Tanjungpinang (ANTARA) -
Romlah, salah seorang warga, di Tanjungpinang, Selasa, membeli dua kardus minuman kaleng tanpa soda setelah dua kali Lebaran sebelumnya tidak membeli minuman tersebut.
Biasanya, tetangga dan bos di tempat kerjanya juga memberi minuman kaleng tersebut. Namun, sejak Idul Fitri 2020 mereka tidak memberi minuman kaleng itu.
"Tahun ini pun belum ada minuman kaleng pemberian tetangga maupun dari bos. Saya beli saja dua kardus minuman kaleng itu untuk para tamu. Satu kardus harganya Rp98.000/kardus," katanya yang bekerja di toko bangunan.
Ani, warga lainnya, yang tinggal di Batu 9, juga membeli minuman kaleng di salah satu swalayan di Tanjungpinang.
"Saya beli satu kardus yang pakai soda. Soalnya di rumah sudah ada dua kardus minuman yang tidak bersoda, pemberian tetangga," ucapnya.
Gubernur Kepri Ansar Ahmad, di Tanjungpinang, Selasa, mengatakan minuman kaleng yang disajikan untuk tamu yang datang ke rumah saat Lebaran merupakan tradisi yang dilakukan sejak dahulu.
Tradisi minuman kaleng berdampak positif terhadap kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat.
"Sekarang tradisi air kaleng kembali marak setelah dua kali Lebaran warga tidak menerima tamu saat Lebaran untuk mencegah penularan COVID-19," katanya.
Tokoh masyarakat etnis Tionghoa, Bobby Jayanto, mengatakan tradisi minuman kaleng dapat meningkatkan tali silaturahim antarsesama umat Muslim, dan juga warga dari agama lainnya dengan umat Muslim.
Baca juga:
Bobby Jayanto: Bantuan jelang lebaran tradisi tingkatkan silahturahmi
Tradisi buka puasa bersama dari era kebiasaan baru
Menjelang Lebaran, biasanya warga dari agama selain Islam memberi minuman kaleng kepada tetangganya yang merayakan Idul Fitri. Kemudian menjelang Imlek, Natal dan Tahun Baru, umat Islam memberi bingkisan berupa minuman kaleng kepada tetangga atau teman-temannya.
"Biasanya, pengusaha juga memberi bingkisan minuman kaleng kepada rekan-rekannya," ucapnya, yang lahir di Tanjungpinang.
Menurut dia, tradisi minuman kaleng tidak ditemukan di provinsi lain. Tradisi minuman kaleng ini, ketika ia masih kecil, belum ada.
"Waktu saya kecil, kalau bertamu ke rumah tetangga yang merayakan Idul Fitri, belum ada minuman kaleng, melainkan minuman soda kemasan botol. Kemudian, berganti menjadi induk air sirup setelah botol sulit dicari. Setelah 15-20 tahun lalu itu mungkin baru lahir tradisi minuman kaleng," kata Ketua Komisi I DPRD Kepri itu.
Baca juga:
Puncak arus mudik di Kepri diperkirakan mulai H-5 Idul Fitri
Komentar