Tanjungpinang (ANTARA) - Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Adi Prihantara, menyebut daerah itu masih memiliki pekerjaan rumah untuk menurunkan prevalensi kasus stunting.
"Pemerintah Pusat memiliki target nasional kasus stunting menjadi 14 persen di tahun 2024, yang tentunya membutuhkan dukungan dari seluruh pemerintah daerah di Indonesia, termasuk Kepri," kata Sekda Adi Prihantara di Tanjungpinang, Kamis.
Kepri menargetkan prevalensi stunting di tahun 2024 turun sebesar 10,20 persen, di mana berdasarkan data SSGI tahun 2022 prevalensi stunting di daerah itu masih sebesar 15,4 persen, atau lebih rendah dibandingkan dengan capaian nasional, yaitu sebesar 21,6 persen.
Oleh karena itu, katanya, konvergensi intervensi terhadap sasaran prioritas pencegahan stunting diharapkan dapat berjalan secara efektif, dengan kerja sama sinergis dari para pemangku kebijakan terkait.
Menurut Adi, pencegahan stunting hendaknya dilakukan dari hulu, sebagai akar dari proses panjang yang akan bermuara kepada tumbuh kembang anak, yang dalam hal ini melalui program pendampingan, konseling, dan pemeriksaan kesehatan tiga bulan pra nikah.
Hal itu bisa dilakukan melalui pengisian Aplikasi Elektronik Siap Nikah Siap Hamil (ELSIMIL) yang telah diluncurkan oleh BKKBN beberapa waktu lalu, guna memastikan calon pasangan usia subur berada pada kondisi ideal untuk menikah dan hamil.
Intervensi penanganan stunting yang telah dilakukan biasanya dilakukan dari hilir, yakni pada saat diketahui berat badan anak kurang baru dilakukan intervensi. Padahal penanganan dari hulu, yakni pada fase pranatal atau sebelum kelahiran, justru merupakan langkah yang penting dalam rangka menjamin pemenuhan gizi, sehingga anak yang akan dilahirkan terbebas dari stunting.
"Kebijakan ini menjadi strategis jika dihubungkan dengan arahan Presiden RI dalam membangun keluarga, terutama untuk menyiapkan generasi yang unggul, sehat, cerdas, dan bertanggung jawab terhadap masa depan bangsa, yang harus dimulai dari hulu," ujar Adi.
Dia menyampaikan untuk merespon percepatan penurunan stunting dibutuhkan keterlibatan semua pihak dan perlu sinergi semua pihak, salah satunya melalui program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS).
Program BAAS sebagai upaya untuk mengeliminasi kasus stunting merupakan program yang diluncurkan BKKBN sebagai gerakan gotong royong dari seluruh elemen bangsa dalam mempercepat penurunan stunting dan menyasar langsung keluarga yang mempunyai anak beresiko stunting.
Selanjutnya, pencegahan stunting perlu digalakkan pula di kabupaten/kota Kepulauan Riau dengan mengoptimalkan program Dapur Sehat Atasi Stunting (DASHAT).
"DASHAT ini merupakan program pemberdayaan masyarakat dalam upaya pemenuhan gizi seimbang. Maka seluruh keluarga yang mempunyai risiko stunting, seperti ibu hamil, ibu menyusui, baduta (bayi bawah dua tahun) terutama dari keluarga kurang mampu," ungkapnya.
Untuk pemenuhan gizi keluarga yang berisiko stunting dapat melalui pemanfaatan sumber daya lokal, termasuk bahan pangan lokal yang dapat dipadukan dengan sumber daya dari mitra lainnya.
Program ini tentunya tidak serta-merta secara absolut menjadi satu-satunya kebijakan yang mampu mengeliminasi stunting, namun perlu didukung pula dengan program-program sejenis yang juga berupaya untuk mengintervensi percepatan penurunan prevalensi stunting di Provinsi Kepulauan Riau.
Oleh karena itu, berjalannya kebijakan satu dengan yang lain hendaknya dapat saling mendorong efektivitas dan keberhasilan penanganan stunting.
"Penting untuk memastikan seluruh program percepatan penanganan stunting, agar dapat berjalan secara berkesinambungan demi mewujudkan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas," papar Adi.
Arah dan kebijakan pelaksanaan penyelenggaraan percepatan penurunan stunting setidaknya dilaksanakan melalui tiga pendekatan, yakni pendekatan intervensi gizi, pendekatan multisektor dan multipihak, serta pendekatan berbasis keluarga berisiko stunting.
Adi yang juga sebagai Pembina Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Provinsi Kepri itu pun meminta semua untuk mendukung dan bergerak dengan cepat untuk mencapai target dan yang paling penting adanya pelaporan yang terkoordinasi antaranggota, terutama yang memiliki data primer seperti Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan Dinas PUPR.
"Kemudian saat ini sedang berproses kegiatan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. Saya berharap masing-masing kabupaten/kota dapat mendukung dan mengawal pelaksanaan kegiatan tersebut, sehingga berjalan dengan sukses dalam upaya menurunkan angka prevalensi stunting," demikian Adi.
