Pemkot Batam tingkatkan sinergi untuk atasi KSBE
Batam (ANTARA) - Pemerintah Kota Batam, Kepulauan Riau, meningkatkan sinergi dan kolaborasi dalam mengatasi kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) melalui Implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Sekretaris Daerah Kota Batam Jefridin Hamid di Batam, Jumat, mengatakan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual No.12 Tahun 2022 adalah wujud nyata kepedulian bersama untuk menolak segala bentuk tindakan tidak bermoral, yang dapat merusak fisik dan mental korban, bahkan menciptakan trauma mendalam.
Ia menyampaikan kekerasan seksual berbasis elektronik mencakup tindakan seperti perekaman tanpa izin, penyebaran konten ilegal, pelecehan online, peretasan privasi, dan ancaman penyebaran video pribadi.
“Kemudian juga menyoroti berbagai modus operandi yang kerap digunakan pelaku, termasuk penipuan, pelecehan, dan rekrutmen online yang memanfaatkan kemajuan teknologi,” ujar Jefridin.
Dia menekankan pentingnya kolaborasi berbagai pihak mulai dari keluarga, masyarakat, dan lembaga pemerintah untuk memerangi kasus kekerasan berbasis elektronik.
“Penanganan kasus seperti ini tidak bisa diserahkan pada satu pihak saja. Diperlukan kerja sama yang sinergis dan harmonis untuk melindungi hak-hak korban dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku,” ujar dia.
Melalui forum diskusi, hal ini bertujuan menghasilkan langkah-langkah aksi nyata dan regulasi untuk meningkatkan penegakan hukum serta perlindungan terhadap perempuan dan anak yang rentan menjadi korban.
Diskusi juga diharapkan dapat memperkuat kesadaran masyarakat tentang prosedur hukum serta langkah-langkah pencegahan kasus kekerasan.
“Mari bersama kita tolak segala bentuk kekerasan. Kolaborasi lintas instansi dan berbagi praktik terbaik adalah langkah penting untuk menciptakan solusi berkelanjutan demi mencegah kekerasan berbasis elektronik,” kata Jefridin.
Baca juga: DP3AP2KB Kota Batam sosialisasikan pencegahan kekerasan pada ibu dan anak
Sekretaris Daerah Kota Batam Jefridin Hamid di Batam, Jumat, mengatakan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual No.12 Tahun 2022 adalah wujud nyata kepedulian bersama untuk menolak segala bentuk tindakan tidak bermoral, yang dapat merusak fisik dan mental korban, bahkan menciptakan trauma mendalam.
Ia menyampaikan kekerasan seksual berbasis elektronik mencakup tindakan seperti perekaman tanpa izin, penyebaran konten ilegal, pelecehan online, peretasan privasi, dan ancaman penyebaran video pribadi.
“Kemudian juga menyoroti berbagai modus operandi yang kerap digunakan pelaku, termasuk penipuan, pelecehan, dan rekrutmen online yang memanfaatkan kemajuan teknologi,” ujar Jefridin.
Dia menekankan pentingnya kolaborasi berbagai pihak mulai dari keluarga, masyarakat, dan lembaga pemerintah untuk memerangi kasus kekerasan berbasis elektronik.
“Penanganan kasus seperti ini tidak bisa diserahkan pada satu pihak saja. Diperlukan kerja sama yang sinergis dan harmonis untuk melindungi hak-hak korban dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku,” ujar dia.
Melalui forum diskusi, hal ini bertujuan menghasilkan langkah-langkah aksi nyata dan regulasi untuk meningkatkan penegakan hukum serta perlindungan terhadap perempuan dan anak yang rentan menjadi korban.
Diskusi juga diharapkan dapat memperkuat kesadaran masyarakat tentang prosedur hukum serta langkah-langkah pencegahan kasus kekerasan.
“Mari bersama kita tolak segala bentuk kekerasan. Kolaborasi lintas instansi dan berbagi praktik terbaik adalah langkah penting untuk menciptakan solusi berkelanjutan demi mencegah kekerasan berbasis elektronik,” kata Jefridin.
Baca juga: DP3AP2KB Kota Batam sosialisasikan pencegahan kekerasan pada ibu dan anak
Komentar