Tanjungpinang (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Provinsi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) menyatakan berkas perkara dugaan pemalsuan surat tanah yang menjerat mantan Penjabat Wali Kota Tanjungpinang Hasan masih belum lengkap.
“Berdasarkan penelitian jaksa, berkas perkara belum lengkap, masih ada kekurangan syarat formil dan materiil,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Kepri Yusnar Yusuf di Tanjungpinang, Selasa.
Yusnar menyebut berkas perkara tersebut masih di tangan penyidik Satreskrim Polres Bintan. Penyidik kepolisian masih melakukan penyidikan tambahan untuk memenuhi petunjuk jaksa.
“Sampai saat ini penyidik masih berupaya melengkapi berkas perkara sesuai petunjuk jaksa,” sebutnya.
Sementara, Kasi Humas Polres Bintan Iptu Missyamsu Alson mengatakan Penyidik Satreskrim Polres Bintan tengah melengkapi berkas perkara kasus dugaan pemalsuan surat tanah yang melibatkan tiga orang tersangka, yakni Hasan, M. Ridwan, dan Budiman.
Alson memastikan saat ini perkara dugaan pemalsuan lahan seluas 2,6 hektare milik PT Expasindo Raya itu masih terus berlanjut.
Penyidik tengah melengkapi berkas perkara tersangka M. Ridwan dan Budiman setelah dikembalikan sebanyak lima kali oleh jaksa. Demikian pula berkas perkara milik tersangka Hasan yang sudah dua kali dikembalikan jaksa.
"Untuk para tersangka juga masih dikenakan wajib lapor ke Polres Bintan," jelas Alson.
Sementara itu, Kuasa Hukum mantan Pj Wali Kota Tanjungpinang Hendy Davitra meminta penyidik Satreskrim Polres Bintan transparan terhadap hambatan berkas perkara kliennya sesuai petunjuk jaksa, sebab sampai saat ini belum ada kepastian hukum padahal masa penahanan Hasan dan dua tersangka lainnya sudah habis dan dibebaskan demi hukum.
“Prinsipnya sebagai tersangka, klien kami menjadi objek pemeriksaan, artinya apa yang menjadi sangkaan dan pembuktian itu ranahnya penyidik. Pertanyaannya, dalam konteks penyidikan yang sekian lama ini hingga habisnya masa penahanan, belum terjawab kepastian hukum para tersangka,” katanya.
Sebagai warga negara, lanjut dia, tentu negara wajib melindungi kepastian hukum dan hak-hak tersangka dalam proses penyidikan tersebut. Hal ini mengingat dampak dari penyidikan perkara itu cukup merugikan para tersangka. Mulai dari penetapan tersangka yang mengakibatkan harus diberhentikan sebagai Pj Wali Kota Tanjungpinang.
"Belum lagi menjalani penahanan,” ujarnya.
Ia menilai sudah cukup waktu yang diberikan Undang-Undang untuk proses penyidikan perkara tersebut, tapi tak kunjung ada kepastian hukum dalam kelengkapan berkas perkara.
Hendy mengakui tidak bisa mencampuri apalagi mengintervensi proses yang dilakukan penyidik. Kecuali transparan ke publik terhadap hambatan yang dihadapi dalam melengkapi berkas perkara.
Berita Terkait
Komnas HAM minta kasus penembakan AKP Riyanto di Sumbar diusut tuntas
Sabtu, 23 November 2024 17:27 Wib
KPU Natuna gandeng pihak ketiga untuk bersihkan APK paslon
Sabtu, 23 November 2024 16:43 Wib
163 pelamar CPNS Pemkot Batam Kepri lulus ke tahap SKB
Sabtu, 23 November 2024 16:30 Wib
Imigrasi Kota Batam bentuk dua desa binaan cegah perdagangan orang
Sabtu, 23 November 2024 16:13 Wib
RSBP Batam kini layani operasi rhinoplasty untuk perbaikan fungsi hidung
Sabtu, 23 November 2024 14:33 Wib
Imigrasi Batam tunda keberangkatan 767 orang yang diduga PMI ilegal
Sabtu, 23 November 2024 13:44 Wib
RSBP Batam luncurkan layanan spesialis gigi untuk tarik pasien internasional
Sabtu, 23 November 2024 12:56 Wib
Bawaslu Natuna-Kepri imbau tim paslon singkirkan APK secara mandiri
Sabtu, 23 November 2024 11:59 Wib
Komentar