Batam (ANTARA) - Sekilas ada hal yang kontradiktif dalam judul artikel di atas, biasanya dalam Iklan/Spanduk ataupun dalam bungkus rokok selalu tertulis rokok dapat merugikan kesehatan. Namun judul dalam tulisan ini justru pajak rokok untuk kesehatan. Pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah bagaimana prosedur atau mekanisme yang berlaku sehingga pajak rokok dapat digunakan untuk menambah dana kesehatan masyarakat. Jawaban ringkasnya adalah sebagian dari hasil penerimaan Pajak rokok akan dialokasikan setiap tahun pemerintah pusat / pemerintah daerah untuk membiayai anggaran kesehatan dalam APBN maupun APBD.
Pajak/pungutan yang ditarik oleh pemerintah kepada masyarakat secara garis besar mempunyai 2 (dua) fungsi yaitu fungsi Budgetair dan Fungsi Regulator. Fungsi Budgetair adalah pajak digunakan sebagai salah satu sumber pendapatan/pemasukan negara dalam rangka menambah kas negara untuk membiayai operasional pemerintahan. Sedangkan fungsi regulator pajak digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk melindungi produksi dalam negeri dikenakan bea masuk yang tinggi, atau untuk membatasi peredaran barang dengan memungut cukai atau menaikkan tarif pajak. Demikian juga pajak rokok juga mempunyai dua fungsi tersebut.
Apa itu Pajak Rokok ?
Berdasarkan pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.07/2018 Tentang Tatacara Pemotongan Pajak Rokok Sebagai dukungan Program Jaminan Kesehatan, pajak rokok didefinisikan sebagai Pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah. Adapun tarif yang dikenakan dalam pungutan pajak rokok adalah 10 % dari tarif cukai rokok. Dengan adanya tambahan pajak rokok ini secara otomatis harga rokok akan lebih mahal karena selain dikenai cukai, rokok juga dikenai pajak rokok. Ini selaras dengan tujuan pemerintah bahwa rokok adalah produk yang mempunyai efek negatif maka perlu dikendalikan peredarannya. Harga rokok yang mahal diharapkan tidak semua mempunyai akses/kemampuan membeli rokok.
Mekanisme Pemungutan Dan Penyaluran Pajak Rokok
Secara sederhana mekanisme pemungutan dan penyetoran pajak rokok dimulai saat wajib bayar membayar Pajak Rokok bersamaan dengan pembelian pita cukai rokok ke rekening kas negara menggunakan formulir SSBP (surat setoran bukan pajak). Penyetoran ini diadminitrasikan oleh Ditjen Bea Cukai (DJBC) sebagai pemungut dan Ditjen Perbendaharaan (DJPb) sebagai pemegang kas negara. Selanjutnya Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) menetapkan Surat Keputusan Pembagian Pajak Rokok (SKP-PR) selaku Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA). Penyaluran Pajak rokok ke Propinsi sebesar Realisasi Penerimaan Pajak per-triwulan dikalikan proporsi jumlah penduduk propinsi.
Propinsi yang telah menerima penyaluran Pajak Rokok diwajibkan untuk melakukan penganggaran dan penyaluran pajak rokok yang telah diterima ke Kabupaten/Kota lingkup propinsi bersangkutan. Adapun proporsi pajak rokok yang harus dibagihasilkan ke Kabupaten/Kota sebesar 70% dari dana pajak rokok yang diterima propinsi. Jangka waktu penyaluran bagi hasil dari Propinsi ke Kabupaten/kota adalah 7 (tujuh) hari kerja sejak bagi hasil pajak rokok diterima di Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) propinsi. Sedangkan laporan realisasi penyaluran disampaikan ke Ditjen Perimbangan Keuangan paling lambat 10 hari kerja setelah penyaluran dana bagi hasil dilaksanakan. Gambaran mekanisme pemungutan dan penyaluran pajak rokok dapat dilihat pada gambar 1.
Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 82 Tahun 2108 tentang Jaminan Kesehatan, mengatur bahwa Pemerintah Daerah wajib mendukung penyelenggaraan program jaminan kesehatan. Dukungan Pemerintah daerah dalam mendukung penyelenggaraan program jaminan kesehatan dilakukan melalui ;
1. Peningkatan pencapaian kepesertaan di wilayahnya;
2. Kepatuhan pembayaran iuran
3. Peningkatan pelayanan kesehatan, dan
4. Kontribusi 75% dari 50% realisasi penerimaan dari pajak rokok bagian hak masing-masing propinsi/kabupaten/kota.
Khusus untuk angka 4 berkenaan dengan kontribusi pemda dalam mengalokasikan hasil penerimaan pajak rokok untuk selanjutnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 128/PMK.07/2018 yang mengatur antara lain :
1. Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota wajib menggunakan minimal 75% dari 50% atau ekuivalen 37,5% realisasi penerimaan dari pajak rokok untuk mendukung penyelenggaraan program jaminan kesehatan;
2. Pemenuhan kewajiban dikaitkan pelaksanaan jaminan kesehatan daerah (jamkesda) yang diintegrasikan dengan program jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS.
