Batam (ANTARA) - Sejumlah masyarakat di Pulau Kasu, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), mengembangkan usaha rumahan mengelola kepiting rajungan atau ketam untuk dijual secara mandiri ke masyarakat maupun perusahaan makanan olahan dari laut.

Latifa binti Muhammad Nur (40) yang ditemui di Batam, Rabu, merupakan salah satu dari lima warga yang mengembangkan usaha pengolahan kepiting rajungan yang dimulai sejak 2005.

Usaha ini ia teruskan dari kakak ipar mendiang suaminya yang lebih dulu menjalankan, hingga kini bertahan dan bisa mempekerjakan 10 orang ibu rumah tangga di bidang pengemasan dan tiga pekerja pria di bagian pengolahan.

“Olahannya sederhana saja, kami cuma merebusnya, lalu menyisihkan dagingnya untuk dikemas dan dijual ke perusahaan atau pembeli masyarakat umum,” kata Ipah sapaan akrab Latifa.

Menurut dia, menjalankan usaha olahan kepiting rajungan ini tergabung pada musim. Jika musim angin lagi bagus, maka ketersediaan kepiting rajungan melimpah dan harga juga bagus. Tetapi jika musim angin kurang bagus, jumlah kepiting rajungan berkurang pasokannya, harga juga berpengaruh.

Saat ini harga satu kilogram (kg) daging kepiting rajungan yang sudah lepas kulit dijualnya Rp150 ribu. Harga ini berfluktuasi tergantung harga dari perusahaan.

“Kalau lagi musim bisa dapat 200 kg kepiting sehari. Musim utara itu banyak kepiting,” katanya.

Dia menyebut dari 200 kg kepiting mentah itu, jika diolah bisa mendapatkan 45 kg daging kepiting yang siap untuk dikirim ke perusahaan yang menjadi mitra.

Ipah memiliki mitra perusahaan yang membeli daging kepiting darinya yang berkedudukan di Medan, Sumatera Utara. Kalau lagi musim kepiting rajungan, seminggu bisa dilakukan dua kali pengiriman ke Medan menggunakan kargo pesawat.

Kegiatan pengolahan kepiting rajungan ini berlangsung setiap hari. Ibu-ibu yang bekerja mulai mencopoti daging kepiting mulai pukul 10.00 WIB hingga selesai. Ipah memiliki satu ruang produksi khusus yang berada di pinggiran pulau tak jauh rumahnya.

Sekumpulan ibu rumah tangga bekerja di pengolahan kepiting rajungan mili Latifa di Pulau Kasu, Kota Batam, Kepulauan Riau, Rabu (25/9/2024). (ANTARA/Laily Rahmawaty)

Baca juga: Ombudsman Kepri minta penyaluran LPG 3 kg sesuai dengan jadwal dan kebutuhan

Begitu pula dengan Burhan (63), warga Pulau Kasu yang mengembangkan usaha olahan kepiting rajungan sebagai sumber mata pencaharian.

Bedanya Burhan memasok kepiting rajungan miliknya ke pengusaha yang berdomisili di Jakarta.

Usaha pengolahan kepiting rajungan yang dijalani Burhan menghadapi tantangan terkait tersedia sumber daya kepiting yang semakin berkurang, karena adanya nelayan yang menangkap kepiting rajungan berukuran kecil untuk diperjualbelikan.

Padahal, kata dia, kepiting ukuran kecil itu merupakan masih anakan yang seharusnya tidak diperjualbelikan agar ketersediaan kepiting rajungan di perairan tetap terjaga.

“Ketam kecil-kecil ini kan bibit, harusnya kalau kejaring dilepasliarkan lagi. Saya sudah laporkan soal ke perikanan soal maraknya penangkapan bibit ketam ini,” kata Burhan.

Terpisah, Lurah Pulau Kasu Iktiarbudi mengatakan pengolahan rajungan bukan produk unggulan daerahnya, namun banyak masyarakat yang mendapat manfaat dari kegiatan ekonomi tersebut.

Dia menyebut 95 persen masyarakat Pulau Kasu berprofesi sebagai nelayan.

“Pengolahan rajungan mandiri dilaksanakan oleh masyarakat,” kata Iktiarbudi.

Pulau Kasu terletak di Kecamatan Belakangpadang, Kota Batam. Akses menuju Pulau Kasu dapat ditempuh melalui pelabuhan rakyat Tanjung Riau dengan tarif Rp50 ribu sekali berangkat. Sedangkan dari Pelabuhan Sekupang bisa lebih Rp500 ribu.

Baca juga: Harga tiket feri Batam-Singapura turun Rp30.000 untuk tingkatkan wisman


Pewarta : Laily Rahmawaty
Editor : Angiela Chantiequ
Copyright © ANTARA 2024