Tanjungpinang (ANTARA) - BPS mencatat industri pengolahan menjadi lapangan usaha yang menyerap tenaga kerja paling banyak di Kepulauan Riau (Kepri) yang mencapai 20,81 persen atau sekitar 205 ribu orang dari total masyarakat bekerja sebanyak 1.016,54 ribu orang.
"Data tersebut merupakan kondisi ketenagakerjaan di Kepri pada periode Februari 2025," kata Kepala BPS Kepri Matgaretha Ari Anggorowati di Tanjungpinang, Selasa.
Adapun lapangan usaha lainnya yang menyerap tenaga kerja terbanyak selain industri pengolahan, ialah administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib, jasa pendidikan, jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 17,17 persen atau sekitar 175 ribu orang.
Kemudian, perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor sebesar 14,96 persen atau sekitar 152 ribu orang.
Jika dibandingkan dengan kondisi ketenagakerjaan Kepri periode Februari 2024, kata Margaretha, terdapat enam lapangan usaha mengalami peningkatan tenaga kerja pada Februari 2025.
Tiga lapangan usaha dengan peningkatan terbesar adalah informasi dan komunikasi, jasa Keuangan dan asuransi, real estate, dan jasa perusahaan (14,21 ribu orang).
Selanjutnya, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (11,16 ribu orang), dan pertambangan dan penggalian, pengadaan listrik dan gas, pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang (7,04 ribu orang).
"Sementara itu, empat lapangan usaha mengalami penurunan tenaga kerja, dengan penurunan terbesar pada konstruksi (13,83 ribu orang)," paparnya.
Baca juga: BPSDM Kemenkum latih public speaking ASN Badiklat Kepri
Lanjutnya menjelaskan terdapat 1.633,31 ribu orang penduduk usia kerja (PUK) di Kepri, atau bertambah sebanyak 27,46 ribu orang dibandingkan Februari 2024 sebanyak 1.605,85 ribu orang. Penduduk usia kerja merupakan semua orang yang berumur 15 tahun ke atas.
Namun dari jumlah usia kerja tersebut, kata dia, yang terserap atau bekerja sebanyak 1.016,54 ribu orang, atau meningkat 13,15 ribu orang dibandingkan Februari 2024 yang sebanyak 1.003.39 ribu orang.
"Sedangkan 75,21 ribu orang tidak terserap dunia kerja atau pengangguran, bertambah 0,44 ribu orang dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebanyak 74,48 ribu orang," ungkapnya.
Margaretha menambahkan pada Februari 2025, penduduk bekerja paling banyak berstatus buruh/karyawan/pegawai, yaitu sebesar 63,94 persen, sementara yang paling sedikit berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan dibayar, yaitu sebesar 3,60 persen.
Selain itu, penduduk yang bekerja pada kegiatan formal sebanyak 686,59 ribu orang (67,54 persen), sedangkan yang bekerja pada kegiatan informal sebanyak 329,95 ribu orang (32,46 persen).
"Dibandingkan Februari 2024, persentase penduduk bekerja pada kegiatan formal mengalami kenaikan sebesar 0,74 persen poin," demikian Margaretha.
Plt Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Kepri John Barus menyampaikan pihaknya akan melaksanakan sejumlah program pelatihan kerja 2025, yang salah satunya fokus pada kebutuhan industri galangan kapal di Batam, misalnya untuk tukang las (welder) hingga drafting.
Menurutnya galangan kapal di Batam, seperti PT McDermott telah menyampaikan secara lisan ke Disnakertrans tahun ini mereka membutuhkan ribuan tenaga kerja.
"Sebenarnya untuk pekerja industri tersedia di Kepri, cuma kadang tak sesuai kualifikasi, misalnya kualifikasi tukang las yang dibutuhkan 6G, sementara kualifikasi tukang las kita 3G. Nah, makanya perlu disiapkan betul-betul supaya sesuai dengan kebutuhan industri galangan kapal," katanya.
Baca juga: Kejari Batam terima pembayaran pidana uang pengganti Rp2,7 M
Tak hanya di Batam, ada juga perusahaan pengolahan alumina, PT Bintan Alumina Indonesia (BAI) di Galang Batang, Kabupaten Bintan, yang menyampaikan rencana merekrut tenaga kerja tahun ini.
Kendati demikian, John Barus mengakui jika kondisi calon pekerja di Kepri tidak siap untuk menangkap peluang kerja di perusahaan tersebut, salah satunya dari segi budaya atau kebiasaan kerja yang belum terlatih sejak dini.
Ia mencontohkan pekerja industri harus menggunakan sepatu boots untuk menghindari kecelakaan kerja, tapi ada sebagian pekerja lokal justru cuma menggunakan sandal saat bekerja, padahal itu sangat berisiko mengancam keselamatan kerja.
"Belum lagi ada pekerjaan pemasangan kabel dengan ketinggian tertentu, pekerja kita banyak belum siap bahkan belum punya sertifikasi untuk itu, makanya jangan heran kenapa ada TKA (tenaga kerja asing) yang akhirnya melakukan pekerjaan itu," ucapnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, Disnakertrans Kepri menekankan setiap pelatihan kerja harus diselingi dengan pelatihan budaya kerja yang baik dan benar, sehingga setelah lulus pelatihan mereka siap beradaptasi dengan dunia kerja apalagi di sektor industri.
"Mulai dari budaya disiplin kerja tepat waktu, hingga menggunakan alat pelindung diri (APD) di tempat kerja," katanya menegaskan.
Baca juga: Kepri sambut baik rencana ekspansi bisnis Mustafa Centre
Komentar