Natuna (ANTARA) - Kementerian Sosial (Kemensos) melibatkan masyarakat Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, untuk bersama-sama menyukseskan program Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi) di wilayah itu.
Kepala Sentra Terpadu Pangudi Luhur (STPL) Bekasi Kemensos, Wahyu Dewanto, di Natuna, Ahad, mengatakan Atensi merupakan program yang diciptakan pemerintah untuk membantu dan memulihkan kondisi sosial bagi Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), yaitu kelompok masyarakat yang mengalami masalah sosial atau dalam kondisi rentan.
Pada program ini, Kemensos memberikan berbagai bantuan kepada penerima manfaat.
Saat ini pihaknya tengah merekrut masyarakat Natuna untuk menjadi perpanjangan tangan Kemensos dalam pelaksanaan program Atensi. Mereka yang direkrut disebut sebagai aktor.
Para aktor direkrut untuk melaksanakan metode sistem monitoring dan evaluasi (monev) berbasis komunitas program Atensi. Aktor bertugas memantau sekaligus mengevaluasi kegiatan program Atensi yang telah berjalan di Natuna. Selain itu, mereka juga diminta mendata kebutuhan para penerima manfaat agar bantuan dapat disalurkan sesuai kebutuhan yang nyata di lapangan.
Sebelum diterjunkan, para aktor dibekali pelatihan dan pengetahuan teknis terkait metode tersebut. Pelatihan yang dimulai Ahad pagi ini dan akan berlangsung hingga Senin (22/9). Aktor juga diberikan pengetahuan lainnya mencakup penggunaan aplikasi khusus yang dipakai untuk melaporkan hasil pendataan dan monev ke Kemensos.
“Para aktor akan diberikan uang transportasi. Besarannya sedang kita diskusikan, begitu juga dengan jumlah aktor yang nantinya akan ditetapkan,” ucap Wahyu.
Ia menjelaskan, sepanjang 2024 program Atensi di Natuna telah menyasar 251 penerima manfaat dengan total anggaran sekitar Rp574 juta. Sementara pada 2025, jumlah penerima manfaat meningkat menjadi 382 orang dengan alokasi anggaran Rp520 juta.
Bantuan yang diberikan melalui program Atensi cukup beragam, mulai atas kebutuhan dasar, dukungan usaha, sarana-prasarana rumah tangga, alat bantu bagi penyandang disabilitas, hingga layanan untuk lanjut usia dan kelompok rentan lainnya.
“Pada 2024, data penerima manfaat mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sedangkan untuk 2025, kita menggunakan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional, khususnya desil satu hingga empat,” ujar dia.
Menurut Wahyu, Natuna dipilih sebagai pilot project penerapan sistem monev berbasis komunitas. Selain Natuna, pihaknya juga memilih Bekasi sebagai titik pilot projet, karena dianggap telah mewakili wilayah perkotaan sedangkan Natuna mewakili wilayah perbatasan dan terluar.
Jika berhasil metode ini akan diadopsi di setiap wilayah di Indonesia. Metode ini dinilai lebih efisien, sebab sebelumnya proses asesmen dan monev dilakukan dengan mendatangkan tim dari pusat yang menelan biaya besar.
“Dalam setahun, biaya asesmen dan monev bisa mencapai Rp300 juta. Dengan adanya para aktor di tingkat masyarakat, biaya tersebut dapat ditekan secara signifikan,” ujar dia.