London/Istanbul (ANTARA) - Aktivis Swedia Greta Thunberg berbicara di depan umum pada Senin (6/10) untuk pertama kalinya setelah dibebaskan dari penjara Israel, tempat dia dilaporkan dipukuli dan dipaksa mencium bendera Israel.
Thunberg termasuk di antara 171 orang yang dideportasi oleh otoritas Israel setelah ditahan karena ikut serta dalam armada bantuan menuju Gaza. Kelompok tersebut diterbangkan ke Yunani dan Slovakia setelah dibebaskan.
Thunberg berbicara di Bandara Eleftherios Venizelos di Athena, menekankan bahwa pengalaman pribadinya bukanlah yang terpenting.
"Saya dapat berbicara sangat lama tentang perlakuan buruk dan pelanggaran yang kami alami di penjara, percayalah," kata Thunberg.
"Tapi bukan itu ceritanya. Izinkan saya perjelas: ada genosida yang terjadi di depan mata kita, genosida yang disiarkan langsung," katanya.
"Tak seorang pun berhak mengatakan kami tidak tahu apa yang sedang terjadi. Tak seorang pun di masa depan akan bisa mengatakan kami tidak tahu," ujarnya.
Thunberg menuduh Israel "terus memperburuk dan meningkatkan genosida serta penghancuran massal mereka dengan niat genosida, berusaha memusnahkan populasi, seluruh bangsa di depan mata Anda."
"Kita tak bisa mengalihkan pandangan dari Gaza. dari semua tempat di dunia yang menderita, hidup di garda terdepan sistem bisnis-seperti-biasa ini: Kongo, Sudan, Afganistan, Gaza, dan masih banyak lagi. Apa yang kita lakukan hanyalah upaya minimum," tambahnya.
"Saya tak akan pernah mengerti bagaimana manusia bisa begitu jahat. Bahwa Anda dengan sengaja membuat jutaan orang yang hidup terjebak dalam pengepungan ilegal kelaparan sebagai kelanjutan dari penindasan dan apartheid selama puluhan tahun," katanya.
Dalam sebuah video yang diunggah di akun Instagram-nya, Thunberg mengatakan bahwa Global Sumud Flotilla merupakan demonstrasi "solidaritas internasional" dengan Palestina.
Israel melanggar hukum internasional dengan menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza, ujarnya, seraya menambahkan bahwa "penahanan kami oleh Isarel merupakan akibat langsung dari pemerintah kami."
"Negara-negara memiliki kewajiban hukum untuk mengakhiri keterlibatan mereka dalam genosida, yang kini juga dikonfirmasi oleh Komisioner PBB," tegasnya, menekankan bahwa Israel "tidak memiliki impunitas" dari genosida tersebut.
Sumber: Anadolu
Baca selanjutnya
Negosiasi Hamas dan Israel...
Mesir fasilitasi pembicaraan awal Hamas dan Israel bahas tukar sandera
Negosiasi tidak langsung antara Israel dan Hamas dimulai Senin (6/10) di kota Sharm el-Sheikh di Laut Merah, Mesir, untuk mempersiapkan pertukaran tahanan, menurut laporan media Mesir.
Saluran berita pemerintah Al-Qahera, mengutip sumber-sumber Mesir, mengatakan perundingan tersebut merupakan bagian dari upaya Mesir untuk mengimplementasikan rencana gencatan senjata Gaza yang diusulkan Presiden AS Donald Trump.
"Para mediator dari Mesir dan Qatar sedang berupaya keras untuk membangun mekanisme pembebasan tahanan," tambah sumber tersebut.
Tim perunding Israel tiba di Sharm el-Sheikh Senin pagi untuk perundingan gencatan senjata. Delegasi Hamas, yang dipimpin oleh pemimpin kelompok tersebut, Khalil al-Hayya, tiba pada Minggu (5/10).
Sebelumnya pada Sabtu, Kementerian Luar Negeri Mesir mengumumkan bahwa mereka akan menjamu delegasi Israel dan Hamas pada Senin untuk membahas detail pertukaran tahanan sesuai dengan rencana gencatan Trump untuk mengakhiri perang Gaza.
Pada 29 September, Trump mengumumkan rencana 20 poin, yang mencakup pembebasan tawanan Israel dan Palestina, gencatan senjata, pelucutan senjata Hamas, dan rekonstruksi Gaza. Hamas pada prinsipnya telah menyetujui rencana tersebut dan sedang membahas langkah selanjutnya di Mesir.
Sejak Oktober 2023, serangan Israel telah menewaskan hampir 67.200 warga Palestina di Gaza, dan sebagian besar infrastruktur telah hancur menjadi puing-puing.
Sumber: Anadolu
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Setelah dibebaskan Israel, Greta Thunberg soroti genosida di Gaza