Batam (ANTARA Kepri) - Perlakuan impor barang di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan, dan Karimun perlu dibedakan dari kawasan pabean Indonesia, kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis.
"Untuk Batam harus ada perlakuan berbeda sebagai konsekuensi penetapan KPBP," kata Harry di Batam, Kamis, menanggapi keluhan pengusaha dalam perizinan impor yang baru.
Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Mendag No.59/2012 tentang Angka Pengenal Importir yang mengatur importir hanya boleh memasukkan satu kelompok barang yang tercakup dalam satu seksi seperti yang tercantum dalam sistem klasifikasi barang. Jika ingin mengimpor lebih dari satu jenis barang, pemasok wajib menunjukkan bukti hubungan istimewa.
Menurut Harry, Permendag itu tidak sejalan dengan semangat FTZ dan perlakuan yang harus diterapkan di wilayah bebas.
Ia mengatakan KPBPB merupakan pasar bebas sehingga produk impor dan produksi dalam negeri harus bersaing. Permendag yang berupaya memproteksi barang buatan Indonesia tidak dapat diberlakukan di KPBPB.
"Kalau produk impor menjadi tuan rumah, itu risiko FTZ menjadi pasar internasional," kata dia.
Ia mengatakan daerah lain di pabean Indonesia memang membutuhkan perlindungan produksi dalam negeri. Namun, proteksi tidak dapat diberlakukan di KPBPB.
Mengenai perizinan API yang dialihkan dari pemerintah pusat ke Badan Pengusahaan KPBPB Batam, ia mengapresiasi. "Jadi tidak perlu repot ke pusat," kata dia.
Sebelumnya, BP Batam mengumumkan ratusan importir terancam tidak dapat memasok barang lagi karena belum memperbarui izin impor API.
Para pengusaha mengeluhkan kesulitan untuk mendapatkan bukti hubungan istimewa karena harus mengurusnya ke kedutaan atau konsulat jenderal asal barang yang hendak diimpor. (ANTARA)
Editor: Rusdianto
"Untuk Batam harus ada perlakuan berbeda sebagai konsekuensi penetapan KPBP," kata Harry di Batam, Kamis, menanggapi keluhan pengusaha dalam perizinan impor yang baru.
Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Mendag No.59/2012 tentang Angka Pengenal Importir yang mengatur importir hanya boleh memasukkan satu kelompok barang yang tercakup dalam satu seksi seperti yang tercantum dalam sistem klasifikasi barang. Jika ingin mengimpor lebih dari satu jenis barang, pemasok wajib menunjukkan bukti hubungan istimewa.
Menurut Harry, Permendag itu tidak sejalan dengan semangat FTZ dan perlakuan yang harus diterapkan di wilayah bebas.
Ia mengatakan KPBPB merupakan pasar bebas sehingga produk impor dan produksi dalam negeri harus bersaing. Permendag yang berupaya memproteksi barang buatan Indonesia tidak dapat diberlakukan di KPBPB.
"Kalau produk impor menjadi tuan rumah, itu risiko FTZ menjadi pasar internasional," kata dia.
Ia mengatakan daerah lain di pabean Indonesia memang membutuhkan perlindungan produksi dalam negeri. Namun, proteksi tidak dapat diberlakukan di KPBPB.
Mengenai perizinan API yang dialihkan dari pemerintah pusat ke Badan Pengusahaan KPBPB Batam, ia mengapresiasi. "Jadi tidak perlu repot ke pusat," kata dia.
Sebelumnya, BP Batam mengumumkan ratusan importir terancam tidak dapat memasok barang lagi karena belum memperbarui izin impor API.
Para pengusaha mengeluhkan kesulitan untuk mendapatkan bukti hubungan istimewa karena harus mengurusnya ke kedutaan atau konsulat jenderal asal barang yang hendak diimpor. (ANTARA)
Editor: Rusdianto