Walhi: pencabutan izin ekspor bauksit wajib dipatuhi

id tambang bauksit,walhi,kabupaten bintan

Walhi: pencabutan izin ekspor bauksit wajib dipatuhi

Salah satu potret pertambangan bauksit di Kabupaten Bintan (Antaranews Kepri/Nikolas Panama)

Tanjungpinang (ANTARA News Kepri) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Provinsi Riau - Kepulauan Riau berpendapat putusan Ditjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM terkait pencabutan rekomendasi ekspor bauksit kepada PT Gunung Bintan Abadi wajib dipatuhi.

Ketua WALHI Riau-Kepri, Rico Kurniawan, di Tanjungpinang, Selasa, mengatakan, putusan tersebut sudah cukup jelas sehingga Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan wajib menindaklanjutinya.

"Surat dari Kementerian ESDM itu sudah cukup jelas, ada alasan kenapa perusahaan itu dikenakan sanksi berupa pencabutan izin ekspor. Ditjen Perdagangan Luar Negeri dan instansi lainnya harus menaati putusan itu," katanya.

Ditjen Mineral dan Batubara pada 8 Februari 2019 mengeluarkan Surat Nomor 546/30.05/DJB/2019 tentang Pencabutan Rekomendasi Ekspor Mineral Logam Dengan Kriteria Tertentu kepada PT Gunung Bintan Abadi (GBA).

Menurut Rico, berdasarkan surat tersebut terdapat lima poin penting yang menjadi dasar kenapa perusahaan itu dikenakan sanksi.

Berdasarkan hasil pengawasan Kementerian ESDM terhadap kemajuan pembangunan fasilitas pemurnian mineral di dalam negeri, dan kegiatan penjualan mineral ke luar negeri bagi perusahaan pemegang rekomendasi persetujuan ekspor.

Poin pertama ditegaskan berdasarkan Pasal 55 ayat (4) Permen ESDM Nomor 25/2018 mengatur tentang verifikasi kemajuan fisik pemurnian fasilitas pemurnian di dalam negeri dialihkan secara bekala setiap enam bulan oleh verifikator independen.

Poin kedua, Pasal 55 (5) Permen ESDM Nomor 25/2018 mengatur tentang kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian sebagaimana dimaksud harus mencapai paling sedikit 90 persen dari rencana kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian yang dihitung secara kumulatif sampai satu bulan terakhir.

Sementara poin ketigas ditegaskan, Pasal 55 ayat (7) Permen ESDN Nomor 2018 mengatur dalam hal setiap 6 bulan persentase kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian tidak mencapai 90 persen.

Direktur Jenderal atas nama menteri menerbitkan rekomendasi kepada direktur jenderal yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan luar negeri untuk mencabut persetujuan ekspor yang telah diberikan.

? ?Berdasarkan laporan hasil verifikasi kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian 6 bulanan yang diverifikasi oleh PT Sucofindo (persero) progress kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian PT GBA hanya mencapai 75,51 persen dari rencana yang ditetapkan.

? ?"Alasan lainnya juga memperkuat agar pertambangan bauksit harus dihentikan, seperti temuan di lapangan bahwa pertambangan bauksit merusak lingkungan hidup dan hutan," tegasnya.

? ? Terkait permasalahan itu, Ketua Kelompok Diskusi Anti 86, Ta`in Komari, mengatakan, persoalan "smelter" atau fasilitas pemurnian bauksit agak aneh. Sampai hari ini ia belum melihat atau mendapat informasi bahwa PT GBA membangun "smelter".

Sementara berdasarkan data yang diterimanya, aktivitas pertambangan sudah berlangsung sekitar setahun, dan berakhir pada 19 Maret 2019 sesuai surat pemberian kuota ekspor seberat 1,6 juta metrik ton kepada PT GBA.

Bauksit yang diambil dari dalam bumi langsung, dikumpulkan, kemudian diangkut ke dalam kapal tongkang.

? ?"Agak aneh dengan pemberian izin ini. Di satu sisi negara ingin meningkatkan nilai produksi hasil tambang, namun di sisi lain hal itu tidak diatur dengan bijak sehingga bauksit mentah langsung diekspor," katanya.

Baca juga: KLHK perkuat bukti jerat penambang bauksit ilegal

Baca juga: Pemprov diberi waktu tujuh hari tindak tambang Ilegal di Bintan

Baca juga: Walhi dorong KLHK perdatakan perusahaan tambang bauksit

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE