Kuasa hukum guru Supriyani ungkap permintaan uang Rp50 juta untuk hentikan kasus

id SDN 4 Baito,Guru Honorer Konsel,Supriyani,PN Andoolo

Kuasa hukum guru Supriyani ungkap permintaan uang Rp50 juta untuk hentikan kasus

Guru SDN 4 Baito Supriyani saat menjalani sidang di PN Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan. (ANTARA/HO.)

Kendari (ANTARA) - Kuasa Hukum guru honorer SDN 4 Baito Supriyani mengungkap adanya permintaan uang sebesar Rp50 juta dari Kapolsek untuk menghentikan penyelidikan kasus dugaan penganiayaan terhadap siswa D pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo.

"Bahwa penyidik menyampaikan informasi kepada Kepala Desa Wonua Raya adanya permintaan uang sebesar Rp50 juta dari Kapolsek agar perkara Supriyani dihentikan, sebagaimana keterangan dari Kepala Desa Wonua Raya dan bukti rekaman percakapan," kata Kuasa Hukum Supriyani, Andre Darmawan, saat sidang eksepsi dalam perkara Supriyani di Konawe Selatan, Senin.

Dia mengatakan bahwa dalam penanganan kasus yang melibatkan Supriyani dan siswa D terjadi benturan kepentingan, karena orang tua dari siswa yang diduga korban itu merupakan personel kepolisian yang juga rekan penyidik yang menangani kasus tersebut di Polsek Baito.

"Berdasarkan uraian tersebut, maka telah nyata terjadi pelanggaran kode etik dalam proses penyidikan sehingga mengakibatkan penyidikan perkara quo tidak sah, dan karena hasil penyidikan tidak sah, maka beralaskan hukum surat dakwaan dinyatakan tidak diterima," kata dia.

Andre Darmawan juga mengungkapkan bahwa berdasarkan uraian yang disebutkan dalam sidang eksepsi tersebut, pihaknya berpendapat jika surat dakwaan penuntut umum disusun berdasarkan dengan hasil penyidikan yang melanggar prosedur sesuai ketentuan perundang-undangan.

"Oleh karenanya, seharusnya dinyatakan tidak dapat diterima," ungkap Andre Darmawan.

Meski begitu, Tim Penasehat Hukum Supriyani memohon kepada majelis hakim untuk menolak eksepsi yang diajukan untuk melanjutkan sidang itu ke pokok perkara.

"Permohonan ini didasari pertimbangan bahwa kami tidak ingin pembuktian perkara ini berhenti pada pembuktian formil atau prosedural belaka," sebutnya.

Sebelumnya, sidang lanjutan terdakwa Supriyani, guru SD Negeri 4 Baito Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Senin, kembali ditunda oleh majelis hakim karena adanya beda pendapat antara jaksa penuntut umum (JPU) dan penasihat hukum terdakwa.

Majelis Hakim yang dipimpin Stevie Rosano dan anggota Vivy Fatmawati Ali dan Sigit Jati Kusumo memulai persidangan pada pukul 09:00 Wita sempat diskorsing selama satu jam dengan alasan mengabulkan permintaan JPU untuk menyiapkan jawaban dari eksepsi pemohon dalam hal ini kuasa hukum terdakwa Supriyani.

Kuasa hukum terdakwa Supriyani, Samsuddin menyatakan bahwa menolak dan keberatan apa yang dituduhkan jaksa penuntut umum pada sidang awal.

Tim Penasehat hukum terdakwa berpendapat atau berkesimpulan bahwa surat dakwaan penuntut umum Nomor Registrasi Perkara PDM-39/RP-9/10/2024 Tanggal 16 Oktober 2024 disusun berdasarkan hasil penyidikan yang melanggar prosedur yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan dan oleh karenanya seharusnya dinyatakan tidak dapat diterima.

"Kami selaku penasehat hukum menyatakan sidang dilanjutkan pada pemeriksaan pokok perkara," ujar Samsuddin.

Ia mengatakan bahwa permohonan ini didasari pertimbangan bahwa kuasa hukum tidak ingin pembuktian perkara ini berhenti pada pembuktian formil atau prosedural belaka.

"Kami ingin agar pembuktian perkara ini dilakukan secara material dengan melakukan pemeriksaan pada pokok perkara agar kami dapat membuktikan bahwa terdakwa Supriyani tidak bersalah melakukan tindak pidana dan membuktikan bahwa terdakwa telah dikriminalisasi oleh oknum polisi dan jaksa," katanya

"Sehingga oknum polisi dan jaksa yang telah terbukti melakukan kriminalisasi terhadap terdakwa Supriyani dapat ditindak dan dihukum berat baik secara administratif maupun secara pidana" ujarnya lagi.

Sementara itu, JPU yang juga Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan Ujang Sutisna menyatakan bahwa menolak eksepsi yang disampaikan oleh penasehat hukum terkait beberapa poin yang sudah tidak menyangkut dengan pokok materi perkara.

"Poin poin yang disampaikan oleh penasehat hukum tidak masuk ke ranah eksepsi dan tidak memenuhi 156 KUHP", katanya.

Ujang mengatakan hanya sependapat pada sidang dilanjutkan pada pokok perkara

"Saya sangat menyesalkan kenapa sidang pokok perkara ini tidak dari awal persidangan saja" katanya.

Setelah mendengarkan pemaparan kedua belah pihak, antara jaksa penuntut umum dan penasehat hukum terdakwa, majelis hakim memutuskan untuk menunda sidang tersebut untuk gelar kembali pada Selasa (29/10) dengan alasan untuk menyusun putusan sela.

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE