Tanjungpinang (ANTARA) - Satgas Percepatan Penurunan Stunting (PPS) Pusat meminta Satgas PPS tingkat Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) lebih mengoptimalkan langkah intervensi stunting dari hulu, yakni 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).
Program Manager Sekretariat Satgas PPS Pusat, Ipin Z.A Husni menjelaskan, intervensi stunting melalui 1.000 HPK dimulai dari masa kehamilan sampai anak lahir di bawah usia dua tahun atau baduta.
"Fase ini disebut periode emas, di mana stunting bisa dicegah secara optimal, ketimbang anak itu sudah stunting baru diobati, jauh lebih sulit dibanding upaya preventif," kata Ipin saat melakukan monitoring dan evaluasi Tim PPS Kepri dan kabupaten/kota di Kota Tanjungpinang, Kamis.
Baca juga:
200 alat perekam pajak di Batam dipasang demi tingkatkan PAD
Ombudsman saran Pelindo I libatkan warga terkaitl tarif pas pelabuhan SBP
Selain itu, katanya, fokus intervensi stunting juga bisa dimulai dari calon pengantin yang akan menikah, dengan cara memberikan informasi, edukasi sekaligus pemeriksaan kesehatan guna mencegah kasus anak stunting.
Kemudian pada masa kehamilan, dilakukan pemeriksaan rutin ke pelayanan kesehatan seperti Puskesmas untuk memastikan kondisi ibu hamil dan bayi dalam kandungan sehat dan mendapatkan nutrisi yang cukup.
"Ibu sehat sudah pasti melahirkan bayi yang sehat pula, sehingga terhindar stunting," ujarnya.
Begitu juga setelah bayi lahir enam bulan pertama, harus diberikan air susu ibu (ASI) ekslusif. Lalu setelah enam bulan, diberikan makanan tambahan/pendamping ASI. Namun, ASI tetap diberikan kepada bayi selama dua tahun.
"Kita semua sepakat, intervensi stunting harus dilakukan sejak awal. Dengan begitu, kecil kemungkinan terjadi anak stunting," ujar Ipin.
Baca juga:
Bayar pajak di Batam bisa melalui QRIS
KPU Batam membentuk posko pelayanan pindah memilih
Lanjut Ipin menyampaikan dari hasil monitoring dan evaluasi, didapatkan informasi bahwa Tim PPS di Kepri belum optimal dalam hal konvergensi dan rapat koordinasi terkait intervensi stunting di daerah tersebut.
Kendati belum optimal, sambungnya, prevalensi stunting di Kepri sejauh ini sudah bagus, yakni berada di urutan terendah keempat secara nasional yang sebesar 15,7 persen.
"Logikanya, kalau koordinasi Tim PPS baik provinsi, kabupaten/kota hingga kecamatan/kelurahan lebih optimal. Saya yakin angka stunting di Kepri lebih turun dari kondisi sekarang," imbuhnya.
Dalam kesempatan ini, Satgas PPS Pusat turut memberikan apresiasi kepada Gubernur Kepri, Bupati/Wali Kota serta seluruh stakeholder terkait atas komitmen menurunkan angka stunting, yang mana sesuai target Presiden RI Joko Widodo pada tahun 2024, prevalensi stunting turun menjadi 14 persen.
Satgas menilai Kepri dalam kondisi yang beruntung, karena prevalensi stunting sebesar 15,7 persen, sudah mendekati target penurunan stunting secara nasional sebesar 14 persen. Sementara ada provinsi lain di Indonesia, harus menghadapi prevalensi stunting yang masih di angka 30 persen.
Baca juga:
Yasonna Laoly : Pemerintah komitmen dukung produk dalam negeri
DPRD minta PT Air Batam Hilir tuntaskan persoalan distribusi air ke masyarakat
"Saya yakin, penurunan 14 persen angka stunting di Kepri tahun 2024 dapat tercapai, bahkan di bawah target tersebut," ucapnya.
Satgas pun memuji tim pendamping keluarga (TPK) stunting di Kepri, mulai dari tingkat kecamatan, kelurahan dan desa yang telah bekerja keras mencegah sekaligus menurunkan kasus anak stunting di tengah sulitnya akses yang dijangkau, karena daerah ini terdiri dari gugusan ribuan pulau.
"Kepri ini daerah kepulauan, akses dari satu ke pulau lain cukup jauh, apalagi Natuna dan Anambas. Ini jadi salah satu tantangan menangani stunting, namun tetap harus maksimal, sebab stunting sudah menjadi isu nasional," katanya menegaskan.
