Batam (ANTARA) - Di antara berbagai kesenian Melayu di Kepulauan Riau, satu yang paling termasyur, yang paling unik, yang paling ciamik, dan yang tiada duanya, yaitu Zikir Bermadah. Pulau Lengkang dengan Sanggar Saidina Ali, adalah pesohornya.
Pulau Lengkang, pulau yang berhadapan dengan Singapura, terkenal sebagai pusat perkembangan kesenian di Kota Batam, Kepulauan Riau.
Sebut saja berbagai kesenian Melayu, mulai dari menyanyi, menari, bermain makyong, dan hadroh. Semuanya dikuasai anggota Sanggar Saidina Ali, termasuk Zikir Bermadah.
Kemampuan Sanggar Saidina Ali memainkan Zikir Bermadah terkenal hingga penjuru negeri. Bahkan, rasa-rasanya setiap ada penampilan Zikir Bermadah di Kota Batam, mestilah itu dari Sanggar Saidina Ali.
Saidina Ali adalah saudagar Pulau Lengkang yang mengabdikan dirinya untuk berkesenian. Beliau wafat pada 7 April 2004. Semasa hidup, Saidin Ali pernah membawa penari, penyanyi, dan pemain makyong Pulau Lengkong tampil di negeri tak berbilang.
Dan adalah putranya sendiri, Igo yang kemudian meneruskan semangat sang ayah di Sanggar Saidina Ali, mengembangkan kesenian khas Melayu kepulauan, termasuk Zikir Bermadah.
Dulu namanya Zikir Barat. Namun, karena idientik dengan kesenian Malaysia, maka Igo mengembangkannya menjadi Zikir Bermadah, dengan kekhasan tersendiri yang dikreasikannya.
"Kami ingin mencari ciri khas. Zikir Barat adanya di Malaysia. Kami ulas lagi menjadi Zikir Bermadah. Mudah-mudahan bisa mengembangkan seni ini ke penjuru tinggi," kata dia.
Zikir Bermadah menggabungkan berbagai jenis kesenian, mulai dari gurindam yang didendangkan, menyanyi, menari dan memainkan musik. Ya gurindam, karena setiap baitnya mengandung "isi".
Bagi yang belum pernah menyaksikan Zikir Bermadah, bisa membayangkan Tari Saman Khas Aceh. Menari sambil menyanyi dengan rempak, diiringi musik hidup.
Bedanya, gerakan tarian pada Zikir Bermadah lebih bervariasi. Kalau boleh digambarkan, seperti perpaduan tarian khas Melayu yang rentak ceria dan Tari Saman yang gerakkannya menyerupai gelombang dan rempak. Ada pula pembentukan formasi berundak, mirip "cheer leaders" pada pertandingan basket, hanya tidak tinggi dan saja penarinya tidak melompat ke bawah.
Pada bagian lagunya, terdapat tukang karut atau penyanyi utama yang mendendangkan gurindam, yang kemudian diikuti atau dijawab secara serentak oleh awak-awak atau penari.
Yang unik dan menjadikan seluruh penampilan Zikir Bermadah menjadi istimewa adalah lirik gurindam yang didendangkan di setiap penampilan tidak selalu sama.
Igo biasanya menyusun naskah baru setiap akan tampil yang disesuaikan dengan tema acara masing-masing.
Gurindam disusun sedemikian apik. Kadang mengandung sindiran, komedi, bahkan nasihat. Dan itu mampu membuat penonton tertib menyimak kalimat demi kalimat hingga sajian berakhir. Dan terpukau dengan indahnya diksi yang dilantunkan.
Pada Kamis (9/3), Sanggar Saidina Ali menampilkan Zikir Bermadah secara khusus untuk LKBN Antara yang saat itu mengantarkan buku untuk anak-anak Pulau Lengkang. Begini bunyi potongan gurindam yang didendangkan kala itu.
"Kami ini pencinte seni, dari sanggar Saidina Ali,
Moge moge terkabul doa kami, membawa seni ke penjuru negeri,
Mohon dengarkan jeritan hati kami, anak Melayu nak bangkitkan diri,
Sudah lama terpendam hasrat di hati, nak ke Jakarta nak tengok monas yang tinggi,
Marilah mari bersatu padu, mari menjunjong budaye Melayu
Marilah mari bersatu padu, mari tegakkan marwah negri Melayu
Pulau Lengkang inilah negeri Melayu, jangan dirusak janganlah diganggu
Pulau Lengkang inilah negeri Melayu, apekan lagi nak mengaku-ngaku,".
Pantun dan sajak itu seakan merayu pada awak LKBN Antara, untuk membawa Sanggar Saidina Ali ke ibu kota negeri. Lirik itu juga meminta agar LKBN Antara untuk menghormati Budaya Melayu dan turut menjaga Pulau Lengkang.
Pada lirik berikutnya, Sanggar Saidina Ali menasehati anak-anak pulau untuk terus bebenah menyongsong masa depan.
"Wahai anak ku rajinlah ke sekolah, biar besar nanti bise jadi lurah,
Jangan-jangan kau ikut jejak ayah, karena nelayan makin lama makin susah".
Syair yang dilantunkan tukang karut ini kemudian dibalas awak-awak dengan serempak dan ceria.
"Ku mohon pada Mu ya Allah ya Robbi, lindungi aku kuat iman ini
Aku tak ingin jadi macam bapak kami, pergi ke laut kena angin dan matahari,".
Lagu dengan syair memikat itu dinyanyikan dengan iringan alat musik mong mong, kerincing, tambaronin, babano gendang Melayu dan darbuka. Lima orang pemusik memainkannya secara langsung di pojok panggung.
Igo mengakui, bagian tersulit dari kesenian Zikir Bermadah adalah penyusunan naskah gurindam.
"Yang susah pada penyusunan lagu. Harus menunggu inspirasi datang. Kalau dipaksakan tidak timbul," kata dia.
Hingga kini, hanya beberapa orang saja yang mampu menyusun naskah Zikir Bermadah, satu di antaranya adalah Igo.
"Kuncinya, bagaimana nasihat disampaikan dengan tidak membuat orang tidak tersinggung. Ini berat. Ini PR, untuk menciptakan lirik," kata dia.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batam Ardiwinata mengapresiasi upaya yang dilakukan Igo bersama Sanggar Saidina Ali dalam melestarikan budaya dan kesenian setempat.
"Pulau Lengkang dan Sanggar Saidina Ali memainkan peran penting dalam pelestarian budaya Melayu, khususnya Zikir Bermadah," kata dia.
Pemerintah, kata dia, terus mendukung upaya pelestarian kesenian dan budaya setempat.
Komentar