Sulitnya perjalanan pasien rujukan antarpulau
Kapal Sabuk Nusantara 48 yang dijadwalkan berangkat pukul 13.00 WIB, Sabtu (21/9) masih sandar di Pelabuhan Tambelan, Kabupaten Bintan, Kepri, menunggu kedatangan AR.
AR, wanita dewasa beranak dua tersebut didiagnosa awal menderita gejala usus buntu, sehingga pihak keluarga minta rujukan ke RSUP Kepri Raja Ahmad Tabib di Tanjungpinang (21/9) setelah beberapa malam terbaring inap di Puskesmas Tambelan, Bintan.
Tanpa banyak perbekalan, AR yang didampingi suaminya HH dan sejumlah pihak keluarga turut mengiring ambulance yang difasilitasi UPTD Puskesmas sebagai angkutan bagi pasien menuju ke pelabuhan Sri Bentayan Tambelan.
Meski kabut siang itu cukup tebal di udara Tambelan, tapi dengungan sirine ambulance menunjukkan pasien hampir sampai di dermaga tua tersebut.
Tak berselang lama, AR yang terbaring dalam ambulance milik Puskesmas Tambelan itu dibawa menggunakan tandu yang digotong oleh HH dan sanak keluarganya menuju tangga kapal Sabuk Nusantara 48.
Tangga yang menukik tinggi karena posisi dek masuk kapal berada di atas dan kondisi air laut sedang pasang, membuat akses perpindahan pasien dari dermaga ke kapal menjadi tak mudah.
Lebar ukuran tandu yang disediakan UPTD Puskesmas Tambelan sama persis dengan ukuran lebar tangga kapal yang dipagari tambang dan besi. Ukuran ini membuat akses ke atas kapal menjadi sempit.
Kemudian, tangga besi yang disediakan kapal menukik terlalu tinggi. Sehingga, bagi petugas atau keluarga yang membawa tandu harus menyeimbangkan tandu yang dibawa, agar tidak terlalu rendah di bagian belakang. Serta, menyeimbangkan posisi kiri kanan tandu agar tandu tidak berat sebelah yang membuat pasien harus terjatuh dari sisi kanan atau kiri tandu.
Ditambah lagi, bobot pasien dan goyangan tangga oleh gelombang membuat riuh situasi pengangkutan pasien tersebut.
Ketika tandu yang membawa pasien hampir tiba di pintu masuk kiri kapal, pihak keluarga yang membawa tandu dihadapkan dengan kecilnya teras di depan pintu tersebut.
Untungnya, di depan teras terdapat pagar besi sebagai pembatas agar penumpang tak terjatuh ke laut. Tapi, karena pagar itu pula tandu yang membawa pasien tidak bisa dipegang kuat.
Dengan kata lain, terlalu sulit untuk seseorang berada di depan pintu kapal dalam kondisi membawa tandu berisikan manusia yang sedang sakit.
Karena itu, untuk meluruskan tandu dengan pintu masuk kapal. Bagian belakang tandu diletakkan di pagar tersebut, dan digeser perlahan untuk mengubah arah depan tandu persis lurus ke mulut pintu.
Pada saat itu, HH terlihat membungkukkan diri memberikan punggungnya sebagai pondasi dari bawah tandu. Cara ini dia lakukan karena bagian belakang tandu berada di atas pagar yang membatasi dermaga dan tingginya kapal, membuat tidak memungkinkan untuk HH berdiri di belakang, sebagai poros perputaran tandu.
Pengangkutan AR sebagai pasien di atas Sanus 48 menjadi tontonan penumpang dan warga Tambelan yang berada di dermaga.
Setelah tandu berhasil masuk ke kapal, AR direbahkan di atas kasur dalam kamar khusus. Berukuran sekitar 2,5x3 meter. Kamar bertulis 'Klinik' di Sanus 48 tersebut difasilitasi 2 kipas angin, 2 ranjang, 1 lemari, dan beberapa kasur tanpa toilet dalam kamar.
Meski demikian, Anak Buah Kapal (ABK) itu memberikan akses penggunaan toilet milik kamar yang bersebelahan dengan klinik tersebut.
Keberadaan klinik yang berada 1 dek dengan kantin dan dapur kapal membuat kebutuhan konsumsi pasien mudah terjangkau.
Kapal pun perlahan menjauh dari dermaga dan berangkat menuju Tanjungpinang dalam kabut yang masih menyelimuti udara di Kecamatan Tambelan.
Melewati perairan selama 24 jam, AR harus menahan sakit yang ia alami dan mabuk laut sebagai dampak dari gelombang angin Selatan yang cukup menggoyang kapal Sabuk Nusantara 48.
AR pun terbaring di kasur hijau dengan posisi kantong infus digantung menggunakan rafia hitam yang diikatkan ke kipas angin. Sementara perawat dari Puskesmas Tambelan terbaring di sebelah AR sebagai pasien.
Sedangkan HH dan 2 saudara yang ikut menemani pasien menggunakan dua ranjang terpisah di dalam klinik.
Keesokan harinya (22/9), kapal mulai menunjukkan tanda-tanda bahwa Pulau Bintan sudah dekat. Meski tal terlihat karena kabut, tetapi sinyal internet dan telpon sudah menjamah seluler masing-masing penumpang.
Pada pukul 12.00 WIB, kapal yang ditumpangi AR tiba di pelabuhan Sri Bintan Pura, Tanjungpinang (22/9).
Ketika kapal sudah merapat pasti, dan penumpang mulai sibuk memenuhi lorong pintu keluar kapal. Sejumlah ABK mendatangi HH untuk menanyakan kesiapan keluarga mengeluarkan AR dari klinik ke pelabuhan.
Akan tetapi, karena tandu dari ambulance RSUP belum juga naik ke kapal, maka penumpang yang lebih dulu ada di lorong pintu keluar kapal dipersilakan untuk turun setelah ABK meminta izin dengan HH sebagai suami AR.
Antara Biro Kepri sempat meninjau kebaradaan ambulance yang saat itu tidak bisa masuk sampai ke batas tangga dermaga kapal.
Posisi pemberhentian ambulance di SBP Tanjungpinang ternyata dibatasi, yang artinya ambulance tidak bisa mengakses sampai ke batas tangga kapal.
Batas ambulance di pelabuhan SBP Tanjungpinang hanya sampai di dermaga kedatangan penumpang domestik dari Batam.
Hal ini membuat, sopir menurunkan ranjang roda dari pintu belakang ambulance, dan langsung mendorongnya menuju tangga ujung kapal.
Setelah memposisikan ranjang roda ke posisi aman, petugas ambulance tersebut mengangkat tandu masuk menuju klinik kapal membawa AR.
Dibantu sejumlah ABK kapal Sabuk Nusantara 48, AR bisa keluar dan rebah di ranjang dorong milik ambulance yang dibentang persis di ujung bawah tangga kapal.
Lagi-lagi proses pengangkutan pasien menjadi tontonan masyarakat umum yang berada di pelabuhan Sri Bintan Pura.
Dari kejadian ini, HH turut mengucapkan terimakasih kepada ABK dan pimpinan Sabuk Nusantara 48 yang telah memberikan fasilitas dan membawa AR sampai ke pelabuhan Sri Bintan Pura, Tanjungpinang dengan selamat.
Di sisi lain, ia berharap agar kapal penumpang didesin bisa memudahkan akses masuk dan keluar untuk pasien antarpulau.
"Saya berharap kapal penumpang didesain memiliki akses masuk dan keluar yang mudah untuk pasien," ujar HH yang bekerja sebagai satpam.
Keterangan : Isi dan maksud tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis, bukan tanggung jawab redaksi
AR, wanita dewasa beranak dua tersebut didiagnosa awal menderita gejala usus buntu, sehingga pihak keluarga minta rujukan ke RSUP Kepri Raja Ahmad Tabib di Tanjungpinang (21/9) setelah beberapa malam terbaring inap di Puskesmas Tambelan, Bintan.
Tanpa banyak perbekalan, AR yang didampingi suaminya HH dan sejumlah pihak keluarga turut mengiring ambulance yang difasilitasi UPTD Puskesmas sebagai angkutan bagi pasien menuju ke pelabuhan Sri Bentayan Tambelan.
Meski kabut siang itu cukup tebal di udara Tambelan, tapi dengungan sirine ambulance menunjukkan pasien hampir sampai di dermaga tua tersebut.
Tak berselang lama, AR yang terbaring dalam ambulance milik Puskesmas Tambelan itu dibawa menggunakan tandu yang digotong oleh HH dan sanak keluarganya menuju tangga kapal Sabuk Nusantara 48.
Tangga yang menukik tinggi karena posisi dek masuk kapal berada di atas dan kondisi air laut sedang pasang, membuat akses perpindahan pasien dari dermaga ke kapal menjadi tak mudah.
Lebar ukuran tandu yang disediakan UPTD Puskesmas Tambelan sama persis dengan ukuran lebar tangga kapal yang dipagari tambang dan besi. Ukuran ini membuat akses ke atas kapal menjadi sempit.
Kemudian, tangga besi yang disediakan kapal menukik terlalu tinggi. Sehingga, bagi petugas atau keluarga yang membawa tandu harus menyeimbangkan tandu yang dibawa, agar tidak terlalu rendah di bagian belakang. Serta, menyeimbangkan posisi kiri kanan tandu agar tandu tidak berat sebelah yang membuat pasien harus terjatuh dari sisi kanan atau kiri tandu.
Ditambah lagi, bobot pasien dan goyangan tangga oleh gelombang membuat riuh situasi pengangkutan pasien tersebut.
Ketika tandu yang membawa pasien hampir tiba di pintu masuk kiri kapal, pihak keluarga yang membawa tandu dihadapkan dengan kecilnya teras di depan pintu tersebut.
Untungnya, di depan teras terdapat pagar besi sebagai pembatas agar penumpang tak terjatuh ke laut. Tapi, karena pagar itu pula tandu yang membawa pasien tidak bisa dipegang kuat.
