Tanjungpinang (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) mengusut dugaan pungutan liar (pungli) pada penerapan sistem penjualan tiket kapal secara elektronik atau e-ticketing di Pelabuhan Sri Bintan Pura (SBP) Tanjungpinang.
"Dugaan pungli ini berawal dari adanya laporan masyarakat dan pemberitaan media massa," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kepri Yusnar Yusuf di Tanjungpinang, Rabu.
Yusnar mengatakan saat ini tim penyidik Asisten Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Kepri tengah melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan (puldata dan baket).
Selain itu, ada beberapa orang/pihak yang telah dimintai keterangan penyidik, khususnya yang berkaitan dengan penerapan sistem e-ticketing di Pelabuhan SBP Tanjungpinang.
Namun demikian, Yusnar tidak memerinci nama-nama atau pihak yang dimintai keterangan oleh penyidik, termasuk kronologis dugaan pungli hingga potensi kerugian materiil akibat tindakan tersebut.
"Untuk kerugian, kami masih menunggu hasil puldata dan baket," ujar Yusnar.
Sistem e-ticketing di Pelabuhan SBP Tanjungpinang dikelola oleh vendor PT Mitra Kasih Perkasa (MKP) bekerja sama dengan PT. Pelindo, KSOP dan operator pelayaran yang beroperasi di pelabuhan tersebut.
Sementara, Humas PT MKP Evangelia Pranoto mengaku perusahaannya tak ada kaitannya dengan dugaan pungli yang tengah diselidiki Kejati Kepri.
"Kami (MKP) cuma fasilitator e-ticketing. Kalau soal dugaan pungli ini, bisa minta keterangan dengan pihak-pihak berkaitan lainnya," kata Evangelia.
Sebanyak empat unit mesin e-ticketing terpasang di Pelabuhan SBP Tanjungpinang sejak tahun 2024, namun mesin-mesin itu kerap tidak berfungsi dan sulit diakses masyarakat/penumpang.
Sampai saat ini masih banyak penumpang yang membeli tiket secara manual di loket pelabuhan SBP, tetapi ironinya penumpang kapal tetap dikenai biaya administrasi sekitar Rp1.500 sampai Rp2.000 per orang dengan dalih biaya e-ticketing, padahal tidak menggunakan layanan tiket elektronik tersebut.

Komentar