Batam (ANTARA Kepri) - Balai Pengawasan Obat dan Makanan menemukan mie kuning mengandung formalin dan bolu kukus merah mengandung rodhamin B, di Pasar Ramadhan Aviari, Batam.
Kepala BPOM RI Lucky S Selamat, di Batam, Senin, mengatakan BPOM melakukan uji kandungan terhadap produk pangan jajanan puasa di Pasar Aviari dan ditemukan ada yang mengandung bahan berbahaya.
"Dari 30 sampel produk jajanan puasa yang diuji, ditemukan satu sample bolu kukus mengandung rodhamin B dan satu sampel mie kuning mengandung formalin," kata dia.
Sedangkan dari 26 sampel pangan segar yang diuji lainnya, kata dia, semua negatif untuk uji bahan bahaya.
Formalin kerap digunakan sebagai pengawet produk-produk pangan maupun nonpangan karena sifatnya yang mampu membunuh kuman. Namun, jika penggunaannya melewati ambang batas, formalin dapat membahayakan kesehatan tubuh dan memicu pertumbuhan kanker.
Sedangkan Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan kertas . Bila dikonsumsi maka dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan.
Sementara itu, dalam pengawasan BPOM di Batam menjelang Ramadhan 1433 Hijriah, ditemukan 950 item produk pangan tanpa izin edar, kosmetika TIT dan kosmetika mengandung bahan berbahaya sebanyak 9.000 barang dengan nilai ekonomi sekitar Rp300 juta.
"Hasil temuan akan ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku," kata Lucky.
Tim TPBBN, kata dia, terus berkoordinasi insentif dalam mengawasi barang beredar secara terus menerus dan berkesinambungan guna melindungi konsumen dari produk yang tidak memenuhi standar dan persyaratan, termasuk produk dan manakanan impor ilegal di perbatasan.
Di tempat yang sama, Menteri Perindustrian Gita Wirjawan mengatakan temuan senilai Rp300 juta itu mengindikasikan masih maraknya rembesan impor. "Ini rembesan impor," kata dia.
Menteri mengatakan ada banyak produk impor yang belum dipenuhi ketentuan. "Ditemukan produk yang belum memiliki izin edar," kata dia.
Menteri menyatakan perlu koordinasi dan kerjasama yang baik dengan berbagai pihak termasuk pemerintah daerah untuk menghentikan rembesan barang impor ilegal.
"Tanpa dukungan tidak bisa dilakukan optimal," kata Gita. (Y011/M008)
Editor: Dedi
Kepala BPOM RI Lucky S Selamat, di Batam, Senin, mengatakan BPOM melakukan uji kandungan terhadap produk pangan jajanan puasa di Pasar Aviari dan ditemukan ada yang mengandung bahan berbahaya.
"Dari 30 sampel produk jajanan puasa yang diuji, ditemukan satu sample bolu kukus mengandung rodhamin B dan satu sampel mie kuning mengandung formalin," kata dia.
Sedangkan dari 26 sampel pangan segar yang diuji lainnya, kata dia, semua negatif untuk uji bahan bahaya.
Formalin kerap digunakan sebagai pengawet produk-produk pangan maupun nonpangan karena sifatnya yang mampu membunuh kuman. Namun, jika penggunaannya melewati ambang batas, formalin dapat membahayakan kesehatan tubuh dan memicu pertumbuhan kanker.
Sedangkan Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan kertas . Bila dikonsumsi maka dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan.
Sementara itu, dalam pengawasan BPOM di Batam menjelang Ramadhan 1433 Hijriah, ditemukan 950 item produk pangan tanpa izin edar, kosmetika TIT dan kosmetika mengandung bahan berbahaya sebanyak 9.000 barang dengan nilai ekonomi sekitar Rp300 juta.
"Hasil temuan akan ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku," kata Lucky.
Tim TPBBN, kata dia, terus berkoordinasi insentif dalam mengawasi barang beredar secara terus menerus dan berkesinambungan guna melindungi konsumen dari produk yang tidak memenuhi standar dan persyaratan, termasuk produk dan manakanan impor ilegal di perbatasan.
Di tempat yang sama, Menteri Perindustrian Gita Wirjawan mengatakan temuan senilai Rp300 juta itu mengindikasikan masih maraknya rembesan impor. "Ini rembesan impor," kata dia.
Menteri mengatakan ada banyak produk impor yang belum dipenuhi ketentuan. "Ditemukan produk yang belum memiliki izin edar," kata dia.
Menteri menyatakan perlu koordinasi dan kerjasama yang baik dengan berbagai pihak termasuk pemerintah daerah untuk menghentikan rembesan barang impor ilegal.
"Tanpa dukungan tidak bisa dilakukan optimal," kata Gita. (Y011/M008)
Editor: Dedi