Baca juga:
Pemprov Kepri tinjau lokasi pembangunan tapak Jembatan Batam - Bintan
Dorong penggunaan produk dalam negeri di K/L Negara, Kemenkumham dan Kemenkeu gelar temu bisnis tahun 2023
Gubernur Ansar promosikan Pulau Penyengat kepada Duta Besar UEA
TPID Kepri tekan inflasi melalui konsistensi GNPIP
Program Manager Sekretariat Satgas PPS Pusat, Ipin Z.A Husni menjelaskan, intervensi stunting melalui 1.000 HPK dimulai dari masa kehamilan sampai anak lahir di bawah usia dua tahun atau baduta.
"Fase ini disebut periode emas, di mana stunting bisa dicegah secara optimal, ketimbang anak itu sudah stunting baru diobati, jauh lebih sulit dibanding upaya preventif," kata Ipin saat melakukan monitoring dan evaluasi Tim PPS Kepri dan kabupaten/kota di Kota Tanjungpinang, Kamis.
Baca juga:
200 alat perekam pajak di Batam dipasang demi tingkatkan PAD
Ombudsman saran Pelindo I libatkan warga terkaitl tarif pas pelabuhan SBP
Selain itu, katanya, fokus intervensi stunting juga bisa dimulai dari calon pengantin yang akan menikah, dengan cara memberikan informasi, edukasi sekaligus pemeriksaan kesehatan guna mencegah kasus anak stunting.
Kemudian pada masa kehamilan, dilakukan pemeriksaan rutin ke pelayanan kesehatan seperti Puskesmas untuk memastikan kondisi ibu hamil dan bayi dalam kandungan sehat dan mendapatkan nutrisi yang cukup.
"Ibu sehat sudah pasti melahirkan bayi yang sehat pula, sehingga terhindar stunting," ujarnya.
Begitu juga setelah bayi lahir enam bulan pertama, harus diberikan air susu ibu (ASI) ekslusif. Lalu setelah enam bulan, diberikan makanan tambahan/pendamping ASI. Namun, ASI tetap diberikan kepada bayi selama dua tahun.
"Kita semua sepakat, intervensi stunting harus dilakukan sejak awal. Dengan begitu, kecil kemungkinan terjadi anak stunting," ujar Ipin.
Baca juga:
Bayar pajak di Batam bisa melalui QRIS
KPU Batam membentuk posko pelayanan pindah memilih
Lanjut Ipin menyampaikan dari hasil monitoring dan evaluasi, didapatkan informasi bahwa Tim PPS di Kepri belum optimal dalam hal konvergensi dan rapat koordinasi terkait intervensi stunting di daerah tersebut.
Kendati belum optimal, sambungnya, prevalensi stunting di Kepri sejauh ini sudah bagus, yakni berada di urutan terendah keempat secara nasional yang sebesar 15,7 persen.
"Logikanya, kalau koordinasi Tim PPS baik provinsi, kabupaten/kota hingga kecamatan/kelurahan lebih optimal. Saya yakin angka stunting di Kepri lebih turun dari kondisi sekarang," imbuhnya.
Dalam kesempatan ini, Satgas PPS Pusat turut memberikan apresiasi kepada Gubernur Kepri, Bupati/Wali Kota serta seluruh stakeholder terkait atas komitmen menurunkan angka stunting, yang mana sesuai target Presiden RI Joko Widodo pada tahun 2024, prevalensi stunting turun menjadi 14 persen.
Satgas menilai Kepri dalam kondisi yang beruntung, karena prevalensi stunting sebesar 15,7 persen, sudah mendekati target penurunan stunting secara nasional sebesar 14 persen. Sementara ada provinsi lain di Indonesia, harus menghadapi prevalensi stunting yang masih di angka 30 persen.
Baca juga:
Yasonna Laoly : Pemerintah komitmen dukung produk dalam negeri
DPRD minta PT Air Batam Hilir tuntaskan persoalan distribusi air ke masyarakat
"Saya yakin, penurunan 14 persen angka stunting di Kepri tahun 2024 dapat tercapai, bahkan di bawah target tersebut," ucapnya.
Satgas pun memuji tim pendamping keluarga (TPK) stunting di Kepri, mulai dari tingkat kecamatan, kelurahan dan desa yang telah bekerja keras mencegah sekaligus menurunkan kasus anak stunting di tengah sulitnya akses yang dijangkau, karena daerah ini terdiri dari gugusan ribuan pulau.
"Kepri ini daerah kepulauan, akses dari satu ke pulau lain cukup jauh, apalagi Natuna dan Anambas. Ini jadi salah satu tantangan menangani stunting, namun tetap harus maksimal, sebab stunting sudah menjadi isu nasional," katanya menegaskan.
Baca juga:
Pemprov Kepri tinjau lokasi pembangunan tapak Jembatan Batam - Bintan
Dorong penggunaan produk dalam negeri di K/L Negara, Kemenkumham dan Kemenkeu gelar temu bisnis tahun 2023
Gubernur Ansar promosikan Pulau Penyengat kepada Duta Besar UEA
TPID Kepri tekan inflasi melalui konsistensi GNPIP