Tanjungpinang (ANTARA) - Kantor Imigrasi Kelas I Kota Tanjungpinang, Kanwil Kemenkumham Provinsi Kepulauan Riau, menangkap enam orang warga negara asing asal Vietnam karena dugaan melakukan tindak pidana keimigrasian.
"Enam orang WNA Vietnam itu berinisial NVM, LTT, HNC, LN, HVD, serta DHD," kata Kepala Kanwil Kemenkumham Kepulauan Riau I Nyoman Gede Surya Mataram saat memimpin konferensi pers di Tanjungpinang, Selasa.
Surya menjelaskan kronologi penangkapan itu bermula ketika Kantor Imigrasi Tanjungpinang mendapat informasi dari masyarakat tentang keberadaan WNA Vietnam di wilayah setempat pada awal Juni 2024.
Sejumlah petugas Imigrasi kemudian melakukan pengumpulan bahan dan keterangan di lokasi yang sangat terpencil dan tersembunyi di daerah Kijang, Kabupaten Bintan.
"Setelah mendapatkan informasi yang dibutuhkan, petugas memastikan keberadaan WNA Vietnam di lokasi tersebut," ujarnya.
Kemudian pada 13 Juni 2024, petugas Imigrasi kembali melakukan pemeriksaan di lokasi keberadaan enam orang WNA Vietnam tersebut. Setelah itu, enam WNA Vietnam itu dibawa ke Kantor Imigrasi Tanjungpinang untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Baca juga: DBMSDA gesa proyek infrastruktur jalan di Kota Batam
Dari hasil pemeriksaan, mereka mengaku terbang menggunakan pesawat Viet Jet Air VJ813 dari Bandara Tan Aan Nhatke, Vietnam, menuju Bandara Changi, Singapura, pada tanggal 1 Juni 2024.
Pada hari yang sama, mereka melanjutkan perjalanan menuju Pelabuhan Batam Center, Batam, dari Pelabuhan Tanah Merah, Singapura, menggunakan kapal Sindo Ferry.
"Mereka menginap di salah satu hotel di Batam dan esoknya pada 2 Juni 2024 menyeberang dari Pelabuhan Punggur Batam menuju Pelabuhan Sri Bintan Pura, Tanjungpinang," ungkapnya.
Setelah tiba di Tanjungpinang, enam WNA Vietnam itu menuju Wisma Rahmat Kijang, Bintan, menggunakan taksi sekaligus menginap selama dua hari.
Berikutnya, pindah dan tinggal di gudang milik Sunyoto alias Mingkung di Jalan Sei Enam lama, Kecamatan Bintan Timur, sejak 4 Juni hingga diamankan pada 13 Juni 2024 oleh petugas Imigrasi Tanjungpinang.
Selama berada di gudang itu, mereka membuat peralatan memancing sotong dan ikan serta membantu perbaikan kapal milik Sunyoto.
"Mereka berencana menangkap ikan ke laut setelah persiapan peralatan dan kapal selesai," ujar Surya Mataram.
Ia menambahkan enam warga negara Vietnam itu masuk ke Indonesia dengan menggunakan fasilitas Visa C13 (Visa Join Vessel) ada satu orang dan lima orang lainnya menggunakan bebas visa kunjungan.
Baca juga: Dinas kesehatan: Sebanyak 226.299 anak di Kepri sudah divaksin polio
Setelah dilakukan pemeriksaan dan bukti permulaan sudah cukup, akhirnya Kantor Imigrasi Tanjungpinang melalui penyidik yang telah ditunjuk melakukan penyidikan dengan terbitnya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP).
"Saat ini Imigrasi Tanjungpinang berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Bintan untuk tahapan selanjutnya dan menunggu hasil pemeriksaan berkas dari kejaksaan," ucapnya.
Surya Mataram turut menambahkan bahwa Visa C13 berdasarkan Keputusan Menkumham tahun 2023 tentang Klasifikasi Visa bahwa Visa C13 merupakan visa kunjungan sekali perjalanan untuk bergabung dengan alat angkut di Indonesia. Kegiatan utama pemegang visa tersebut adalah bergabung dengan alat angkut yang sedang berada di Indonesia.
Sementara bebas visa kunjungan berdasarkan Pasal 18 ayat (2) Permenkumham Nomor 22 tahun 2023 bahwa bebas visa kunjungan dapat diberikan kepada orang asing untuk melakukan kegiatan wisata, keluarga, meneruskan perjalanan ke negara lain, bisnis, mengikuti rapat, melakukan pembelian barang, menjalani pengobatan dan tugas pemerintahan.
Dari hasil pemeriksaan didapati bahwa tidak ada kegiatan join vessel di Bintan atas nama warga Vietnam yang dibuktikan dengan keterangan Surat Kepala KSOP Kijang.
Kemudian tempat mereka tinggal dan berkegiatan bukan tempat wisata, melainkan tempat gudang penyimpanan ikan sementara.
"Tim penyidik telah mengumpulkan bukti yang cukup untuk menetapkan enam orang WNA Vietnam itu sebagai tersangka. Petugas ikut memeriksa Sunyoto dalam kasus ini," katanya.
Para tersangka diduga melanggar Pasal 122 Huruf (a) dan (b) Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan ancaman pidana penjara lima tahun dan denda Rp500 juta.
