Tanjungpinang (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kepulauan Riau Titi Sulastri menyebut angka pernikahan dini di Kota Tanjungpinang perlu mendapatkan perhatian serius pemerintah maupun pihak-pihak terkait.
KPPAD mencatat angka pernikahan dini periode tahun 2020 di ibu kota Provinsi Kepri itu mencapai 75 kasus.
Jumlah tersebut sudah tergolong dalam kategori gawat dan tidak bisa dianggap persoalan biasa.
“Ini sudah gawat, semua pihak harus peka, jangan menganggap pernikahan dini hal biasa,” kata Sulastri di Tanjungpinang, Minggu.
Titi menerangkan setidaknya terdapat empat faktor pemicu angka pernikahan dini. Antara lain, pola pengasuhan yang kurang kuat dalam keluarga, budaya menikah dini, kurang tepat dalam mengartikan agama, serta kondisi anak itu sendiri.
Dia pun menerangkan angka pernikahan dini di Kepri saat ini telah mencapai angka 11 persen atau lebih tinggi dari target RPJMD tahun 2020-2024 sebesar 8 persen.
Pihaknya khawatir tingginya meningkatnya angka pernikahan dini akan berdampak terhadap menurunnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan meningkatkan angka penduduk miskin.
“Pernikahan dini menyebabkan kualitas SDM turun karena miskin keterampilan. Ujung-ujungnya memicu kemiskinan makin meningkat,” tuturnya.
Komisioner KPPAD Kepri Marlia Sari Dewi menilai pemerintah belum serius melakukan riset tentang anak, sehingga kebijakan yang dibuat untuk menurunkan pernikahan dini belum dapat memberikan efek yang positif.
Pihaknya telah berkoordinasi soal tingginya angka pernikahan dini itu dengan pihak sekolah, Dinas Pendidikan serta Komisi IV DPRD Kepri agar menjadi perhatian bersama.
“Ini harus menjadi persoalan bersama dan perlu dicari solusinya,” ujarnya.
Komentar