Melihat tradisi makan bersama bubur asyura di Kampung Bugis Tanjungpinang

id Makan bersama bubur asyura

Melihat tradisi makan bersama bubur asyura di Kampung Bugis Tanjungpinang

Warga Kelurahan Kampung Bugis, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, menggelar makan bersama bubur asyura dalam rangka memperingati 10 Muharam 1445 Hijriah, Jumat (28/7/2023). ANTARA/Ogen

Tanjungpinang (ANTARA) - Warga Kelurahan Kampung Bugis, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), menggelar makan bersama bubur asyura guna memperingati 10 Muharam 1445 Hijriah yang bertepatan tanggal 28 Juli 2023.

Sesuai dengan maknanya, kata asyura berasal dari bahasa Arab 'Asyr yang artinya hari ke-10.

Kegiatan semacam ini sudah menjadi tradisi tahunan warga sekitar sebagai warisan nenek moyang sejak zaman dahulu.

Bubur asyura dimasak warga secara bergotong-royong menggunakan kawah besar.

Makanan olahan beras dengan tekstur lembut dan lunak itu dicampur 40 bahan pelengkap, mulai dari aneka sayur kangkung, pucuk paku, wortel kentang, buncis, kacang hijau, kacang tanah, kacang panjang, keledek/ubi jalar, keladi, ayam, hingga kerang.

Panitia memasak lebih kurang 10 kilogram bubur asyura untuk disantap bersama penduduk sekitar.

Juru masak, Burhan, menyebut proses memasak bubur asyura hingga matang membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam.

Burhan dibantu sejumlah warga lain, yang secara bergantian mengaduk bubur di dalam kawah dengan menggunakan sendok logam.

Setelah matang, bubur asyura lalu dimasukkan ke dalam panci berukuran sedang hingga besar untuk dihidangkan kepada warga.

Namun sebelum itu, warga terlebih dahulu membacakan doa selamat kepada Allah Swt. yang dipandu oleh seorang pembaca doa.

Baru sesudahnya, masing-masing warga dengan sendirinya langsung mengambil hidangan bubur asyura menggunakan mangkok plastik untuk dimakan bersama-sama.

Acara ini dipusatkan di rumah makan makan laut Mirnasyari, milik warga Kampung Bugis yang letaknya di kawasan pesisir.

Suasana akrab diselingi canda tawa terlihat ketika ratusan warga tampak menikmati sajian bubur asyura.

Tak ada sekat di antara mereka, semua terlihat kompak satu sama lain.

Warga yang datang silih berganti menyantap bubur asyura terdiri atas berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang tua.

Panitia memang tidak membatasi warga. Siapa pun yang datang diberi bubur asyura selama masih tersedia.

Bagi masyarakat yang tidak sempat hadir, juga mendapat kiriman bubur asyura dari tetangga mereka yang kebetulan hadir langsung di lokasi makan bersama bubur.

Sebagian disisakan untuk buka puasa bersama di masjid bagi warga yang melaksanakan puasa sunah pada hari asyura atau 10 Muharam.

Warga sangat senang dan bersyukur dapat menikmati bubur itu secara gratis sembari berharap agar kegiatan itu dapat terus dilestarikan setiap tahunnya.
Warga Kelurahan Kampung Bugis, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), menggelar makan bersama bubur asyura dalam rangka memperingati 10 Muharam 1445 Hijriah, Jumat (28/7/2023). ANRARA/Ogen



Wujud rasa syukur

Makan bersama bubur asyura di Kampung Bugis merupakan salah satu wujud rasa syukur warga atas limpahan rezeki, kesehatan, keselamatan, hingga umur panjang yang telah dianugerahkan Allah Swt. kepada penduduk setempat.

Selain itu, ianya juga dimaksud untuk menjauhkan Kampung Bugis dari segala marabahaya dan musibah.

Di sisi lain, kegiatan itu pun dapat mempererat sekaligus meningkatkan tali silaturahmi antarsesama warga sehingga dapat membangkitkan nilai-nilai sosial dan semangat gotong royong.

Jika dirujuk menurut sejarah atau asal-usulnya, bubur asyura sudah ada sejak masa Nabi Nuh kala bersama kaumnya yang beriman selamat dari banjir besar dengan menaiki perahu.

Dihikayatkan bahwa tatkala perahu Nabi Nuh a.s. sudah berlabuh (siap digunakan) pada hari 'asyura, beliau berkata kepada kaumnya, "Kumpulkanlah semua perbekalan yang ada pada diri kalian!" Lalu Nabi Nuh menghampiri (mereka) dan berkata, "Aambillah kacang fuul (semacam kedelai) ini sekepal dan adas (biji-bijian) ini sekepal, dan ini dengan beras, dan ini dengan gandum dan ini dengan jelai (sejenis tumbuhan yang bijinya/buahnya keras dibuat tasbih)."

Kemudian Nabi Nuh berkata, "Masaklah semua itu oleh kalian, niscaya kalian akan senang dan dalam keadaan selamat."

Dari peristiwa ini maka kaum muslimin (terbiasa) memasak biji-bijian. Kejadian di atas dipercaya merupakan praktik memasak yang pertama kali terjadi di Bumi setelah kejadian topan, dan juga peristiwa itu dijadikan inspirasi sebagai kebiasaan setiap hari asyura.

Sejak itu, tradisi memasak bubur asyura dilakukan oleh muslim di berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia.

Ketua panitia, Hasan, mengatakan tradisi memperingati hari asyura juga merujuk pada sejarah Islam.

Banyak kejadian pada 10 Muharam, di antaranya hari penciptaan alam semesta, hari saat Nabi Nuh diselamatkan dari banjir bandang, hari saat Nabi Musa melintasi laut Merah terbelah ketika dikejar tentara Fir`aun.

Pada hari asyura juga, Nabi Ibrahim selamat dari pembakaran oleh Raja Namrud, serta hari saat Nabi Yunus keluar dari perut ikan.
 
Terus dilestarikan

Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad berharap umat Islam dapat terus melestarikan tradisi makan bersama bubur asyura sebagai ajang meningkatkan semangat gotong royong dan berbagi bersama.

Ia mengapresiasi masyarakat, khususnya Kampung Bugis, Kota Tanjungpinang, yang rutin setiap tahunnya memperingati 10 Muharam dengan memasak bubur asyura dan dibagi-bagikan secara gratis kepada warga.

Beberapa daerah lainnya di Provinsi Kepri masih tetap menggelar hajatan masak lalu makan bubur asyura secara gotong royong, seperti di Kabupaten Lingga. Apalagi berdasarkan sejarah Melayu, bubur asyura menjadi salah satu menu makanan yang disukai raja-raja pada zaman kerajaan Riau-Lingga.

Terlepas dari itu, momentum 10 Muharam hendaknya dapat membawa perubahan yang lebih baik, khususnya bagi tiap-tiap insan agar terus berupaya meningkatkan amal kebaikan dan ibadah kepada Allah Swt., salah satunya dengan berpuasa asyura.

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE