Karimun (ANTARA News) - Ketua LSM Kiprah, John Syahputra, berpendapat Pemerintah Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, perlu menerapkan sistem kuota agar stok batu granit dan pasir darat untuk pembangunan infrastruktur milik pemerintah dan keperluan lokal selalu terjamin jumlahnya.
"Harus ada sistem kuota untuk daerah sendiri. Sangat naif kelangkaan granit dan pasir darat terjadi setiap tahun bersamaan dengan dimulainya pengerjaan proyek pemerintah di Karimun yang justru adalah penghasil dua komoditas tersebut," katanya di Tanjung Balai Karimun, Jumat.
John berpendapat Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkab Karimun perlu mengatur dan menjamin stok untuk memenuhi kebutuhan lokal dengan meminta seluruh manajemen perusahaan tambang granit dan pasir darat menyediakan sebesar 5 sampai 10 persen dari total hasil produksi untuk kebutuhan daerah sendiri.
Ia menyatakan yakin Karimun sebagai daerah penghasil dan pengekspor granit terbesar dari Indonesia ke Singapura, dan sebagai pemasok terbesar pasir darat dan laut ke sejumlah kabupaten/kota di dalam negeri, tidak akan pernah kekurangan stok bila sistem kuota itu dilaksanakan.
Dia juga berpendapat pemberlakuan kuota itu kelak berpengaruh positif pada upaya pemberdayaan sejumlah usaha dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kecil.
"Sebagian besar pengerjaan proyek infrastruktur milik Pemkab Karimun dilaksanakan pengusaha kecil dan warga masyarakat lokal," katanya.
Secara terpisah, direktur perusahaan lokal CV Senendan, Dedi Marlyadi, mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan proyeknya berupa batu granit ukuran 5-8 inchi.
"Kecilnya volume granit yang kami butuhkan untuk pengerjaan proyek tidak memungkinkan untuk membeli langsung pada perusahaan tambang," katanya.
Perusahaan tambang hanya melayani transaksi penjualan dalam volume minimal tertentu.
"Selama ini umumnya pemenuhan kebutuhan granit untuk pengerjaan proyek lokal dipenuhi oleh masyarakat di sekitar tambang," katanya.
Dia mengatakan batu granit yang dikumpulkan secara manual oleh warga masyarakat, harganya rata-rata sekitar Rp300 ribu hingga Rp320 ribu per 2,5 meter kubik (per truk).
Bila masyarakat tidak turun tangan mengumpulkan granit, akan berdampak pada stagnannya pengerjaan sejumlah proyek fisik di Karimun.
"Selama ini perusahaan tambang granit di Karimun lebih memprioritaskan hasil produksinya untuk pemenuhan kebutuhan ekspor ke Singapura. Seharusnya kondisi yang sudah berlangsung sejak lama itu mendapat sorotan tajam dari pemerintah," harapnya.
Sementara Direktur PT Juju Karya, Supendi, mengaku bahwa perusahaannya kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pasir darat pada proyek yang sedang dikerjakannya.
"Harga pasir darat per truk dengan volume sekitar 2,5 meter kubik, mencapai Rp200 hingga Rp220 ribu. Harga bukan persoalan, tetapi yang sering jadi masalah di Karimun adalah tidak adanya stok pasir darat di sejumlah toko penjual material bangunan," ucapnya.
Dia mengatakan selama ini untuk pemenuhan kebutuhan pasir di proyeknya langsung menghubungi masyarakat yang melakukan penambangan pasir darat secara tradisional.
"Sedikit demi sedikit pasir itu harus kami kumpulkan, karena mereka melakukan penambangan secara manual dan demi pengerjaan proyek kami bisa selesai tepat waktu," katanya.
Pengawasan
John Syahputra mengatakan butuh pengawasan ketat dari lintasinstitusi berwenang terhadap berbagai kegiatan tambang di Karimun agar penambangan maupun ekspor dilakukan dengan benar.
Pajak dan retribusi dari sektor tambang berkontribusi sangat besar terhadap pendapatan asli daerah, tetapi hasil berupa uang itu tidak akan mencukupi bila kelak seluruhnya harus digunakan untuk mengembalikan wilayah yang telah dieksploitasi
Sumberdaya alam granit dan pasir itu merupakan bahan galian yang tidak dapat diperbarui serta jumlahnya pun sangat terbatas sehingga harus diperkecil tingkat kebocoran pajak dan retribusi tambang dengan pengawasan ketat, kata John.
(ANT-HAM/Btm1)
Komentar