BERTUTUR filosofis dengan untaian kata bijak tersusun rapi namun tegas selaku politisi, menjadikannya sebagai politisi khas dan sekaligus menunjukkan diri sebagai mantan seorang guru.
"Dulu saya seorang guru. Terjun ke dunia politik bukan berarti jiwa dan semangat sebagai seorang guru pupus dalam diri saya," kata Ketua DPRD Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau, Raja Bakhtiar.
Raja Bakhtiar pernah mengajar di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Raja Haji Fisabilillah Tanjungpinang, persisnya pada kurun 1999-2001. Kemudian, kembali mengajar di SMKN 1 Karimun pada 2001-2004 hingga akhirnya memutuskan untuk menggeluti dunia politik mulai tahun 2006.
Pria dengan empat anak itu menamatkan pendidikannya di Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Tanjungpinang, kemudian meraih gelar sarjana agama di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Miftahul Ulum Tanjungpinang pada 2008. Selanjutnya, pendidikan S2 di Universitas DR Soetomo Surabaya dengan menyandang gelar magister manajemen pada 2006.
Kini, pria kelahiran Pulau Durai, di ujung Kabupaten Karimun dan berbatasan dengan Batam itu, menjabat Ketua DPRD Karimun periode 2009-2014.
Karir politiknya terbilang sukses karena dua kali berturut-turut terpilih sebagai legislator dari Partai Golkar untuk daerah pemilihan Durai-Moro.
Kiprahnya di kancah politik kian cemerlang setelah ia terpilih sebagai Ketua DPD II Partai Golkar Karimun periode 2010-2015.
"Bagi saya politik itu adalah sebuah strategi. Strategi untuk sebuah perubahan yang lebih baik. Mulai dari keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Jadi, politik itu bukan sesuatu yang tabu, tergantung bagaimana kita mengarahkannya, kalau sejak awal dilatarbelakangi tujuan buruk, maka hasilnya pun akan buruk," katanya.
Mengenai kebiasaannya berfilosofi, pria yang mempersunting Siti Aminah itu berpendapat bahwa hidup tidak boleh lepas dari kata-kata bijak perekat hubungan antarsesama.
"Untaian kata-kata bijak lebih bermakna daripada bual-bual (omongan) kosong yang tidak bermanfaat," katanya.
Salah satu filosofi dalam hidupnya adalah bagaimana menjadi seorang pemimpin yang bijak dan mampu mengayomi masyarakat dan memelihara tali silaturahim.
"Filosofinya begini, Jika diibaratkan rumah, maka pemimpin itu adalah atapnya. Yang namanya atap, tentu berfungsi melindungi rumah dari terpaan hujan atau panas. Artinya, pemimpin itu harus tahan dengan terpaan terik matahari dan kuat diguyur hujan lebat," tuturnya.
Menjadi wakil rakyat melalui pemilihan langsung, menurut dia merupakan amanah yang harus dipegang teguh karena tidak hanya dipertanggungjawabkan di depan masyarakat, tetapi juga di depan Tuhan.
"Seorang pemimpin harus mampu menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Karena itu saya memiliki satu istilah yang saya sebut 'tabungan kredibilitas'. Tabungan kredibilitas harus terus dipupuk dan ditambah agar tetap mendapat kepercayaan itu," katanya.
Sebagai anak desa dari kalangan masyarakat miskin, Raja Bakhtiar mengaku telah merasakan pahit manis kehidupan untuk dijadikan pedoman dalam menjalani bahtera kehidupan.
"Saya berasal dari keluarga miskin, ayah saya penyadap getah (karet) dan kadang-kadang menjadi nelayan. Rumah saya beratap rumbia dengan lantai dari kayu nibung. Apa yang saya raih ini adalah sebuah ujian agar saya tetap bersyukur," katanya.
Dia mengaku sejak duduk di bangku sekolah dasar terbiasa hidup mandiri untuk membantu meringankan beban orang tua.
Setiap pagi ia selalu membawa sayur yang ia petik dari kebun, seperti daun melinjo untuk dijual kepada warga selama berjalan kaki sepanjang 9 kilometer menuju sekolah.
"Kadang-kadang sayur yang saya jual habis di jalan, kalau masih tersisa maka saya jual di sekolah. Uang penjualan saya gunakan untuk jajan," kata anak tertua dari lima bersaudara tersebut.
"Selama sekolah di MTs Tanjungbatu, semua kebutuhan saya penuhi sendiri meski kadang-kadang saya pernah tidak makan nasi selama tiga hari dan terpaksa minum air kelapa muda saja," katanya.
Begitu juga ketika kuliah, Raja Bakhtiar mengaku bekerja sebagai tukang bengkel untuk biaya kuliah. Bahkan, saat mengajar ia juga membuka bengkel yang penghasilannya cukup lumayan.
"Dengan menjadi tukang bengkel, saya tidak hanya mampu membiayai diri sendiri, tapi juga bisa membantu uang sekolah adik-adik hingga tamat sekolah," katanya.
Dia berharap perjalanan hidupnya, mulai dari zaman serba susah, kemudian menjadi guru dan terjun ke dunia politik menjadi motivasi bagi generasi muda, bahwa tidak ada yang tidak mungkin asalkan punya tekad dan kerja keras untuk mengubah nasib.
"Dalam Al Quran juga sudah dinukilkan bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib satu kaum kalau bukan kaum itu sendiri yang mengubahnya. Filosofi inilah yang harus ditanamkan dalam jiwa generasi muda sebagai penerus bangsa," ucapnya. (Antara)
Editor: Jo Seng Bie
Komentar