Tanjungpinang (ANTARA) - Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Provinsi Kepulauan Riau (Kejati Kepri), Tengku Firdaus, mengingatkan potensi korupsi dalam hal penggunaan dana desa yang perlu dipahami para kepala desa di daerah tersebut.
"Kepala desa harus memahami aturan penggunaan dana desa agar tepat sasaran sekaligus terhindar dari korupsi," kata Tengku Firdaus di Tanjungpinang, Selasa.
Ia memerinci titik rawan korupsi dana desa, antara lain keterlambatan formalitas administratif dalam mendeteksi korupsi. Kemudian, rencana penggunaan anggaran tidak sesuai aturan, yaitu 70 persen (pembangunan) dan 30 persen (operasional).
Selanjutnya ada nepotisme, tidak transparan, mark up, rekayasa atau laporan fiktif, tidak dilakukan dengan swakelola, dan partisipasi masyarakat rendah terhadap penggunaan dana desa.
"Termasuk penyerapan dan pelaksanaan dana desa yang lambat serta pengawasan dana desa belum optimal," ungkapnya.
Firdaus menjelaskan bahwa pengelolaan keuangan desa dilakukan kepala desa selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa (PKPKD). Ia mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa berdasarkan asas transparan, akuntabel partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
Dia menyampaikan tindak pidana korupsi dapat diklasifikasikan/dikategorikan menjadi tujuh jenis, yaitu kerugian keuangan negara, penyuapan, pemerasan, penggelapan dalam jabatan, kecurangan, benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa serta gratifikasi.
"Serta terdapat sembilan nilai antikorupsi yang hendaknya diberikan/dibiasakan/dibudayakan sejak dini, yaitu tanggung jawab, disiplin, jujur, sederhana, kerja keras, mandiri, adil, berani dan peduli," ujar Firdaus.
Lanjut Firdaus menyatakan Jaksa Agung RI telah mengarahkan terkait penanganan perkara pengelolaan keuangan desa agar mengedepankan upaya preventif atau pencegahan sebagai Ultimatum Remdium.
Kejati Kepri juga telah melakukan penandatanganan nota kesepakatan bersama antara pemerintah desa dengan kejaksaan negeri tentang Program Jaga Desa atau Jaksa Garda Desa secara serentak se-Provinsi Kepri baik secara daring maupun luring.
"Program ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja kepala desa dan perangkat desa sekaligus membangun kesadaran hukum masyarakat, khususnya terkait pengawasan dana desa," katanya pula.
Senada, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kependudukan dan Pencatatan Sipil (DPMDDukcapil) Provinsi Kepri, Misbardi, meminta para kepala desa meningkatkan pemahaman terkait penggunaan dana desa agar tepat sasaran.
"DPMDDukcapil bersama inspektorat provinsi hingga kabupaten rutin melakukan pembinaan pengelolaan dana desa, tapi dalam pelaksanaannya dari total 275 desa se-Kepri, ada beberapa kepala desa tersandung kasus korupsi," kata Misbardi.
Misbardi menyebut faktor ketidaktahuan atau kurangnya pemahaman kepala desa dalam melakukan pengelolaan dana desa juga menjadi salah satu pemicu terjadinya korupsi dana desa.
Menurutnya kepala desa dan jajaran perlu memiliki kemampuan dan kapasitas mengelola dana desa, sebagai upaya meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa.
"Apalagi di era digitalisasi saat ini, para kepala desa harus paham bagaimana mengelola dana desa sesuai aturan yang berlaku," ujarnya.
Baca juga:
Cadangan beras pemerintah disalurkan di Pulau Buluh Batam
Dinkes Kepri catat satu kasus cacar monyet di Batam
Pemkot Batam canangkan Gerbang Satria sukseskan Gerakan Sadar Tertib Arsip
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kejati Kepri ingatkan potensi korupsi penggunaan dana desa
"Kepala desa harus memahami aturan penggunaan dana desa agar tepat sasaran sekaligus terhindar dari korupsi," kata Tengku Firdaus di Tanjungpinang, Selasa.
Ia memerinci titik rawan korupsi dana desa, antara lain keterlambatan formalitas administratif dalam mendeteksi korupsi. Kemudian, rencana penggunaan anggaran tidak sesuai aturan, yaitu 70 persen (pembangunan) dan 30 persen (operasional).
Selanjutnya ada nepotisme, tidak transparan, mark up, rekayasa atau laporan fiktif, tidak dilakukan dengan swakelola, dan partisipasi masyarakat rendah terhadap penggunaan dana desa.
"Termasuk penyerapan dan pelaksanaan dana desa yang lambat serta pengawasan dana desa belum optimal," ungkapnya.
Firdaus menjelaskan bahwa pengelolaan keuangan desa dilakukan kepala desa selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa (PKPKD). Ia mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa berdasarkan asas transparan, akuntabel partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
Dia menyampaikan tindak pidana korupsi dapat diklasifikasikan/dikategorikan menjadi tujuh jenis, yaitu kerugian keuangan negara, penyuapan, pemerasan, penggelapan dalam jabatan, kecurangan, benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa serta gratifikasi.
"Serta terdapat sembilan nilai antikorupsi yang hendaknya diberikan/dibiasakan/dibudayakan sejak dini, yaitu tanggung jawab, disiplin, jujur, sederhana, kerja keras, mandiri, adil, berani dan peduli," ujar Firdaus.
Lanjut Firdaus menyatakan Jaksa Agung RI telah mengarahkan terkait penanganan perkara pengelolaan keuangan desa agar mengedepankan upaya preventif atau pencegahan sebagai Ultimatum Remdium.
Kejati Kepri juga telah melakukan penandatanganan nota kesepakatan bersama antara pemerintah desa dengan kejaksaan negeri tentang Program Jaga Desa atau Jaksa Garda Desa secara serentak se-Provinsi Kepri baik secara daring maupun luring.
"Program ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja kepala desa dan perangkat desa sekaligus membangun kesadaran hukum masyarakat, khususnya terkait pengawasan dana desa," katanya pula.
Senada, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kependudukan dan Pencatatan Sipil (DPMDDukcapil) Provinsi Kepri, Misbardi, meminta para kepala desa meningkatkan pemahaman terkait penggunaan dana desa agar tepat sasaran.
"DPMDDukcapil bersama inspektorat provinsi hingga kabupaten rutin melakukan pembinaan pengelolaan dana desa, tapi dalam pelaksanaannya dari total 275 desa se-Kepri, ada beberapa kepala desa tersandung kasus korupsi," kata Misbardi.
Misbardi menyebut faktor ketidaktahuan atau kurangnya pemahaman kepala desa dalam melakukan pengelolaan dana desa juga menjadi salah satu pemicu terjadinya korupsi dana desa.
Menurutnya kepala desa dan jajaran perlu memiliki kemampuan dan kapasitas mengelola dana desa, sebagai upaya meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa.
"Apalagi di era digitalisasi saat ini, para kepala desa harus paham bagaimana mengelola dana desa sesuai aturan yang berlaku," ujarnya.
Baca juga:
Cadangan beras pemerintah disalurkan di Pulau Buluh Batam
Dinkes Kepri catat satu kasus cacar monyet di Batam
Pemkot Batam canangkan Gerbang Satria sukseskan Gerakan Sadar Tertib Arsip
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kejati Kepri ingatkan potensi korupsi penggunaan dana desa