Batam (Antara Kepri) - Kongres Bahasa Melayu yang diikuti perwakilan dari tujuh negara ASEAN akhirnya melahirkan Piagam Persetiaan Bahasa Melayu yang berisi beberapa pokok pikiran demi meninggikan martabat Bahasa Melayu di antara bahasa-bahasa lain di dunia.
"Setelah mendengar dan menyimak paparan para panelis serta menyerap lintasan pemikiran dalam Kongres Bahasa Melayu, dengan semangat kebersamaan sebagai pemakai dan pendukung Bahasa Melayu, maka Tim Perumus Kongres Bahasa Melayu 2015 menyusun pokok-pokok pikiran sebagai kesimpulan Kongres," kata Ketua Panitia Kongres Bahasa Melayu, Yusfa Hendri, di Batam Kepulauan Riau, Senin.
Piagam itu terdiri dari dua, yaitu yang ditujukan kepada pemangku kepentingan negara serantau Melayu dan pemangku kepentingan Indonesia secara khusus.
Piagam yang ditujukan kepada pemangku kepentingan di Negara Serantau Melayu, yang meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam dan Filipina, para perumus meminta untuk memperjuangkan Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN, dan sebagai satu bahasa resmi Perserikatan Bangsa Bangsa atau Bangsa Bangsa Bersatu.
Piagam yang dirumuskan bersama-sama pemerhati Bahasa Melayu juga meminta pemangku kepentingan negara serumpun untuk meningkatkan jalinan kerja sama dalam pengembangan dan pembinaan Bahasa Melayu sehingga Bahasa Melayu kian kukuh sebagai Bahasa ilmu pengetahuan.
Kemudian meminta pemangku kepentingan menyusun peristilahan bersama Bahasa Melayu Serantau, mengadakan revitalisasi dan menggalakkan pemakaian huruf Jawi atau Arab Melayu sebagai aksara dalam penulisan Bahasa Melayu sesuai tuntunan zaman.
"Sehingga penulisan Bahasa Melayu dalam huruf Jawi dapat menyerap dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan," kata Yusfa.
Lalu, peserta kongres juga meminta pemangku kepentingan menggalakkan penerbitan ulang karya-karya Melayu klasik yang tersebar di kawasan Melayu Serantau serta penerbitan karya-karya Melayu kontemporer, menggalakkan peredaran dan pemasaran buku-buku karya Melayu di kawasan Melayu Serantau serta menggalakkan pertukaran pelajar, mahasiswa dan pakar di kawasan Melayu Serantau guna memperdalam pengetahuan Bahasa Melayu.
Kepada pemangku kepentingan di Indonesia agar kiranya menggalakkan Bulan Bahasa pada setiap bulan Oktober dengan mengadakan berbagai kegiatan yang bermuara pada upaya memartabatkan Bahasa Melayu.
Kongres juga mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengakui dan menetapkan bahwa secara historis, bahasa Melayu yang diputuskan untuk dijunjung sebagai Bahasa Indonesia dalam Kongres Pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928, bersumber dari Bahasa Melayu Riau yang berasal dari Pulau Penyengat, Provinsi Kepulauan Riau.
Lalu, menjadikan Bahasa Melayu sebagai muatan lokal di sekolah-sekolah yang berada di wilayah berbahasa Melayu, memberikan perhatian serius kepada para mahasiswa yang berminat mempelajari, mendalami dan mengkaji Bahasa Melayu dengan memberikan bea siswa, mulai jenjang strata 1, 2 dan 3.
Peserta kongres juga berharap pemerintah Indonesia membuka Fakultas Ilmu Budaya Melayu di Universitas Maritim Raja Ali Haji, demi menginsyafi wilayah Kepri sebagai pusat tamadun Melayu terpenting di alam Melayu.
"Dan yang terakhir, menjadikan Kepri sebagai pusat dokumentasi dan kajian Bahasa Melayu, selaras dengan sejarah yang pernah tertoreh di kawasan ini sebagai pusat perkembangan Bahasa Melayu, sehingga Pemerintah Hindia Belanda menetapkan Bahasa Melayu dialek Riau sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan bahasa pengajaran di Hindia Belanda atau Indonesia sekarang," kata pria yang juga Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batam.
Beberapa panelis dalam kongres itu antara lain akademisi UMRAH Abdul Malik, Pimpinan Yayasan Karyawan dan Gabungan Penulis Negara (Gapena) Malaysia Zainal Abidin Borhan, Pimpinan Dewan Bahasa dan Pustaka Melayu Thailand Hamiding Sanor, Pimpinan Pusat Bahasa Melayu Singapura Muhamed Noh Daipi dan perwakilan Melayu Champa Muhammad Zain Musa. (Antara)
Editor: Rusdianto
Komentar