Penganggaran Kontribusi Jaminan Kesehatan Pemda
Sebagai wujud komitmen pemda dalam mendukung penyelenggaran program Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, maka diatur mekanisme pengganggaran kontribusi. Mekanisme pengganggaran dimaksud diatur sebagai berikut :
1. Setiap awal tahun Pemda membuat Berita Acara Kesepakatan (BAK) kontribusi Pajak Rokok untuk dukungan program Jaminan Kesehatan dengan BPJS Kesehatan yang ditandatangani bersama oleh Kepala Daerah/pejabat yang ditunjuk dan Pejabat BPJS setempat;
2. Besaran penerimaan Pajak Rokok mengacu kepada rencana penerimaan yang bersumber dari Pajak Rokok dalam APBD setiap tahunnya;
3. Pemda Prov/Kab./Kota menganggarkan minimal 75% dari 50% atau ekuivalen 37,5% penerimaan dari Pajak Rokok untuk jaminan kesehatan daerah yang diintegrasikan dengan program jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.
4. BAK kontribusi masing-masing daerah selanjutnya dikompilasi oleh provinsi dan ditandatangani bersama oleh Gubernur/pejabat yang ditunjuk dan BPJS Kesehatan. Kompilasi BAK disampaikan kepada Menteri Keuangan cq. Dirjen Perimbangan Keuangan paling lambat pada akhir Maret setiap tahun anggaran.
5. Berdasarkan kompilasi BAK tersebut sebagai dasar penetapan dan pemotongan pajak rokok untuk satu tahun.
6. Besarnya pemotongan dilakukan proposional berdasarkan realisasi penerimaan Pajak Rokok.
7. Setiap penyetoran/penyaluran Pajak Rokok, Kuasa Pengguna Anggaran akan memyampaikan surat pemberitahuan kepada masing-masing provinsi dan BPJS untuk menginformasikan pajak rokok dan besaran pemotongan. Pemberitahuan tersebut merupakan bukti penerimaan pajak rokok dan sekaligus sebagai dasar pemotongan pajak rokok untuk bagian masing-masing kabupaten/kota lingkup propinsi berkenaan.
Pemotongan Penerimaan Pajak Rokok
Untuk mengikat agar pemda mewujudkan komitmennya dengan mengalokasikan minimal 37,5% dari penerimaan pajak rokok untuk mendukung program jaminan kesehatan, maka dalam PMK nomor 128/PMK.07/2018 dalam pasal 6 diatur punishment Pemda yang belum/tidak mengalokasikan minimal sebesar 37,5 % dengan cara dilakukan pemotongan atas bagian dari masing-masing pemda. Besara Potongan penerimaan Pajak Rokok diatur sebagai berikut :
1. Untuk Pemda yang telah mengalokasikan 37,5% atau lebih rencana penerimaan pajak rokok untuk kontribusi Jaminan Kesehatan maka tidak dikenakan pemotongan pajak rokok;
2. Untuk Pemda yang telah mengalokasikan kontribusi Jaminan Kesehatan namun besarnya belum/lebih kecil dari 37,5% maka dilakukan pemotongan pajak rokok sebesar selisih kurang dari 37,5%;
3. Bagi pemda yang tidak menyampaikan kompilasi BAK sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan maka besarnya pemotongan pajak rokok sebesar 37,5%.
Harapan ke depan
Dari uraian di atas, terlihat bahwa pemerintah pusat telah mempunyai itikad baik untuk meningkatkan derajat kesehatan dan memperluas cakupan jaminan kesehatan masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan adalah mengembalikan penerimaan pajak rokok yang diterima oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Untuk memastikan bahwa dana pajak rokok yang dikembalikan tersebut digunakan untuk mendukung program jaminan kesehatan, pemerintah pusat daerah mewajibkan masing-masing pemda untuk mengalokasikan minimal 37,5% untuk program jaminan kesehatan daerah yang diintegrasikan dengan program jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS kesehatan.
Kebijakan ini tak berhasil apabila tidak didukung sepenuhnya oleh pemerintah daerah. Harapannya masing-masing Pemda mempunyai komitmen dan itikad baik untuk mendukung sepenuhnya dengan mengalokasikan minimal 37,5 % pajak rokok untuk jaminan kesehatan daerah. Dengan demikian cakupan masyarakat yang terlayani oleh BPJS kesehatan semakin meluas dan berdampak terhadap meningkatnya tingkat kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Tugas masyarakat untuk mendorong Pemda masing-masing agar konsisiten melaksanakan kebijakan tersebut dan mengawasi pelaksanaannya, sehingga dana pajak rokok ini benar-benar bermanfaat untuk masyarakat. semoga
*) Penulis merupakan Kepala KPPN Batam