Melati kuntum tumbuh melata,
Sayang merbah di pohon cemara;
Assalamualaikum, mulanya kata,
Salam sembah pembuka bicara
Mencari timba si anak dara,
Di bawah sarang burung tempua;
Salam sembah pembuka bicara,
Selamat datang untuk semua;
Di atas adalah contoh pantun yang sering terdengar apabila kita menghadiri sebuah undangan atau acara seremonial di Propinsi Kepulauan Riau yang dikenal sebagai bumi Melayu. Setiap pejabat ataupun narasumber yang akan berbicara ataupun menutup pembicaraan dan pembawa acara ketika akan membuka /menutup acara selalu menyelipkan satu/dua pantun.
Pantun telah menjadi bagian keseharian bagi masyarakat dan para pejabat atau ASN yang bertugas di daerah ini. Bagi pejabat/ASN yang sudah lama bertugas di Kepulauan Riau mungkin merupakan hal yang biasa, tetapi bagi pejabat/ASN yang baru bertugas atau berasal dari daerah lain ini merupakan fenomena yang menarik. Pejabat/ASN yang baru bertugas di Kepulauan Riau perlu segera berlatih kemampuan berpantun, sebagai bentuk penyesuaian diri ditempat tugas. Kemampuan penyesuaian diri juga berlaku pula untuk pejabat/ASN Ditjen Perbendaharaan yang bertugas kantor vertikal di wilayah Propinsi Kepulauan Riau.
Pantun, apakah itu?
Menurut wikipedia bahasa Indonesia, Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa Minangkabau yang berarti "petuntun". Salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun pada dasarnya adalah karya sastra lisan. Dalam bahasa Jawa Pantun, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b[1] dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis. Ciri lain dari sebuah pantun adalah pantun tidak terdapat nama penulis. Hal ini dikarenakan penyebaran pantun dilakukan secara lisan.
Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian talibun adalah "versi panjang" (enam baris atau lebih). memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun "versi pendek" (hanya dua baris), satu baris sampiran dan satu baris isi.
Berdasarkan isinya, pantun juga dapat dibagi menjadi beberapa jenis antara lain :
1. Pantun Jenaka
Pantun yang isinya lucu atau mengandung humor sehingga dapat menimbulkan tawa bagi pembaca/pendengarnya;
2. Pantun Teka-Teki
Pantun ini berisi teka-teki atau tebak-tebakan. Tebak-tebakan ini biasanya hal-hal umum yang dapat dijawab oleh pendengar atau yang membaca pantun tersebut. Pantun ini dapat digunakan untuk berbalas pantun bagi 2 (dua) orang atau kelompok.
3. Pantun Nasehat
Pantun ini berisi sebuah nasehat atau petuah yang tujuan memberikan tuntunan kepada banyak orang. Pantun nasehat yang mengarahkan pendengar atau pembaca ke arah yang lebih baik.
4. Pantun Kasih Sayang
Pantun ini berisi ungkapan tentang rasa cinta atau kasih sayang yang pada umumnya digunakan oleh anak muda. Pantun ini digunakan sebagai sarana untuk perkenalan, mengungkapkan perasaan ataupun memberikan pujian kepada seseorang.
5. Pantun Nasib
Pantun ini menceritakan nasib atau keadaan seseorang yang berada di perantauan, jauh dari keluarga yang berisi perjuangan hidup, kerinduan dsb;
6. Pantun Agama
Pantun ini mengandung nasehat atau petuah agama. Pantun ini berisi nasihat tentang apa yang baik dilakukan dan apa yang tidak baik dilakukan sehingga manusia teguh dalam melaksanakan agama yang dianut.
7. Pantun Adat
Pantun ini berisi petuah ataupun nasihat untuk melestarikan nilai-nilai atau adat istiadat yang dianut. Pantun ini umumnya menggunakan gaya bahasa dengan nuansa yang mencerminkan budaya suatu daerah.
8. Pantun Kepahlawanan
Pantun ini biasanya berhubungan dengan semangat kepahlawanan, perjuangan pahlawan atau hal-hal yang bersifat patriotik ataupun kisah heroik.
9. Pantun Suka Cita
Pantun ini isinya menceritakan kegembiraan dan kebahagian, karena mendapat hadiah ataupun nikmat. Pantun ini biasanya pantun anak-anak yang menggambarkan kehidupan masa anak-anak yang selalu riang gembira bermain bersama dengan teman-teman sebaya.
10. Pantun Duka Cita
Pantun duka cita tentu saja berkebalikan dengan pantun suka cita. Pantun ini menceritkan tentang kesedihan atau kesusahan yang dialami manusia. Kesengsaraan ataupun kesusahan manusia dapat dialami ketika masih anak-anak, dewasa maupun orang tua.
