Karimun (ANTARA News) - Fenomena alam berupa matahari dilingkari cincin pelangi atau dikenal dengan halo matahari muncul di langit Pulau Karimun Besar, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, Senin 21 Februari 2011 pukul 11.25 - 12.10 WIB.
Fenomena menarik itu terjadi sekitar 45 menit, saat cuaca cerah dengan matahari bersinar terik tanpa diselimuti awan.
Puluhan pegawai Pemerintah Kabupaten Karimun beramai-ramai keluar ruangan menyaksikan penampakan matahari yang tidak biasa itu.
Sebagian di antara mereka menyempatkan diri mengabadikan momen langka tersebut dengan kamera telepon seluler.
Sebagian lainnya sibuk mendiskusikan gejala alam yang juga muncul di Padang, Sumatra Barat pada 30 September 2009, usai gempa besar melanda negeri tersebut.
Mala, pegawai Satpol-PP yang berjaga di pintu masuk kantor bupati mengaku takjub dengan femomena unik tersebut.
''Fenomena langka. Apa ini yang namanya gerhana?'' katanya.
Sementara, beberapa pegawai lainnya mengatakan fenomena tersebut adalah halo matahari.
''Mudah-mudahan ini menjadi pertanda baik bagi Karimun,'' kata Arif, pegawai lain.
Fenomena tersebut juga menghebohkan warga Bukit Sidomulyo, Tanjung Balai Karimun.
Yati, warga Bukit Sidomulyo yang berniat menjemur pakaian di rumahnya mengaku termangu beberapa detik menyaksikan pemandangan menarik tersebut.
''Pemandangan seperti ini belum pernah saya lihat sebelumnya,'' ucapnya.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kepulauan Riau, Sulimin ketika dihubungi membenarkan bahwa fenomena merupakan halo matahari.
''Proses terjadinya halo matahari sama seperti pelangi, kalau pelangi di lapisan bawah (atmosfer), terjadi pada sore hari atau pagi. Sedangkan halo matahari berada pada lapisan atas dan terjadi siang hari,'' katanya.
Menurut dia, halo matahari terjadi akibat pembiasan uap atau titik-titik air yang terpantul sinar matahari. Pembiasan titik air tersebut memunculkan cahaya yang melingkari matahari.
''Halo matahari merupakan fenomena alam biasa. Tidak ada kaitannya dengan mistik atau bencana alam. Lamanya tergantung keberadaan uap air di bagian atas atmosfer. Dan, tidak semua tempat bisa menyaksikannya, kami di Tanjungpinang sama sekali tidak melihat fenomena itu,'' katanya.
(ANT-RD/Btm1)
Komentar