Baca juga: Pemkab Natuna-Kepri bentuk tim pengelola informasi tingkat OPD
"Enam orang WNA Vietnam itu berinisial NVM, LTT, HNC, LN, HVD, serta DHD," kata Kepala Kanwil Kemenkumham Kepulauan Riau I Nyoman Gede Surya Mataram saat memimpin konferensi pers di Tanjungpinang, Selasa.
Surya menjelaskan kronologi penangkapan itu bermula ketika Kantor Imigrasi Tanjungpinang mendapat informasi dari masyarakat tentang keberadaan WNA Vietnam di wilayah setempat pada awal Juni 2024.
Sejumlah petugas Imigrasi kemudian melakukan pengumpulan bahan dan keterangan di lokasi yang sangat terpencil dan tersembunyi di daerah Kijang, Kabupaten Bintan.
"Setelah mendapatkan informasi yang dibutuhkan, petugas memastikan keberadaan WNA Vietnam di lokasi tersebut," ujarnya.
Kemudian pada 13 Juni 2024, petugas Imigrasi kembali melakukan pemeriksaan di lokasi keberadaan enam orang WNA Vietnam tersebut. Setelah itu, enam WNA Vietnam itu dibawa ke Kantor Imigrasi Tanjungpinang untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Baca juga: DBMSDA gesa proyek infrastruktur jalan di Kota Batam
Dari hasil pemeriksaan, mereka mengaku terbang menggunakan pesawat Viet Jet Air VJ813 dari Bandara Tan Aan Nhatke, Vietnam, menuju Bandara Changi, Singapura, pada tanggal 1 Juni 2024.
Pada hari yang sama, mereka melanjutkan perjalanan menuju Pelabuhan Batam Center, Batam, dari Pelabuhan Tanah Merah, Singapura, menggunakan kapal Sindo Ferry.
"Mereka menginap di salah satu hotel di Batam dan esoknya pada 2 Juni 2024 menyeberang dari Pelabuhan Punggur Batam menuju Pelabuhan Sri Bintan Pura, Tanjungpinang," ungkapnya.
Setelah tiba di Tanjungpinang, enam WNA Vietnam itu menuju Wisma Rahmat Kijang, Bintan, menggunakan taksi sekaligus menginap selama dua hari.
Berikutnya, pindah dan tinggal di gudang milik Sunyoto alias Mingkung di Jalan Sei Enam lama, Kecamatan Bintan Timur, sejak 4 Juni hingga diamankan pada 13 Juni 2024 oleh petugas Imigrasi Tanjungpinang.
Selama berada di gudang itu, mereka membuat peralatan memancing sotong dan ikan serta membantu perbaikan kapal milik Sunyoto.
"Mereka berencana menangkap ikan ke laut setelah persiapan peralatan dan kapal selesai," ujar Surya Mataram.
Ia menambahkan enam warga negara Vietnam itu masuk ke Indonesia dengan menggunakan fasilitas Visa C13 (Visa Join Vessel) ada satu orang dan lima orang lainnya menggunakan bebas visa kunjungan.
Baca juga: Dinas kesehatan: Sebanyak 226.299 anak di Kepri sudah divaksin polio
Setelah dilakukan pemeriksaan dan bukti permulaan sudah cukup, akhirnya Kantor Imigrasi Tanjungpinang melalui penyidik yang telah ditunjuk melakukan penyidikan dengan terbitnya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP).
"Saat ini Imigrasi Tanjungpinang berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Bintan untuk tahapan selanjutnya dan menunggu hasil pemeriksaan berkas dari kejaksaan," ucapnya.
Surya Mataram turut menambahkan bahwa Visa C13 berdasarkan Keputusan Menkumham tahun 2023 tentang Klasifikasi Visa bahwa Visa C13 merupakan visa kunjungan sekali perjalanan untuk bergabung dengan alat angkut di Indonesia. Kegiatan utama pemegang visa tersebut adalah bergabung dengan alat angkut yang sedang berada di Indonesia.
Sementara bebas visa kunjungan berdasarkan Pasal 18 ayat (2) Permenkumham Nomor 22 tahun 2023 bahwa bebas visa kunjungan dapat diberikan kepada orang asing untuk melakukan kegiatan wisata, keluarga, meneruskan perjalanan ke negara lain, bisnis, mengikuti rapat, melakukan pembelian barang, menjalani pengobatan dan tugas pemerintahan.
Dari hasil pemeriksaan didapati bahwa tidak ada kegiatan join vessel di Bintan atas nama warga Vietnam yang dibuktikan dengan keterangan Surat Kepala KSOP Kijang.
Kemudian tempat mereka tinggal dan berkegiatan bukan tempat wisata, melainkan tempat gudang penyimpanan ikan sementara.
"Tim penyidik telah mengumpulkan bukti yang cukup untuk menetapkan enam orang WNA Vietnam itu sebagai tersangka. Petugas ikut memeriksa Sunyoto dalam kasus ini," katanya.
Para tersangka diduga melanggar Pasal 122 Huruf (a) dan (b) Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan ancaman pidana penjara lima tahun dan denda Rp500 juta.
Baca juga: Pemkab Natuna-Kepri bentuk tim pengelola informasi tingkat OPD