Tanjungpinang (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri), mencatat 73 kasus kekerasan anak di daerah itu hingga 9 Oktober 2023.

Kepala DP3APM Tanjungpinang, Rustam, mengatakan angka itu memang lebih rendah dibanding tahun 2022 yang sebanyak 83 kasus, namun jumlahnya bisa saja bertambah karena masing tersisa dua bulan lebih jelang berakhirnya tahun 2023.

"Kalau dilihat kasus kekerasan anak di Tanjungpinang tahun 2022 dibanding 2021, angkanya naik dari 76 kasus menjadi 83 kasus," kata Rustam di Tanjungpinang, Rabu.

Dari total 73 kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani tahun ini, kata Rustam, didominasi oleh kasus kekerasan seksual sebanyak 31 kasus. Lima kasus di antaranya diindikasikan terlibat prostitusi, yang mana tiga kasus melibatkan siswa tingkat SMP dan dua siswa tingkat SMA.

Baca juga:
Disbudpar Tanjungpinang gelar pameran temporer siklus hidup orang Melayu

UMRAH dan AJI Tanjungpinang bekali mahasiswa dengan pelatihan cek fakta anti hoaks

Kemudian dari data tersebut, perempuan menjadi korban paling dominan, yaitu 25 orang. Selebihnya laki-laki sebanyak enam orang. Pelakunya ada yang berasal dari ayah kandung, ayah tiri, pacar, teman, tetangga serta orang lain.

"Selain kekerasan seksual, ada pula kasus anak jadi korban penelantaran, kekerasan fisik, psikis, dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO)," ungkap Rustam.

Rustam mengaku prihatin karena kasus kekerasan terhadap anak di Tanjungpinang masih cukup tinggi. Penyebabnya beragam, misalnya kasus prostitusi yang tidak terlepas dari adanya tempat hiburan malam.

Selain itu, ada juga faktor kerentanan dari keluarga, seperti orangtua tunggal, orangtua sambung hingga faktor ekonomi.

“Bisa juga pembiaran dari orang tua, seperti membiarkan anak masih di luar rumah, padahal sudah jam  21.00 WIB," ucap Rustam.

Baca juga:
Hasan ajak masyarakat Tanjungpinang tidak mubazir mengonsumsi beras

DPRD Kepri minta Pemda cari solusi turunkan harga tiket kapal Tanjungpinang-Singapura

Oleh karena itu, lanjut Rustam, dalam rangka pencegahan kekerasan seksual anak, Pemkot Tanjungpinang melalui DP3APM akan mengoptimalkan melalui peraturan daerah (perda) dan peraturan wali kota (perwako).

Optimalisasi ini dilakukan dalam bentuk peningkatan operasi yustisi dan non yustisi terkait Perda No. 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Anak, Perda No.7 Tahun 2018 tentang Perubahan Perda No. 5 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum dan Perwako No.54 Tahun 2015 tentang Penerapan Jam Belajar Malam Bagi Peserta Didik.

"Keberadaan anak anak di tempat hiburan pada jam tertentu dilarang, apalagi pada jam belajar atau jam sekolah, dan ini juga harus menjadi komitmen para pelaku usaha sebagaimana diatur dalam perda tersebut," ujarnya.

Selain itu, Satpol PP Tanjungpinang juga akan menggiatkan kembali patroli penerapan jam belajar malam bagi peserta didik, yaitu dimulai pukul 18.00 WIB sampai 21.30 WIB, kecuali pada hari libur.

Pemkot Tanjungpinang juga membentuk satgas pencegahan dan penanganan kekerasan di setiap satuan pendidikan, penguatan peran agen perubahan, penyebaran kuisioner pada siswa, serta operasi penyisiran handphone siswa di sekolah.

"Tidak kalah penting adalah sosialisasi pendidikan pengasuhan anak dan remaja yang diperluas dengan melibatkan tim penggerak PKK, BKMT dan para mubaligh," demikian Rustam.

Baca juga:
Polda Kepri dapat tambahan 28 unit ETLE

KPU Batam catat 766 warga urus pindah memilih di Pemilu 2024

KPU Bintan terima kiriman 1.984 bilik suara Pemilu 2024

Penerimaan pajak di Batam hingga September capai Rp905 miliar




Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: DP3APM Tanjungpinang catat 73 kasus kekerasan anak hingga Oktober

Pewarta : Ogen
Editor : Yuniati Jannatun Naim
Copyright © ANTARA 2024