"Pemerintah Pusat memiliki target nasional kasus stunting menjadi 14 persen di tahun 2024, yang tentunya membutuhkan dukungan dari seluruh pemerintah daerah di Indonesia, termasuk Kepri," kata Sekda Adi Prihantara di Tanjungpinang, Kamis.
Kepri menargetkan prevalensi stunting di tahun 2024 turun sebesar 10,20 persen, di mana berdasarkan data SSGI tahun 2022 prevalensi stunting di daerah itu masih sebesar 15,4 persen, atau lebih rendah dibandingkan dengan capaian nasional, yaitu sebesar 21,6 persen.
Oleh karena itu, katanya, konvergensi intervensi terhadap sasaran prioritas pencegahan stunting diharapkan dapat berjalan secara efektif, dengan kerja sama sinergis dari para pemangku kebijakan terkait.
Menurut Adi, pencegahan stunting hendaknya dilakukan dari hulu, sebagai akar dari proses panjang yang akan bermuara kepada tumbuh kembang anak, yang dalam hal ini melalui program pendampingan, konseling, dan pemeriksaan kesehatan tiga bulan pra nikah.
Hal itu bisa dilakukan melalui pengisian Aplikasi Elektronik Siap Nikah Siap Hamil (ELSIMIL) yang telah diluncurkan oleh BKKBN beberapa waktu lalu, guna memastikan calon pasangan usia subur berada pada kondisi ideal untuk menikah dan hamil.
Intervensi penanganan stunting yang telah dilakukan biasanya dilakukan dari hilir, yakni pada saat diketahui berat badan anak kurang baru dilakukan intervensi. Padahal penanganan dari hulu, yakni pada fase pranatal atau sebelum kelahiran, justru merupakan langkah yang penting dalam rangka menjamin pemenuhan gizi, sehingga anak yang akan dilahirkan terbebas dari stunting.
"Kebijakan ini menjadi strategis jika dihubungkan dengan arahan Presiden RI dalam membangun keluarga, terutama untuk menyiapkan generasi yang unggul, sehat, cerdas, dan bertanggung jawab terhadap masa depan bangsa, yang harus dimulai dari hulu," ujar Adi.
Dia menyampaikan untuk merespon percepatan penurunan stunting dibutuhkan keterlibatan semua pihak dan perlu sinergi semua pihak, salah satunya melalui program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS).
Program BAAS sebagai upaya untuk mengeliminasi kasus stunting merupakan program yang diluncurkan BKKBN sebagai gerakan gotong royong dari seluruh elemen bangsa dalam mempercepat penurunan stunting dan menyasar langsung keluarga yang mempunyai anak beresiko stunting.
Selanjutnya, pencegahan stunting perlu digalakkan pula di kabupaten/kota Kepulauan Riau dengan mengoptimalkan program Dapur Sehat Atasi Stunting (DASHAT).
"DASHAT ini merupakan program pemberdayaan masyarakat dalam upaya pemenuhan gizi seimbang. Maka seluruh keluarga yang mempunyai risiko stunting, seperti ibu hamil, ibu menyusui, baduta (bayi bawah dua tahun) terutama dari keluarga kurang mampu," ungkapnya.
Untuk pemenuhan gizi keluarga yang berisiko stunting dapat melalui pemanfaatan sumber daya lokal, termasuk bahan pangan lokal yang dapat dipadukan dengan sumber daya dari mitra lainnya.
Program ini tentunya tidak serta-merta secara absolut menjadi satu-satunya kebijakan yang mampu mengeliminasi stunting, namun perlu didukung pula dengan program-program sejenis yang juga berupaya untuk mengintervensi percepatan penurunan prevalensi stunting di Provinsi Kepulauan Riau.
Oleh karena itu, berjalannya kebijakan satu dengan yang lain hendaknya dapat saling mendorong efektivitas dan keberhasilan penanganan stunting.
"Penting untuk memastikan seluruh program percepatan penanganan stunting, agar dapat berjalan secara berkesinambungan demi mewujudkan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas," papar Adi.
Arah dan kebijakan pelaksanaan penyelenggaraan percepatan penurunan stunting setidaknya dilaksanakan melalui tiga pendekatan, yakni pendekatan intervensi gizi, pendekatan multisektor dan multipihak, serta pendekatan berbasis keluarga berisiko stunting.
Adi yang juga sebagai Pembina Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Provinsi Kepri itu pun meminta semua untuk mendukung dan bergerak dengan cepat untuk mencapai target dan yang paling penting adanya pelaporan yang terkoordinasi antaranggota, terutama yang memiliki data primer seperti Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan Dinas PUPR.
"Kemudian saat ini sedang berproses kegiatan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. Saya berharap masing-masing kabupaten/kota dapat mendukung dan mengawal pelaksanaan kegiatan tersebut, sehingga berjalan dengan sukses dalam upaya menurunkan angka prevalensi stunting," demikian Adi.