Dengan kata lain, terlalu sulit untuk seseorang berada di depan pintu kapal dalam kondisi membawa tandu berisikan manusia yang sedang sakit.
Karena itu, untuk meluruskan tandu dengan pintu masuk kapal. Bagian belakang tandu diletakkan di pagar tersebut, dan digeser perlahan untuk mengubah arah depan tandu persis lurus ke mulut pintu.
Pada saat itu, HH terlihat membungkukkan diri memberikan punggungnya sebagai pondasi dari bawah tandu. Cara ini dia lakukan karena bagian belakang tandu berada di atas pagar yang membatasi dermaga dan tingginya kapal, membuat tidak memungkinkan untuk HH berdiri di belakang, sebagai poros perputaran tandu.
Pengangkutan AR sebagai pasien di atas Sanus 48 menjadi tontonan penumpang dan warga Tambelan yang berada di dermaga.
Setelah tandu berhasil masuk ke kapal, AR direbahkan di atas kasur dalam kamar khusus. Berukuran sekitar 2,5x3 meter. Kamar bertulis 'Klinik' di Sanus 48 tersebut difasilitasi 2 kipas angin, 2 ranjang, 1 lemari, dan beberapa kasur tanpa toilet dalam kamar.
Meski demikian, Anak Buah Kapal (ABK) itu memberikan akses penggunaan toilet milik kamar yang bersebelahan dengan klinik tersebut.
Keberadaan klinik yang berada 1 dek dengan kantin dan dapur kapal membuat kebutuhan konsumsi pasien mudah terjangkau.
Kapal pun perlahan menjauh dari dermaga dan berangkat menuju Tanjungpinang dalam kabut yang masih menyelimuti udara di Kecamatan Tambelan.
Melewati perairan selama 24 jam, AR harus menahan sakit yang ia alami dan mabuk laut sebagai dampak dari gelombang angin Selatan yang cukup menggoyang kapal Sabuk Nusantara 48.
AR pun terbaring di kasur hijau dengan posisi kantong infus digantung menggunakan rafia hitam yang diikatkan ke kipas angin. Sementara perawat dari Puskesmas Tambelan terbaring di sebelah AR sebagai pasien.
Sedangkan HH dan 2 saudara yang ikut menemani pasien menggunakan dua ranjang terpisah di dalam klinik.
Keesokan harinya (22/9), kapal mulai menunjukkan tanda-tanda bahwa Pulau Bintan sudah dekat. Meski tal terlihat karena kabut, tetapi sinyal internet dan telpon sudah menjamah seluler masing-masing penumpang.
Pada pukul 12.00 WIB, kapal yang ditumpangi AR tiba di pelabuhan Sri Bintan Pura, Tanjungpinang (22/9).
Ketika kapal sudah merapat pasti, dan penumpang mulai sibuk memenuhi lorong pintu keluar kapal. Sejumlah ABK mendatangi HH untuk menanyakan kesiapan keluarga mengeluarkan AR dari klinik ke pelabuhan.
Akan tetapi, karena tandu dari ambulance RSUP belum juga naik ke kapal, maka penumpang yang lebih dulu ada di lorong pintu keluar kapal dipersilakan untuk turun setelah ABK meminta izin dengan HH sebagai suami AR.
Antara Biro Kepri sempat meninjau kebaradaan ambulance yang saat itu tidak bisa masuk sampai ke batas tangga dermaga kapal.
Posisi pemberhentian ambulance di SBP Tanjungpinang ternyata dibatasi, yang artinya ambulance tidak bisa mengakses sampai ke batas tangga kapal.
Batas ambulance di pelabuhan SBP Tanjungpinang hanya sampai di dermaga kedatangan penumpang domestik dari Batam.
Hal ini membuat, sopir menurunkan ranjang roda dari pintu belakang ambulance, dan langsung mendorongnya menuju tangga ujung kapal.
Setelah memposisikan ranjang roda ke posisi aman, petugas ambulance tersebut mengangkat tandu masuk menuju klinik kapal membawa AR.
Dibantu sejumlah ABK kapal Sabuk Nusantara 48, AR bisa keluar dan rebah di ranjang dorong milik ambulance yang dibentang persis di ujung bawah tangga kapal.
Lagi-lagi proses pengangkutan pasien menjadi tontonan masyarakat umum yang berada di pelabuhan Sri Bintan Pura.
Dari kejadian ini, HH turut mengucapkan terimakasih kepada ABK dan pimpinan Sabuk Nusantara 48 yang telah memberikan fasilitas dan membawa AR sampai ke pelabuhan Sri Bintan Pura, Tanjungpinang dengan selamat.
Di sisi lain, ia berharap agar kapal penumpang didesin bisa memudahkan akses masuk dan keluar untuk pasien antarpulau.
"Saya berharap kapal penumpang didesain memiliki akses masuk dan keluar yang mudah untuk pasien," ujar HH yang bekerja sebagai satpam.
Keterangan : Isi dan maksud tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis, bukan tanggung jawab redaksi
Komentar