Sementara itu apabila ditinjau berdasarkan usia, pantun dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu ;
1. Pantun Anak-anak
Pantun anak-anak berisi tentang gambaran kehidupan anak-anak yaitu menggambarkan kegembiraan atau kesedihan dimasa anak-anak. Pantun ini juga dapat berisi petuah atau nasehat kepada anak-anak agar semangat menuntut ilmu, taat pada orang tua, menjalankan ketentuan adat dan agama.
2. Pantun Anak Muda
Pantun anak muda juga menggambarkan kehidupan anak muda yang telah mengenal kehidupan asmara, cinta kasih dan mulai tertarik dengan lawan jenis. Pantun ini biasanya berisi tentang perkenalan, ungkapan kasih sayang ataupun pujian terhadap lawan jenis.
3. Pantun Orang Tua
Pantun ini menggambarkan karakter orang tua sehingga sarat akan nasihat ataupun petuah dalam menjalani kehidupan di dunia.
Kearifan Lokal
Berpantun Ria adalah kearifan lokal yang dipelihara dan dilestarikan oleh masyarakat Kepulauan Riau. Kegiatan ini sangat penting sebagai bentuk pelestarian budaya daerah sebagai bagian dari budaya nasional. Meskipun di daerah lain juga mempunyai seni sastra sejenis pantun seperti parikan di jawa, tetapi parikan tidak menjadi menu wajib dalam acara ataupun serimonial resmi di jawa.
Pada budaya Betawi, pantun biasa digunakan ketika utusan pengantin lelaki akan membuka jalan untuk menuju rumah pengantin perempuan biasanya disambut dengan pantun dan tantangan bermain silat.Di Jawa, parikan biasanya digunakan dalam aktivitas budaya, misalnya ludruk di Jawa Timur ada segmen “Jula Juli” yang sering kali menggunakan parikan/pantun.
Sedangkan untuk di Kepulauan Riau, pantun tidak hanya digunakan pada aktivitas budaya/kesenian, tetapi digunakan juga pada aktivitas formal seperti acara-acara seremonial yang dihadiri oleh pejabat-pejabat yang bertugas di Kepulauan Riau.
Pejabat/ASN Ditjen Perbendaharaan yang bertugas di kantor vertikal Ditjen Perbendaharaan (Kanwil/KPPN), sering juga menyelenggarakan acara-acara seremonial ataupun sebagai pihak yang diundang. Untuk itu pejabat/ASN Ditjen Perbendaharaan juga mempunyai kewajiban moral untuk ikut serta melestarikan kearifan lokal tersebut. Salah satu cara untuk ikut melestarikan kearifan lokal adalah menyelipkan satu/dua pantun pada acara-acara yang diselenggarakan oleh kantor-kantor vertikal Ditjen Perbendaharaan di Kepulauan Riau.
Selain sebagai sarana untuk melestarikan kearifan lokal berpantun ria juga mempunyai manfaat yang lain. Salah satu manfaat dari pantun adalah untuk membuat acara lebih rileks atau tidak terlalu tegang/ serius. Dengan menyelipkan satu/dua pantun pembicara dapat mencairkan suasana. Pantun juga dapat digunakan sebagai sarana kritik/saran kepada instansi ataupun pejabat pemerintahan. Adakalanya pejabat atau instansi tidak berkenan apabila dikritik secara langsung, tetapi dengan menggunakan pantun kritik itu tersampaikan namun obyek kritik tidak merasa tersinggung.
Harapan
Kemampuan berpantun ria bukanlah kemampuan yang dapat langsung dikuasai secara instan. Meskipun seharusnya berpantun ini dilakukan secara spontan tetapi karena tidak semua pejabat/ASN mempunyai bakat dan kemampuan yang sama, maka berpantun juga perlu dipelajari terlebih dahulu. Kemampuan ini perlu dilatih dan diasah sehingga kemampuan berpantun semakin hari semakin meningkat.
Pejabat/ASN Ditjen Perbendaharaan yang akan ditugaskan di Kantor vertikal Ditjen Perbendaharaan diharapkan selain mengasah diri di bidang teknis pekerjaan juga meningkatkan kemampuan untuk berpantun ria. Hal ini agar pejabat/ASN tersebut dapat lebih cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan budaya setempat.
Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan budaya setempat penting dilakukan oleh pejabat/ASN. Hal ini untuk mempermudah komunikasi dan koordinasi juga agar pejabat/ASN betah di tempat baru. Semoga.*****
*)Penulis adalah Kepala KPPN Batam
Keterangan : Isi dan maksud tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis, bukan tanggung jawab redaksi
Berpantun, kompetensi khusus ASN di Tanah Melayu
Pejabat/ASN Ditjen Perbendaharaan juga mempunyai kewajiban moral untuk ikut serta melestarikan kearifan lokal yang ada di Kepri .
Komentar