Nelayan Karimun prihatin Pantai Pak Imam jadi hak milik

id pantai pak imam,hak milik,kuda laut,karimun

Nelayan Karimun prihatin Pantai Pak Imam jadi hak milik

Seorang pekerja membongkar atap bangunan milik Rio yang dieksekusi karena berada di atas tanah milik Rinto di Pantai Pak Imam, Baran Timur, Kecamatan Meral, Kamis (20/12). (Antaranews Kepri/Rusdianto)

Kami hanya melaksanakan perintah Ketua. Tanah ini sudah memiliki putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap
Karimun (ANTARANews Kepri) - Nelayan tradisional di Tanjung Balai Karimun, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau prihatin pantai di Kuda Laut atau biasa disebut Pantai Pak Imam, Baran Timur, Kecamatan Meral dikuasai secara perorangan dengan status hak milik.

"Kami sangat prihatin dan sedih pantai tempat kami menangkap ikan sudah dikuasai orang per orang. Tampaknya keadilan tidak memihak nelayan lagi," kata Ketua KUBE Nelayan Kecil A Gafar alias Jang Kurau ketika menyaksikan sita eksekusi tanah Pantai Pak Imam oleh Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun, Kamis.

Sita eksekusi yang dilakukan yakni dengan membongkar satu bangunan kayu milik seorang nelayan, Rio, di atas tanah pantai yang ia bangun sejak 8 tahun lalu.

Rumah Rio dibongkar atas permohonan eksekusi dari Rinto sebagai tindak lanjut dari Surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun pada 2 Oktober 2017 Nomor: 8/PEN.PDT.G.EKS/2017/PN.Tbk Jo Nomor: 18/Pdt/G/2017/PN Tbk.

Rinto dinyatakan sebagai pemilik sah tanah Pantai Pak Imam seluas 19.972 meter persegi dengan Sertifikat Hak Milik No.: 0052.

"Setahu kami, pantai milik negara. Tempat nelayan kecil menebar jala menangkap ikan atau mencari udang. Pantai ini juga tempat kami bermain `jong` atau mandi safar. Entah kenapa tiba-tiba menjadi hak milik," ujar Gafar.

Menurut dia, Pantai Pak Imam merupakan pantai terakhir di Pulau Karimun Besar yang bisa digunakan nelayan untuk mencari nafkah, sementara pantai-pantai lain sudah berdiri bangunan ruko.
Ketua KUBE Nelayan Kecil A Gafar alias Jang Kurau (Antaranews Kepri/Rusdianto)


Dia menilai sita eksekusi itu secara tidak langsung telah melegalkan jual beli pantai yang katanya tanah negara.

"Karena setahu kami, tanah yang bisa jadi hak milik perorangan, posisinya harus 30 meter dari pasang tertinggi, dan 100 meter untuk perusahaan. Anda saksikan sendiri, tanah yang dieksekusi masih berada pada dalam titik pasang air laut, dan tidak ada pengambilan batas atau pengukuran ulang," katanya pula.

Sementara itu, Rio hanya pasrah dengan pembongkaran rumahnya sebagai bagian dari proses eksekusi.

"Mau bagaimana lagi, ini kan proses hukum. Saya ikhlas tanah ini diambil negara, tapi saya tidak rela dijadikan hak milik," katanya lagi.

Pada kesempatan yang sama, Panitera Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun Aryudiawan tidak banyak berkomentar terkait pernyataan nelayan itu.

"Kami hanya melaksanakan perintah Ketua. Tanah ini sudah memiliki putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap," kata dia.

Kuasa hukum Rinto, Wiryanto mengatakan sita eksekusi adalah bagian dari proses hukum yang harus dipatuhi semua pihak.

"Tanah ini sudah berperkara dan sudah ada putusannya. Dimana wibawa pengadilan sebagai tempat mencari keadilan, jika sita eksekusi ini tidak dilakukan," ujar Wiryanto.

Pembongkaran rumah Rio berlangsung sekitar dua jam dikawal aparat kepolisian.

Sita eksekusi ini merupakan upaya ketiga yang dilakukan pengadilan. Upaya pertama dilaksanakan pada Desember 2017, namun batal setelah mendapat penolakan dari nelayan, dan upaya kedua pada Kamis (13/12/2018) juga mendapat penolakan, dan Rio membuat pernyataan akan membongkar sendiri bangunannya.

Informasi dihimpun, Pantai Pak Imam memiliki dua Sertifikat Hak Milik (SHM) yang sempat ditetapkan sebagai status quo oleh Badan Pertanahan Nasional Karimun, pertama atas nama Randi seluas 11.453 meter persegi. Lokasi tanah Randi ini berada di laut dan akhirnya SHM atas nama Randi dicabut oleh BPN.

Kemudian, tanah atas nama Rinto yang berperkara di pengadilan.

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE