Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menyatakan keputusan untuk membayar Dana Bagi Hasil (DBH) kepada pemerintah daerah ada di tangan Kementerian Keuangan dan tidak terkait dengan hasil audit BPK.
"Silakan saja Kementerian Keuangan mengambil kebijakan terkait menyalurkan atau tidak menyalurkan itu wewenang pemerintah dalam hal ini wewenang Kementerian Keuangan sebagai bendahara keuangan negara sudah tentu wewenang berdasarkan ketentuan undang-undang," kata Agung Firman Sampurna di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.
Agung menyampaikan hal tersebut terkait pencairan DBH untuk DKI Jakarta sebesar Rp2,58 triliun yang merupakan 50 persen dari total piutang selisih pembayaran DBH Jakarta pada 2019 sebanyak Rp5,16 triliun. Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menyurati Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk mencairkan DBH ibu kota.
Sri Mulyani menjelaskan, selisih DBH pemerintah daerah dalam satu tahun anggaran sebenarnya rutin dibayarkan pada kuartal ketiga tahun selanjutnya.
Namun pemerintah pusat masih harus menunggu audit laporan keuangan dari BPK yang biasanya rampung pada kuartal kedua tapi karena pandemi COVID-19, pemerintah pusat memajukan pembayaran tersebut sedangkan selisih pembayaran DBH selanjutnya dibayar di kuartal ketiga setelah audit BPK keluar.
"Tapi jangan dipolitisir, ada yang menyebut membela Anies dan sebagainya. Kami ingin menyampaikan biar ada klarifikasi saja, untuk melaksanakan penyaluran Dana Bagi Basil dasarnya Undang-undang No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Pusat dan Daerah," ungkap Agung.
Sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 tidak mengubah pasal 11 sampai 24 UU tersebut.
"Salah satunya di pasal 23 menyebutkan DBH disalurkan berdasarkan tahun berjalan, kalimat saya mengutip UU, dengan demikian BPK melaksanakan pemeriksaan, tidak ada hubungan antara pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakan Kementerian Keuangan dalam hal ini yang terkait membayar atau tidak membayar DBH yang kurang bayar bertahun-tahun dengan pemeriksaan yang kami lakukan," tambah Agung.
Menurut Agung, kewenangan BPK adalah melakukan pemeriksaan sedangkan kewenangan Kementerian Keuangan adalah melakukan pengelolaaan keuangan negara.
"Jadi ranahnya memang berbeda tidak terhubung apa yang kami lakukan dengan yang pemerintah lakukan dalam hal ini Kementerian Keuangan. BPK lembaga negara yang tugasnya diatur Undang-undang Dasar dan bekerja berdasarkan UU baik yang terkait langsung dengan BPK mengenai pemeriksaan dan pengelolaan tanggung jawab keuangan negara maupun UU terkait lainnya," tegas Agung.
Sebelumnya Menkeu Sri Mulyani memerinci, total kurang bayar DBH DKI Jakarta terdiri dari sisa kurang bayar 2018 senilai Rp19,35 miliar dan potensi kurang bayar 2019 berdasarkan prognosa Rp5,16 triliun.
Berita Terkait
Kemenkumham Kepri siap bangun zona integritas menuju wilayah bebas korupsi
Sabtu, 18 Mei 2024 12:50 Wib
Airlangga sebut peluang Raffi Ahmad maju Pilkada DKI Jakarta
Sabtu, 18 Mei 2024 5:45 Wib
Pemkot Batam targetkan galang dana Rp2 M untuk korban longsor di Sumbar
Jumat, 17 Mei 2024 15:28 Wib
Gulkarmat kerahkan 10 mobil pemadam kebakaran di Kelapa Gading
Jumat, 17 Mei 2024 11:38 Wib
OJK Kepri tingkatan indeks literasi keuangan bagi pelaku UMKM
Kamis, 16 Mei 2024 16:18 Wib
Gulkarmat kerahkan 55 personel untuk padamkan kebakaran di Ancol
Kamis, 16 Mei 2024 15:49 Wib
Seorang imam mushala di Kedoya Jakbar tewas ditikam orang tak dikenal
Kamis, 16 Mei 2024 13:08 Wib
Kejagung periksa Sandra Dewi soal pesawat jet
Kamis, 16 Mei 2024 6:10 Wib
Komentar