Berkah laut Pulau Kasu Batam

id pulau kasu, kepiting rajungan, rajungan, portunus spp, kkp, kota batam, kepulauan riau,kupas rajungan Oleh Laily Rahmawaty

Berkah laut Pulau Kasu Batam

Sejumlah ibu-ibu pengupas rajungan (Portunus spp) tengah sibuk bekerja mengupas daging kepiting rajungan di rumah usaha milik Latifa di Pulau Kasu, Kecamatan Belakangpadang, Kota Batam, Kepuluan Riau (10/9/2024). (ANTARA/Laily Rahmawaty)

Batam (ANTARA) - Tangan ibu paruh baya itu begitu lincah mengupas cangkang rajungan (Portunus spp) di rumah Latifa binti Muhammad Nur (40), warga Pulau Kasu, Kecamatan Belakangpadang, Kota Batam. Menggunakan alat bantu pisau dan tatakan plastik, mengupas kepiting rajungan sudah menjadi kebiasaan sejumlah kaum perempuan di pulau tersebut.

Kalau bagi masyarakat kebanyakan kesulitan saat berupaya memisahkan daging dengan cangkang, di tangan mak-mak Pulau Kasu sangat mudah. Cukup dengan pisau, rajungan dikuliti hingga daging di penjepit dan badan bisa dibersihkan dari serpihan tulang cangkang.

Itulah salah satu kesibukan kaum perempuan di Pulau Kasu, salah satu pulau di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Saat ANTARA menyambangi pulau itu pertengahan September 2024, memerlukan waktu kurang lebih 40 menit mengarungi perairan dengan cuaca cerah untuk sampai ke pulau yang dihuni 1.300 kepala keluarga atau 3.000 jiwa tersebut.
 

Geliat ekonomi

Seorang pekerja pengupas rajungan memperlihatkan kepiting rajungan hasil tangkapan nelayan di Pulau Kasu, Kecamatan Belakangpadang, Kota Batam, Kepuluan Riau (10/9/2024). (ANTARA/Laily Rahmawaty)

Meski tidak se-familiar Pulau Belakangpadang yang menjadi tujuan wisata terkenal sebagai Pulau Penawar Rindu, Pulau Kasu merupakan salah satu kampung suku laut yang sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan dan pengolah hasil perikanan.

Kelurahan Pulau Kasu mencatat 80 persen warganya berprofesi sebagai nelayan, sisanya 20 persen ada yang PNS, petani kebun, dan berdagang, hingga beternak ayam dan kambing. Jenis komoditi yang ditanam penduduk setempat adalah tanaman palawija, kelapa, pisang, kangkung, bayam, bahkan matoa.


Produksi pertanian dan peternakan masyarakat di pulau itu mampu memenuhi sebagian kebutuhan mereka, seperti peternak kambing akan panen di musim Idul Adha, sedangkan pedagang pisang, hampir setiap hari hasilnya dibutuhkan karena gorengan pisang menjadi jajanan khas kampung nelayan itu, yang dijaja keliling oleh kaum perempuan, ada juga yang dijajakan di warung depan rumahnya.


Pulau Kasu, kini mulai dikenal dengan usaha kupas rajungan (Portunus spp) yang dikembangkan oleh sejumlah warga. Sedikitnya ada empat pemilik usaha yang masih bertahan dan sudah bermitra dengan sejumlah pabrik pengolahan komoditas yang menjadi prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang berada di Medan dan Jakarta.


Sejumlah pemilik usaha kupas rajungan di Pulau Kasu, memulai usaha di tahun berbeda-beda. Latifa binti Muhammad Nur, meneruskan usaha peninggalan almarhum suaminya. Usaha tersebut awalnya dimulai oleh iparnya pada tahun 2005 dan bertahan hingga kini. Dari usaha itu dia mampu mempekerjakan 10 ibu rumah tangga dan dibantu tiga pekerja pria di bagian perebusan dan operator di dapur.


Dari usaha kupas rajungan yang dijalani Ipah, panggilan akrab Latifa (ibu dua anak) itu, juga mampu membiayai kehidupannya yang sejak 2020 ditinggal mati suami. Putri pertamanya sekolah di pesantren di Jawa dan putri bungsunya bersekolah di Pulau Kasu. Semua biaya pendidikan untuk dua anaknya dipenuhi dari usaha hasil laut tersebut.

Tidak hanya memenuhi keperluan keluarganya, dari usaha itu dia juga mempekerjakan perempuan lain di bagian pengemasan.

Aktivitas pengupasan dimulai dari perebusan rajungan pada pagi hari, kemudian sekitar pukul 10.00 WIB, ibu-ibu pengupas datang ke tempat usaha yang tidak jauh dari rumah Ipah.

Mereka bekerja dari pagi dan selesai sebelum magrib, dengan sistem pengupahan sesuai dengan banyaknya rajungan yang dikupas. Upah itu juga tergantung bagian yang dikupas. Untuk yang paling sulit, bagian kaki, diupah Rp30 ribu per kg, bagian jepit Rp12 ribu per kg. Untuk badan, dibagi tiga ukuran, yakni tipe jumbo Rp10 ribu per kg, flower Rp40 ribu per kg, dan spesial Rp12 ribu per kg.

Dalam sepekan, Ipah mengirim dua kali rajungan kupas kepada mitranya, sebuah perusahaan pengolahan rajungan di daerah Medan, Sumatera Utara, dengan volume bervariasi. Kalau sedang musim bisa mencapai 100 kg dengan dua kali pengiriman.

Dengan pekerjaan itu, seorang pekerja bisa menerima upah Rp100 ribu hingga Rp200 ribu dalam sepekan. Untuk memenuhi kebutuhan di daerah yang jauh dari kota besar, nilai upah yang diperoleh itu cukup memenuhi kebutuhan keluarga, apalagi jika kebutuhan lainnya dapat dipenuhi dengan mengolah lahan pertanian.

Mengerjakan lahan pertanian atau pekerjaan lain, seperti beternak, bisa dikerjakan oleh para pekerja itu, ketika pasokan rajungan sedang sepi.

Tini (60), salah satu pekerja Ipah, sudah bergabung lebih dari 10 tahun, menikmati pekerjaannya mengupas rajungan, dimana uang upahnya digunakan untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari dan bisa untuk memenuhi kebutuhan lainnya.

Bahkan, pekerjaan mengupas rajungan ini juga diminati anak-anak. Ipah mengaku ada 3 anak-anak yang ikut membantu mengupas sepulang sekolah. Upahnya mereka gunakan untuk uang saku.
 

Usaha potensial

Burhan (63), pemilik usaha kupas rajungan lainnya merasakan keuntungan usaha yang dijalaninya ketika Pandemi COVID-19 melanda Indonesia. Beruntung usaha tersebut terus berjalan, sehingga tidak menyulitkanya bertahan di tengah pembatasan.

Rajungan merupakan salah satu dari 5 komoditas potensial yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Nilai ekspor dari Indonesia mencapai USD 448 juta pada tahun 2023. Selain itu, secara sosial, komoditas rajungan memberikan penghidupan bagi sekitar 90 ribu nelayan dan 180 ribu pengupas yang mengolah rajungan.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, Maret 2024, mendorong jajarannya untuk meningkatkan produksi rajungan, guna mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup dari mencari dan membudidayakan komoditas tersebut.

Selain ke Medan, rajungan kupas warga Pulau Kasu dijual kepada pabrik di wilayah Jakarta.

Usaha kupas rajungan Pulau Kasu juga berpotensi diekspor ke negara tetangga Singapura. Selain karena jaraknya yang dekat, peminat kepiting laut itu di Singapura juga banyak.

Selain dijual ke mitra perusahaan, pengusaha kupas rajungan Pulau Kasu juga menjual usahanya secara mandiri kepada pemilik restoran atau rekanan yang dikenalnya di Batam. Upaya ini dilakukan agar penjualan rajungan kupas terus bergeliat. Sekilo daging rajungan dijual Rp150 ribu untuk kualitas flower.
 


Dukungan usaha

Pulau Kasu memiliki luas kurang lebih 186,197 km persegi itu, di sebelah utara berbatasan dengan Pulau Rempang, sebelah selatan dengan Pulau Pecong, barat dengan Pulau terong dan timur dengan Kelurahan Sekanak Raya.

Posisi Pulau Kasu berjarak sekitar 18 km dari ibu kota Kecamatan Pulau Belakangpadang, 36 km dari Kota Batam, dan 110 km dari Tanjungpinang (Ibu Kota Provinsi Kepri).

Jarak antara Pulau Kasu dengan Singapura kurang lebih 1 jam perjalanan kapal.

Selain usaha kupas rajungan, warga Pulau Kasu juga mengembangkan usaha pengolahan teripang yang satu ekornya bisa dihargai Rp3 juta untuk jenis super, sedangkan jenis teripang gosong Rp1 juta per ekor.

Usaha teripang dikembangkan oleh M Yazid (55) beserta istrinya Rimayanti (50). Untuk teripang gamat dijual Rp400 ribu per kg.

Lurah Pulau Kasu Ikhtiarbudi mengatakan usaha kupas rajungan dan teripang dikelola secara mandiri oleh masyarakat setempat dan usaha itu mampu memberdayakan masyarakat lainnya.

Pemerintah desa yang merasa bahwa usaha perorangan itu mampu menggerakkan ekonomi masyarakat berupaya untuk menjembatani permodalan dengan perbankan lewat kredit usaha rakyat (KUR), namun mereka kurang berminat karena urusan modal sudah tidak ada masalah, termasuk yang telah disediakan oleh mitra kerjanya.

Meskipun demikian, secara informal, pemerintah desa tetap memberikan perhatian kepada mereka dengan terus memantau apa kendala yang mereka hadapi. Upaya itu dilakukan, termasuk pemerintah desa memastikan pasokan bahan bakar minyak (BBM) bagi nelayan tidak terhambat. Nelayan adalah rantai pemasok bahan baku bagi pemilik usaha kupas rajungan di Pulau Kasu.

Upaya sejumlah pemilik usaha di Pulau Kasu menunjukkan bahwa tidak semuanya harus digantungkan kepada pemerintah. Mereka berusaha dengan mandiri, meskipun dalam banyak hal tidak bisa dilepaskan dari peran pemerintah untuk mendukung usaha, seperti yang dilakukan oleh pemerintah desa di pulau tersebut yang selalu memantau keperluan tidak langsung dari usaha mengupas rajungan.

Dukungan yang tidak langsung itu, seperti memantau ketersediaan BBM dan fasilitas lain, yakni pembuatan dermaga dan pemeliharaannya yang tentu sangat menunjang pengiriman hasil kupas rajungan dan menjaga keberlangsungan usaha masyarakat.

 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Berkah laut Pulau Kasu

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE