik 10 nelayan Bangladesh
Jumat, 3 Mei 2024 9:50 Wib
Komentar