Tanjungpinang (ANTARA) - Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA), PT Mangrove Industry Park Indonesia (MIPI) di Kijang Kota, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau dalam beberapa bulan terakhir menjadi pembicaraan banyak kalangan.
Semula perusahaan yang dipimpin oleh Sukardi, warga Bintan yang berhasil membawa dua investor asal China itu, dihebohkan dengan permasalahan ekspor "kitchen set" yang dilarang Bea Cukai Tanjungpinang di Pelabuhan Sri Bayintan, Bintan.
Kemudian perusahaan ini dihebohkan dengan rencana pembangunan Universitas Peking di Bintan, yang mendadak mendapat sambutan negatif dari Kementerian Pendidikan.
Suara miring terkait rencana pembangunan Universitas Peking ini kemudian tenggelam. Perusahaan ini justru sampai sekarang dihebohkan dengan permasalahan legalitas dalam melakukan impor "kitchen set" dari China, yang kemudian diekspor ke sejumlah negara bagian di Amerika dan Kanada.
PT MIPI dinilai "sakti" karena dapat melakukan kegiatan ekspor dan impor "kitchen set", meski tanpa izin. Sampai sekarang, perusahaan itu hanya mengantongi Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) dan Tanda Daftar Gudang (TDG).
Padahal aktivitas ekspor dan impor sudah berlangsung sekitar empat bulan lalu. Sampai sekarang, ijin ekspor ke Amerika diblokir Kementerian Perdagangan melalui sistem daring.
Kepala Bidang Perizinan pada Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Bintan, Alfeni mengatakan, kegiatan PT MIPI berada pada dua tempat yakni di Batu 23, Kijang dan di Galang Batang.
Izin yang diberikan Dinas PTSP Bintan berupa izin gudang dan Surat Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan pada empat ruko yang dipergunakan PT MIPI.
"Kewenangan kami hanya memberikan izin sesuai dengan permohonan perusahaan, dan rekomendasi dari dinas terkait seperti Dinas PUPR Bintan.
Terhadap apa kegiatannya, dan apa isi gudang itu, bukan kewenangan kami," ujarnya.
Sementara terkait kegiatan PT MIPI di Galang Batang, Kecamatan Gunung Kijang, Bintan, Kepala Dinas PTSP Bintan, Hasfarizal, mengatakan, pihaknya sama sekali tidak mengeluarkan izin. Hal itu disebabkan aktivitas perusahaan itu di Galang Batang tidak sesuai Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Bintan.
"Peruntukan lokasi di Galang Batang bukan untuk industri," katanya.
Bea Cukai Tanjungpinang menyatakan PT MIPI sudah melakukan ekspor sebanyak lima kali pada tahun 2020.
Kasi Penyuluhan, dan Layanan Informasi BC Tanjungpinang, Oka Ahmad Setiawan, mengatakan, produk yang diekspor yakni "kitchen set". Produk itu diekspor ke Amerika.
Ketika ditanya soal izin ekspor oleh perusahaan tersebut, Oka menjawab, dokumen izin ada, dan tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait.
"Masuknya seperti biasa. Itu barang 'knock down' yang dirakit di sini, untuk lebih lanjut tanya ke yang bersangkutan," ujarnya.
Dari hasil penelusuran Antara di perusahaan, PT MIPI telah melakukan kegiatan ekspor dan impor sejak empat bulan lalu. "Kitchen kabinet" yang diekspor ke Amerika lebih dari 200 kontainer.
Sumber informasi tertutup di perusahaan itu menyatakan kegiatan ekspor dan impor "kitchen set" tidak memiliki izin. Namun lobi perusahaan berhasil melepas ratusan kontainer "kitchen set" ke Amerika dan Kanada.
"Bagaimana bisa melakukan kegiatan tanpa izin? Itu yang harus ditelusuri. Terlalu banyak biaya yang dikeluarkan bos kami (Sukardi) untuk itu," ucapnya.
Ia mengemukakan Sukardi tidak mengetahui proses yang benar dalam usahanya. Kondisi ini yang membuat Sukardi mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
"Saya curiga kondisi ini sengaja diciptakan supaya uang bos keluar terus," tegasnya.
Ilegal dan Jatah
Ilegal dan jatah menjadi dua kata yang sulit dipisah dalam aktivitas PT MIPI di Bintan. Dugaan pemberian "jatah" kepada pihak tertentu pun diakui sejumlah pihak, yang mengetahui secara persis Sukardi, bos PT MIPI berhubungan dengan siapa saja.
Beberapa orang penting di Bintan dikabarkan kerap berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan Sukardi. Foto-foto Sukardi dengan sejumlah orang penting di Bintan maupun Kepri pun beredar.
Humas PT MIPI, Edi Susanto yang akrab disapa Edi Cindai menegaskan pertemuan Sukardi dengan orang-orang penting itu berhubungan dengan aktivitas PT MIPI. Sukardi hanya menginginkan agar investasi yang ditanamkannya berlangsung legal.
Sukardi, menurut Edi tidak memahami persoalan perizinan. Ia hanya menginginkan investasi tahap awal sekitar Rp100 miliar itu berlangsung lancar, tidak melanggar aturan.
"Investasi awal dari dua investor asal China sekitar Rp100 miliar. Target investasi di Bintan mencapai Rp150 triliun karena banyak bisnis yang akan dibangun," ucapnya.
Pada kenyataannya, PT MIPI tidak mudah bergerak. Banyak izin yang sampai sekarang masih dalam proses.
Edi pun tidak merespons saat wartawan mempertanyakan bagaimana impor dan ekspor "kitchen kabinet" dapat dilakukan tanpa izin yang lengkap.
"Kami berkoordinasi, minta diskresi atas nama investasi skala besar," katanya.
Ia mengakui, awalnya, aktivitas perusahaan mengalami hambatan, terutama saat melakukan ekspor "kitchen set". Berkat "koordinasi itu, kegiatan dapat berjalan lancar. Perusahaan telah 16 kali melakukan kegiatan ekspor dan impor.
"Sampai semalam ekspor, sudah sekitar 250 kontainer 'kitchen set' diekspor," katanya.
Edi menegaskan Sukardi tidak memiliki niat maupun keinginan untuk melakukan kegiatan ilegal. Ia ingin seluruh kegiatan perusahaannya legal sehingga dapat berlangsung lancar.
Sukardi pun sudah berhasil mempekerjakan 110 pekerja lokal. Kegiatan-kegiatan dalam pengangkutan barang dari Galang Batang ke Pelabuhan Sri Bayintan pun melibatkan pengusaha lokal. Bahkan buruh angkut pelabuhan adalah pekerja di pelabuhan.
"Saya pikir, Pak Sukardi membaca peluang bisnis di antara konflik dagang antara China dengan Amerika. Bos berhasil membawa investor asal China ke Bintan," tuturnya.
Niat Sukardi membangun bisnis di Bintan dimanfaatkan sekelompok orang untuk meraup keuntungan. Salah satu permasalahan yang dihadapi yakni Galang Batang, lahan tempat beroperasinya PT MIPI. Seluas 300 hektare lahan dibebaskan Sukardi, namun ternyata lahan tersebut tidak diperuntukkan kegiatan industri.
"Ini lagi diusahakan agar pemerintah membuat kebijakan khusus agar usaha PT MIPI dapat berjalan lancar," katanya.
Edi berpendapat sejauh ini Pemkab Bintan tidak maksimal dalam membantu PT MIPI agar mendapatkan ijin, walaupun ada sejumlah oknum pejabat yang kerap berhubungan dengan Sukardi.
"Kami merasa kecil sekali peranan Pemkab Bintan dalam membantu PT MIPI," ucapnya.
Ia khawatir kondisi PT MIPI sengaja dibuat tidak jelas sehingga Sukardi bergantung dengan oknum tertentu. "Saya berharap pemerintah pusat dan daerah membantu perusahaan kami," katanya.
Komentar