Anambas (Antara Kepri) - Rencana untuk merealisasikan izin "landing" tetap di Bandara Khusus Palmatak terus digesa. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas bersama Perusda Anambas Sejahtera membentuk tim khusus membahas kembali biaya per landing yang sempat menuai kontraversi tersebut.
Direktur Administrasi dan Keuangan Perusda Anambas Sejahtera M.Nasrul Arsyad mengatakan, Staf Ahli Bupati bidang ESDM dan Ketenagakerjaan, yang sebelumnya menjabat Kepala Dinas Tenaga Kerja Herdi Usman, beserta sejumlah perwakilan Pemkab Anambas menghadiri undangan untuk kembali membahas masalah tersebut.
"Beliau (Herdi Usman-red) diusulkan karena memiliki pengalaman untuk membahas masalah ini. Salah satunya dengan pihak Riau Airlines (RAL) yang dahulu melayani penerbangan di Anambas, pada prinsipnya, tinggal kesiapan di kita saja," ungkapnya di Tarempa, Selasa.
Nasrul kembali menuturkan, bahwa tarif per landing yang diusulkan pihaknya mendapat respons positif baik dari pihak Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Republik Indonesia, SKK Migas, beserta pihak Conoco Phillips. Sejumlah pihak ini diketahui telah turun langsung untuk mengkroscek fakta di lapangan, khususnya terkait layanan transportasi udara oleh pesawat ATR 72-500 milik NAC yang saat ini dikelola Perusda.
"Gambarannya sama dengan apa yang kita usulkan. Sebelumnya kita usulkan dengan harga Rp17 ribu per landing ditambah Rp5 ribu per penumpang. Biaya ini sama dengan yang ada di Bandara Sei Bati, Tanjung Balai Karimun. Paling tidak, kemarin kami usulkan sama dengan bandara yang ada di Batam dan Tanjungpinang yang didukung pula oleh surat Bupati Kabupaten Kepulauan Anambas. Bila disetujui, hal ini pun tidak terlalu berpengaruh banyak ke harga tiket," Paparnya.
Pembicaraan mengenai tarif biaya landing yang tercantum dalam "draft facility sharing agreement" sebelumnya telah dilakukan oleh pihak Pemkab beserta tim yang terdiri dari DJKN, SKK Migas serta pihak Conoco Phillips di aula Kantor Bupati Kabupaten Kepulauan Anambas beberapa waktu lalu. Dalam draft facility sharing agreement tersebut, selain merinci sejumlah item, disebutkannya juga mengenai besaran biaya yang nilainya mencapai US$ 508,46,- yang bila dirupiahkan mencapai Rp6 juta sekali landing.
Hal ini belum ditambah uang jaminan yang tidak dapat ditarik kembali mencapai US$ 20.000. Hal ini tentu jauh berbeda dengan tarif yang dikeluarkan oleh otoritas bandara lain seperti bandara yang ada di Batam maupun Tanjungpinang.
"Ini tentu lain dengan pesawat yang dikelola Perusda, ini murni untuk melayani kebutuhan mobilitas masyarakat, bukan untuk kegiatan yang berhubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi di bidang Migas," katanya.
"Saat ini, saran dan usulan kita tengah dibawa ke Jakarta untuk kembali dirapatkan. Kita harap agar hal ini menjadi pertimbangan pihak mereka. Perusda merupakan perpanjangan tangan pihak Pemerintah Daerah. Salah satunya terkait pelayanan umum berupa jasa transportasi udara," ungkap Direktur Utama Perusda Anambas Sejahtera, Al Jihad beberapa waktu lalu. (Antara)
Editor: Rusdianto

Komentar