Tanjungpinang (Antara Kepri) - Cholderia Sitinjak selaku kuasa hukum mantan buruh PT Rotarindo Busana Bintan mempertanyakan Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Kepulauan Riau, yang belum mengeksekusi putusan kasasi padahal sudah hampir empat tahun diterbitkan Mahkamah Agung.
"Kami menduga kuat ada permainan di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, sehingga eksekusi belum dijalankan sejak keputusan Mahkamah Agung Nomor 519k/Pdt-Sus/2009 tertanggal 26 Mei 2009," kata Cholderia kuasa hukum 327 mantan buruh PT Rotarindo Busana Bintan, di Tanjungpinang, Rabu.
Cholderia menduga, Panitera Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Mulyono ikut bermain dalam kasus tersebut karena satu paket dengan mantan Ketua Pengadilan Negeri Tanjungpinang Setyabudi Tejocahyono.
Setyabudi, Jumat pekan lalu ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi dan kini menjadi tersangka kasus dugaan suap korupsi bantuan sosial Pemkot Bandung. Ketika menjadi Ketua PN Tanjungpinang, ia menolak melakukan eksekusi putusan MA dalam perkara buruh dan perusahaan Rotarindo.
"Permainan itu kami duga kuat terjadi, karena setiap bertemu Panitera Pengadilan Tanjungpinang sepertinya dia ketakutan, apalagi tugas panitera adalah melakukan eksekusi atas perintah Ketua Pengadilan," ujar Cholderia yang juga Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Reformasi Tanjungpinang.
Menurut dia, Pengadilan Negeri Tanjungpinang saat ini beralasan karena masih dilakukan penghitungan terhadap harta tidak bergerak yang dimiliki perusahaan.
"Kami tidak mengerti, apalagi Pengadilan Hubungan Industri Tanjungpinang sebelumnya telah menghitung aset Rotarindo senilai Rp7,9 miliar. Seharusnya eksekusi sudah bisa dijalankan dan jika masih kurang dari harta bergerak yang dimiliki perusahaan baru diambil dari harta tidak bergerak yang dilelang seperti gedung dan tanah," kata Cholderia.
Sebelumnya Pengadilan Negeri Tanjungpinang yang dipimpin hakim Setyabudi Tejocahyono menolak melakukan eksekusi karena pihak perusahaan melakukan upaya peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, meski upaya peninjauan kembali tidak menghalangi eksekusi.
"Pada awal 2012 kami juga menang dalam peninjauan kembali oleh pihak perusahaan tersebut, namun sudah satu tahun setelah peninjauan kembali ditolak, ternyata eksekusi juga belum dilaksanakan," katanya.
Menurut Cholderia, eksekusi seharusnya dilakukan Pengadilan Negeri Tanjungpinang delapan hari setelah pengajuan eksekusi diajukan oleh penggugat, namun sejak 2009 tidak dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Tanjungpinang.
"Kami akan melakukan aksi kemabli untuk mendesak dilaksanakannya eksekusi tersebut," kata Cholderia. (Antara)
Editor: Rusdianto
Komentar